Oleh : A. R. Zakarya (Departemen Politik DPD HTI Jombang)
Sebagaimana dilansir oleh merdeka.com, 9/1/2017 bahwa menteri Koordinator bidang Kemaritiman Luhut Panjaitan turut mengomentari terkait pekerja asing menjadi pimpinan BUMN. Menurutnya, sudah banyak orang asing yang memimpin perusahaan di Indonesia. “Jadi jangan khawatir. CEO BUMN orang bule, pelatih PSSI juga bule enggak ribut. Ini challenge. Mikirnya jangan cepat-cepat marah,” ujar Menteri Luhut di kantornya, Jakarta, Senin (9/1).
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengatakan ingin ada pekerja asing menjadi pimpinan di perusahaan negara. Menurutnya, para pimpinan badan usaha milik negara (BUMN) harus memiliki semangat kompetisi yang kuat dan sehat agar BUMN dapat terus maju dan berkembang secara optimal. “Saya bahkan ingin ada tiga atau empat bule profesional yang memimpin perusahaan BUMN agar orang-orang kita belajar serta termotivasi dan berkompetisi dengan adanya orang-orang asing itu,” katanya seperti dikutip dari Antara di Istana Merdeka, Jakarta, Selasa (3/1).
Ancaman Makin Nyata
Sebagaimana biasa kehadiran asing di Indonesia bukan sekedar kontrak kerja, mereka pasti memiliki agenda-agenda jahat untuk semakin mengokohkan penjajahan mereka atas negeri ini. Kita lihat bagaimana mereka telah menjarah berbagai kekayaan alam yang kita miliki dengan rakusnya. Tentu kali ini adanya tanda lampu hijau dari pemerintah atas kebolehan asing memimpin Badan Usaha Milik Negara (BUMN) akan semakin menambah kerakusan itu.
Dengan keberadaan pimpinan asing dalam BUMN pasti akan berpeluang besar menimbulkan kebijakan yang pro asing. Ini artinya BUMN tidak akan lagi independen, intervensi kebijakan dari asing jelas-jelas akan menjadi ancaman membahayakan. Perlu diingat pimpinan BUMN adalah posisi strategis dalam tubuh BUMN itu sendiri. Posisi ini akan sering membicarakan kebijakan strategis BUMN bukan masalah teknis.
Bukti Ketundukan Pada Asing
Pemerintah bisa saja berdalih bahwa apabila BUMN dipimpin asing profesional akan mampu membuat perubahan BUMN menjadi lebih mampu bersaing, berkembang dan maju. Pertanyaannya, sejak kapan campur tangan asing bisa memberi kemajuan pada negeri ini?. Bagaimana intervensi asing di freeport, blok cepu, blok masela, dan yang lainnya, kemajuan apa yang didapat negeri ini dari campur tangan mereka? Alih-alih berkembang dan mengalami kemajuan justru kekayaan kita habis dikeruk akibat kerakusan mereka yang tak pernah terpuaskan. Apakah hal ini akan dibiarkan terjadi pada BUMN kita?
Sebenarnya untuk mampu berkembang dan maju tidak harus kursi pimpinan BUMN diserahkan kepada asing begitu saja. BUMN kita bisa maju jika pemerintah bersungguh-sungguh untuk merawatnya. Selama ini BUMN kita justru dibiarkan bersaing secara bebas tanpa hak-hak istimewa. Pemberian subsidi, dukungan dana, pemberian fasilitas, hingga penjagaan eksistensi BUMN harusnya selalu diberikan. Secara ide dan kebijakan BUMN kita telah belajar banyak dari para pesaingnya, hanya saja tidak ada perawatan yang maksimal dari pemerintah akhirnya BUMN kita kalah bersaing bahkan tertinggal jauh. Lalu sudahlah tidak terawat dan tertinggal, pemerintah justru akan menyerahkan kursi pimpinan BUMN yang sangat strategis itu kepada asing? Justru ini sama halnya membunuh anak sendiri.
Jika memang pemerintah tetap bersikukuh membiarkan asing memimpin BUMN, hal ini semakin menunjukkan bahwa pemerintah selama ini benar-benar telah tunduk di hadapan asing. Janji-janji untuk membawa rakyat ke arah yang lebih baik tidak lebih sekedar cek kosong belaka. Ketundukan pada asing pasti akan menimbulkan bencana yang akan menimpa hajat hidup rakyat negeri ini. Maka kepedulian penguasa atas rakyat benar-benar patut untuk dipertanyakan kembali!
Rakyat Harus Sadar
Sudah berapa kali pemerintah mengeluarkan kebijakan-kebijakan yang tidak memihak kepada rakyat. Baru-baru ini tarif listrik naik, biaya pengurusan administrasi STNK dan BPKB naik, BBM naik, dan selanjutnya jabatan strategis pimpinan BUMN akan diserahkan kepada asing, ini menunjukkan bahwa penguasa tidak pernah memikirkan kepentingan rakyat. Rakyat hanya dibutuhkan ketika menjelang pemilu untuk mendulang suara menuju kursi kekuasaan, setelah kekuasaan ada di tangan kepentingan rakyat kembali diabaikan.
Inilah realita yang terjadi dalam sistem demokrasi, slogan “kedaulatan rakyat” hanyalah retorika kosong. Rakyat semestinya segera menyadari kondisi ini dan menuntut agar demokrasi segera dicampakkan dan dibuang ke kubangan sampah peradaban. Hanya dengan diam tak akan mengubah apapun. Sedangkan setiap hari kita hanya bisa mengeluh dan mengelus dada mengalami kondisi buruk ini. []