Ketika 46 ribu kaum Muslim berhadapan dengan 240 ribu pasukan Romawi di Yarmuk, seorang laki-laki berkata pada Sayidina Khalid ra., “Betapa banyak (pasukan) Romawi dan betapa sedikit pasukan kaum Muslim.” Beliau pun berkata,” Betapa banyak kaum Muslim dan betapa sedikit Romawi! Pasukan itu menjadi banyak dengan pertolongan (Allah) dan pasukan itu menjadi sedikit karena tidak mendapatkan pertolongan (Allah). Bukan karena bilangannya” (Nihâya al-Irb fî Funûn al-Adab, 5/209).Begitulah para sahabat Rasulullah saw.. Mereka tidak gentar apalagi ciut nyalinya meski musuh di hadapan berlipat ganda jumlahnya. Mengapa? Karena mereka sangat yakin dengan nasrulLâh, pertolongan Allah.
++++
Seorang Muslim memang semestinya dalam menjalani kehidupan ini tidak hanya mengandalkan semata apa yang dilihat, dirasa dan dipikirkan, tetapi juga apa yang diyakini. Salah satunya keyakinan pada pertolongan Allah SWT. Dengan cara itu, seorang Muslim akan selalu merasa tetap optimis sesulit apapun keadaan; kokoh dalam pendirian meski cercaan berhamburan, berani bercita-cita dan berjuang dengan istiqamah demi tegaknya kebaikan dan kebenaran meski banyak halangan menghadang.
Lihatlah apa yang terjadi di Suriah saat ini. Lebih dari 43 tahun sejak Hafidz Assad, ayahnya Bashar, pengikut Syiah Nushairiyyah (Alawiyyah) yang menganggap Sayidina ‘Ali sebagai tuhan, berkuasa dari tahun 1970 hingga 2011 lalu, umat Islam di sana selalu hidup dalam kezaliman. Tak terhitung jumlah korban akibat kebiadaban rezim ini. Ulama, tokoh politik, aktivis hingga kaum perempuan, orangtua dan anak-anak. Apalagi setelah Bashar Assad melakukan politik bumi hangus: “mufâwadhah ma’a al-Asad aw nahriqu al-bilâd (berunding/berdamai dengan Assad atau kami bumi hanguskan negeri ini). Sejak itu makin banyak korban berjatuhan, seperti yang terjadi saat ini.
Namuin, di tengah situasi seperti itu, umat Islam di sana tak pernah berkurang sedikit pun keyakinannya pada pertolongan Allah SWT. “Mâ lanâ ghayraka ya AlLâh (Kami tidak mempunyai siapa-siapa, ya Allah, kecuali Engkau).” Itulah jeritan umat Islam Suriah.
Di titik kritis saat tentara kafir Quraisy hampir mendapati Rasulullah saw. dan Abu Bakar ash-Shidiq di Gua Tsur dalam perjalanan hijrahnya dari Makkah ke Madinah, turun pertolongan Allah SWT kepada hamba-Nya yang mulia itu. Di mulut gua yang tidak terlalu dalam itu, laba-laba membuat sarangnya dan burung bersarang. Peristiwa dramatis ini terekam dalam surah at-Taubah ayat 40 (yang artinya:
Jika kamu tidak menolong dia (Muhammad), sungguh Allah telah menolong dia (yaitu) ketika orang-orang kafir (musyrik Makkah) mengeluarkan dia (dari Makkah), sedangkan dia salah seorang dari dua orang ketika keduanya berada dalam gua, di waktu dia berkata kepada temannya, “Janganlah kamu berduka cita, Sungguh Allah beserta kita.” Allah menurunkan keterangan-Nya kepada (Muhammad) dan membantu dia dengan tentara yang tidak kamu lihat. Al-Quran menjadikan orang-orang kafir itulah yang rendah. Kalimat Allah itulah yang tinggi. Allah Mahaperkasa lagi Mahabijaksana.
Keyakinan akan pertolongan Allah SWT pula yang membuat Muhammad al-Fatih tak surut dalam usahanya menaklukkan benteng Konstantinopel. Pada saat yang sangat menentukan, setelah hampir dua bulan usaha keras Muhammad al-Fatih bersama lebih dari 200 ribu pasukannya belum membuahkan hasil yang diharap, Allah SWT menurunkan pertolongannya berupa ide yang sangat cemerlang sekaligus mencengangkan pihak lawan. Ia menarik 72 kapal melintasi Bukit Galata dalam waktu semalam. Dengan cara ini pasukan Muhammad al-Fatih bisa menerobos masuk ke Teluk Tanduk Emas, dan menyerang benteng Konstantinopel dari arah yang kurang terjaga. Sejarah kemudian mencatat, inilah awal kejatuhan benteng kokoh yang telah bertahan ratusan tahun lamanya dari aneka lawan.
Aksi Bela Islam 212, juga Aksi Bela Islam 411, tak akan mungkin terselenggara dengan baik tanpa pertolongan Allah SWT. Bagaimana mungkin acara yang hanya dipersiapkan dalam hitungan hari, bisa dihadiri oleh jutaan manusia? Bagaimana pengerahan massanya, bagaimana pengaturannya, bagaimana logistiknya, bagaimana transportasinya, bagaimana toiletnya ketika jutaan orang itu memerlukan air wudhu dan buang air, bagaimana keamanannya dan serenceng pertanyaan manajerial manusiawi yang sampai sekarang tak terjawab, kecuali dengan satu pernyataan: Itu semua berkat pertolongan Allah SWT.
++++
Bagaimana agar kita bisa mendapat pertolongan Allah SWT? Tak ada jalan lain, kecuali kita sendiri harus bisa menjadi hamba Allah SWT yang memang pantas Dia tolong. Pertama: Menjadi hamba yang benar-benar taat kepada Allah SWT dan menjauhi maksiat. Inilah yang berulang diwanti-wantikan oleh Muhammad al-Fatih kepada pasukannya. Bagaimana kita berharap akan mendapatkan pertolongan Allah SWT jika kita jauh dari-Nya. Karena itu Muhammad al-Fatih menekankan pasukannya untuk selalu taat dan menjauhi maksiat.
Dalam Shahîh al-Bukhâri, Allah SWT berfirman. “Tidaklah hamba-Ku ber-taqarrub kepada-Ku dengan sesuatu yang lebih Aku sukai daripada apa yang telah Aku wajibkan. Hamba-Ku senantiasa ber-taqarrub kepada-Ku dengan melakukan amalan nafilah sehingga Aku mencintai dia. Jika Aku mencintai dia, Aku menjadi pendengarannya yang ia gunakan mendengar; menjadi penglihatannya yang ia gunakan melihat; menjadi tangannya yang ia gunakan menggenggam; dan menjadi kakinya yang ia gunakan melangkah. Jika ia meminta kepada-Ku niscaya Aku beri. Jika ia meminta perlindungan-Ku niscaya Aku lindungi.”
Hadis ini mengabarkan, derajat wali Allah, yang akan senantiasa mendapat pertolongan-Nya, bisa diraih melalui taqarrub kepada-Nya dengan melaksanakan apa yang Allah SWT fardhukan dan menambahnya dengan amalan-amalan nafilah. Wa mâ taqarraba ilyya ‘abdi bi syai`in ahabba ilayya min mâ iftaradhtu ‘alayh.
Ini menunjukkan, amalan fardhu merupakan amal yang paling disukai Allah SWT dan paling mendekatkan kepada-Nya. Amalan fardhu itu mencakup fardhu ‘ain maupun fardhu kifayah. Lalu ditambah dengan amalan yang sunnah. Wa mâ yazalu ‘abdi yataqarrabu ilayya bi an-nawâfil hattâ uhibbahu. Artinya, jika orang melaksanakan yang fardhu dan secara ajeg menunaikan berbagai nafilah, itu akan mengantarkan dia pada kecintaan kepada Allah SWT. Kkecintaan Allah akan mengantarkan pada pertolongan-Nya.
Kedua: Menjadi hamba yang benar-benar ikhlas, sungguh-sungguh dan istiqamah menolong agama Allah SWT serta gemar menolong saudaranya yang memerlukan pertolongan. Simaklah janji Allah dalam surah Muhammad ayat 7 (yang artinya): Hai orang-orang yang beriman, jika kalian menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan menolong kalian dan meneguhkan kedudukan kalian.
Dalam Shahîh Muslim, Rasulullah saw. juga bersabda, “Allah senantiasa menolong seorang hamba selama hamba itu menolong saudaranya.”
++++
Demikianlah sejarah mencatat, berkat pertolongan Allah SWT banyak peristiwa-peristiwa besar pada masa lalu bisa terjadi. Yang tampak tidak mungkin menjadi mungkin. Yang sulit menjadi mudah. Yang berat menjadi terasa ringan. Semestinya demikian juga sekarang. Dengan keyakinan akan pertolongan Allah SWT, Aksi Bela Islam harus terus digerakkan. Tidak hanya berhenti pada kasus penista al-Quran, tetapi hingga terwujud kehidupan Islam, yakni kehidupan yang di dalamnya diterapkan syariah secara kâffah. Inilah kehidupan yang kita dambakan. Inilah kehidupan yang didasari keimanan saat ketaatan menjadi keseharian dan kemaksiatan, termasuk penistaan al-Quran, tak akan pernah diijinkan. [H.M. Ismail Yusanto]