Rusia: Berbicara Mengenai Perang Saat Krisis Ekonomi

tentara rusiaSaat sanksi menghantam Rusia tahun 2014 dan Moskow menanggapinya dengan boikot perdagangan, Irina mendapatkan bahwa orang-orang Rusia mulai terobsesi akan kehilangan keju dari toko-toko.

Peneliti pendidikan berusia 32 tahun itu, mengatakan dia tidak merasakan akibat dari sanksi baik dalam kehidupan sehari-hari, maupun dalam kebiasaannya membeli keju.

Pada tahun yang sama, karena harga minyak menurun dengan dramatis, rubel juga ikut runtuh dan krisis ekonomi melanda Rusia.

Media pemerintah dan negara secara intensif mulai berbicara mengenai krisis di Ukraina dan kebuntuan Rusia dengan Barat, sementara pada saat yang sama, ekonomi Rusia menghadapi resesi.

Banyak orang Rusia telah bersiap diri untuk menghadapi resesi ekonomi jangka panjang.

Standar hidup memburuk dengan sangat signifikan bagi rakyat miskin di Rusia di luar pusat-pusat ekonomi utama.

Media lokal berkomentar bahwa krisis ekonomi, bersama dengan naiknya pajak alkohol, mendorong orang-orang Rusia untuk membuat alkohol secara ilegal dan memproduksi alkohol.

Boris Grozovsky, seorang jurnalis keuangan Rusia, mengatakan kepada Al Jazeera bahwa dia menganggap krisis ekonomi juga akan secara bertahap mempengaruhi kesehatan dan pendidikan.

Pada tahun 2015, Rusia menyaksikan apa yang dikatakan media lokal sebagai pemogokan guru yang pertama dalam 15 tahun, setelah gaji mereka ditunda di wilayah Zabaykalsky; kemudian para dokter dan guru TK juga ikut dalam protes itu.

Perdana Menteri Rusia Dmitry Medvedev telah menyempatkan tampil di publik untuk meyakinkan rakyat dengan pidatonya mengatasi krisis.

Seorang sosiolog di pusat penelitian Levada yang berbasis di Moskow, mengatakan Rusia telah menerima krisis ekonomi dan telah menyesuaikan harapan mereka dan kebiasaan berkonsumsi.

Dalam anggaran tahun 2017, Rusia mengalokasikan $ 43 miliar, 4,7 persen dari PDB Rusia, untuk sektor pertahanan – apa yang oleh sebagian analis telah menyebutnya sebagai “Rekor pengeluaran” untuk sebuah negara pada saat tidak sedang berperang.

Dengan menuduh Amerika mendanai para politisi liberal di Rusia, Nikonov mengklaim bahwa setelah diperkenalkannya UU untuk menindak para “agen asing”, pendanaan untuk agen seperti itu tumbuh 10 kali lipat.

Rusia 1 melaporan pada pertengahan Desember tentang situasi di Aleppo dengan banyak ulasan mengenai suksesnya operasi militer Rusia, dengan menekankan tidak adanya keterlibatan Barat atau bantuan dan ketidakpedulian media Barat atau dengan sengaja menghindari untuk melaporkan keberhasilan Rusia.

Sebuah penelitian baru menunjukkan bahwa 48 persen orang Rusia menganggap bahwa hubungan dengan Barat memburuk akibat krisis di Suriah yang bisa memicu Perang Dunia III. Pembunuhan Duta Besar Rusia di Ankara pada tanggal 19 Desember mengguncang masyarakat Rusia, dan sementara media pemerintah mengulas kematian “heroik” Andrey Karlov, sebagian orang menganggapnya malah mengganggu.

“Munculnya protes anti-Rusia di Timur Tengah setelah menaklukkan Aleppo, dengan dilatar belakangi pembunuhan Dubes Andrei Karlov, menunjukkan bahwa sementara Rusia meraih kembali pengaruhnya di kawasan itu, negara itu juga mengambil status sebagai ‘musuh utama imperialis’ dari Amerika, ” tulis Vladimir Frolov, seorang analis politik Rusia.

Operasi militer Rusia di Suriah telah menelan biaya hampir $ 1 miliar per tahun namun dengan sejumlah korban yang masih dirahasiakan namun jumlahnya di antara prajurit Rusia dan tentara bayaran. (rz)

sumber : http://www.aljazeera.com/indepth/features/2016/12/russia-talking-war-times-economic-crisis-161225082642953.html

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*