Pernyataan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Panjaitan yang menyebut ‘negara asing bisa saja membuka lahan ekonomis di pulau terpencil dan belum bisa dijamah oleh Indonesia’ dinilai sebagai pelaku makar yang sesungguhnya.
“Yang seperti ini yang semestinya dikatakan makar dan justru ini makar yang sesungguhnya, bukan orang-orang yang berdakwah, menyerukan perbaikan, menyerukan kebaikan kepada negeri ini,” ungkap Juru Bicara Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) Muhammad Ismail Yusanto kepada mediaumat.com, Selasa (10/1/2017).
Menurut Ismail, salah satu prinsip dari tugas pemerintah adalah bertanggung jawab mengelola semua sumber daya alam yang ada di negeri ini. Kalau kemudian pemerintah dengan kewenangannya menyerahkan pengelolaannya kepada asing maka pemerintah sudah tidak ada gunanya. Pemerintah semacam ini sudah tidak layak untuk terus memerintah.
“Dia sudah tidak layak disebut sebagai pemerintah kalau tugasnya hanya menyerahkan ini itu kepada asing,” tegasnya.
Ismail mengingatkan Migas sudah diserahkan kepada asing, bank-bank sudah diserahkan kepada asing, kebun-kebun sudah diserahkan kepada asing, tambang-tambang termasuk emas dan batu bara sudah diserahkan kepada asing, kemarin ada usulan CEO BUMN dari asing, lalu sekarang ada pikiran lagi pulau-pulau dikelola asing.
“Lalu apa gunanya pemerintah kalau begitu? Cuma nyerah-nyerahin kepada asing. Ini pemerintahan yang sangat berbahaya. Yang begini ini harus segera dihentikan,” pekiknya.
Ia mengingatkan setiap sumber daya yang diserahkan kepada asing, maka manfaat tertingginya akan dinikmati asing. Itu pasti. Orang akan bilang, negara akan dapat pajak. Ya, pajak itu kan hanya sebagian kecil dari penghasilan. Tidak pernah pajak sampai seratus persen. Itu juga sekaligus tanda dari orang malas, malas bekerja. Pajak itu hanya 10 persen, 15 persen. Kalau dikelola sendiri kan negara dapat 100 persen. Fikiran begini ini, fikiran liberalisme. Sudah terkooptasi oleh kepentingan asing sehingga mentalitasnya terjajah.
Karena itulah Hizbut Tahrir selalu mengatakan bahwa sebenarnya Indonesia itu sedang dalam ancaman? Ancaman apa? Neoliberalisme dan neoimperialisme. Ancaman itu datang dari luar juga dari dalam negeri. Yang dari dalam dalam bentuk pemikiran-pemikiran semacam ini.
“Paling gawat, ternyata pemikiran liberal ini muncul dari pemerintah sendiri. Sudah terjajah fikirannya. Maka tindakannya juga akan mencerminkan sebagai tindakan orang yang terjajah,” pungkasnya. (mediaumat.com, 10/1/2017)