Waspadai Upaya Adu Domba Umat Islam!

[Al-Islam No. 841_28 Rabiul Akhir 1438 H – 27 Januari 2017 M]

Sejak kasus penistaan al-Quran oleh Ahok bergulir September 2016 lalu, negeri ini mengalami gonjang-ganjing sedemikian rupa hingga kini. Kasus Ahok telah benar-benar menguras energi bangsa ini. Puncaknya adalah Aksi Bela Islam 212 yang melibatkan jutaan massa yang menuntut Ahok sang penista agama dipenjara. Namun faktanya, sampai detik ini Ahok hanya menjadi tersangka dan tetap melenggang bebas. Sidang Ahok pun terkesan terus diulur-ulur.

Di sisi lain, satu-persatu tokoh-tokoh Islam, utamanya para tokoh di GNPF-MUI, justru dengan sigap dipanggil oleh pihak Kepolisian atas dasar laporan sejumlah kasus. Habib Rizieq, misalnya, baru saja dipanggil dan diperiksa oleh Polda Metro Jaya karena ucapannya yang menyebut adanya logo palu arit di uang baru. Ucapan tersebut kemudian viral di sejumlah media sosial. Dengan pernyataannya itu, ia dituding telah melakukan penghasutan dan ujaran kebencian berbau SARA berdasarkan Pasal 28 ayat 2 juncto Pasal 45 ayat 2 UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) (Republika.co.id, 23/1). Sebelumnya, Habib Rizieq juga telah dipanggil dan diperiksa oleh Polda Jabar atas laporan Sukmawati Soekarno yang menuduhnya telah melakukan penistaan Pancasila (Okezone.com, 12/1).

Karena itu, publik menangkap kesan adanya upaya sengaja dari sejumlah pihak, termasuk aparat Kepolisian, untuk mengkriminalisasi ulama yang anti Ahok dan berseberangan dengan penguasa.

Di sisi lain, yang cukup menonjol sebagai rentetan peristiwa akibat kasus Ahok adalah adanya upaya sejumlah pihak, termasuk aparat, untuk mengadu domba antar umat Islam. Yang paling menonjol adalah upaya adu-domba antara FPI dan GMBI di Bandung beberapa waktu lalu, yang justru melibatkan Kapolda Jabar. Pasalnya, saat Habib Rizieq dipanggil dan diperiksa oleh Kepolisian atas dasar laporan kasus penistaan Pancasila, masa FPI yang sengaja mengawal Habib Rizieq diperhadap-hadapkan dengan massa GMPI. Massa GMBI yang berada di bawah binaan Kapolda Jabar—berdasarkan rekaman video—terbukti secara meyakinkan melakukan provokasi dan menimbulkan kerusuhan dengan melakukan pemukulan terhadap sejumlah massa FPI.

Sebelumnya, Kepolisian seperti hendak membenturkan Muhammadiyah dan FPI. Sebagaimana diberitakan, PW Muhammadiyah Jabar telah mengklarifikasi berita yang bersumber dari Humas Polda Jabar dengan berjudul “Pimpinan Muhammadiyah Jawa Barat Mengecam Tindakan Anarkhis FPI”. PW Muhammadiyah menyatakan berita tersebut tidak benar. “PW Muhammadiyah Jabar tidak pernah mengecam tindakan FPI tersebut, bahkan mendukung langkah-langkah yang dilakukan dalam konteks dakwah amar makruf nahi munkar,” kata Sekretaris PW Muhammadiyah Jawa Barat HM Rizal Fadillah (Republika.co.id, 14/1).

Di Bangka Belitung, gabungan organisasi kemasyarakatan (ormas) Islam melaporkan Ketua Pimpinan Wilayah (PW) Gerakan Pemuda (GP) Ansor Bangka Belitung Masmuni Mahatma ke polisi terkait dengan pernyataannya yang dinilai telah menghina dan melecehkan Imam Besar Front Pembela Islam (FPI), Habib Rizieq. Juru bicara aliansi ormas Islam Bangka Belitung, Sofyan Rudianto, mengatakan tudingan bahwa ulama dan khalifah pemecah umat tidak benar dan tidak bisa dibuktikan. “Kami sadari ini adalah bola panas yang sengaja mereka lemparkan agar umat Islam di Babel meresponsnya dengan kekerasan sekaligus untuk membuktikan tuduhan mereka bahwa Islam radikal itu benar. Namun, kita tidak terpancing,” ujar dia (Tempo.co, 23/1).

Upaya adu domba juga melanda mahasiswa. Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Seluruh Indonesia (SI) mengklarifikasi mengenai beredarnya broadcast ‎yang menyebutkan, bahwa Aksi 121 yang dilakukan elemen BEM SI menuntut pembubaran Ormas Front Pembela Islam (FPI). Koordinator Pusat BEM SI, Bagus‎ Tito Wibisono menegaskan, berita pembubaran FPI merupakan bentuk fitnah besar dengan cara mengedit broadcast Aksi 121. Bagus mengaku, pihaknya mengecam keras oknum yang sengaja mengadu domba antara FPI dan mahasiswa. Sebab, dia menilai, sampai saat ini mahasiswa dan FPI masih konsisten memperjuangkan keadilan sosial (Sindonews, 16/1).

Aktor di Balik Adu Domba

Secara kasatmata jelas kita bisa melihat bahwa aktor di balik adudomba umat Islam adalah kalangan kafir dan kalangan sekular liberal yang merasa terancam kepentingannya. Mereka melakukan upaya adu domba antar umat Islam paling tidak karena dua kepentingan. Pertama, menjaga kepentingan kekuasaan pihak tertentu, di antaranya Ahok, agar terus bisa melenggang dalam Pilkada DKI hingga tetap berpeluang untuk menjadi gubernur untuk kedua kalinya. Karena itu mereka berusaha keras untuk terus meningkatkan dukungan masyarakat terhadap Ahok sekaligus melemahkan kalangan yang kontra Ahok. Sayangnya, dalam hal ini, aparat, khususnya Kepolisian, cenderung pro Ahok. Bahkan DPR menyatakan, berbagai cara dan alasan digunakan aparat untuk melindungi Ahok (Suara-islam.com, 19/1).

Kedua, faktor uang jelas bermain. Kita masih ingat, Aksi 412 untuk menandingi Aksi 212 melibatkan sejumlah massa bayaran. Faktanya terungkap saat tidak semua peserta Aksi 412 yang bertajuk “Kita Indonesia” puas dengan acara tersebut. Salah seorang peserta aksi yang berasal dari Jakarta Utara mengaku, dijanjikan uang transportasi Rp 150 ribu untuk ikut dalam aksi ini oleh Partai NasDem. Namun, ia kecewa lantaran uang yang diterima hanya Rp 50 ribu perorang (Teropongsenayan.com, 4/12/2016).

Tidak mustahil, aksi-aksi tandingan melawan aksi umat Islam, khususnya dalam mengawal kasus Ahok, yang melibatkan sejumlah massa, juga melibatkan faktor uang. Yang pasti, kubu pengusung Ahok, telah menyiapkan dana tak terbatas untuk memenangkan Ahok, termasuk untuk menyuap sejumlah pihak. Sejak awal, bahkan dana dari pihak pengembang reklamasi, sebagaimana disinyalir oleh Adhie M. Massardi, mengalir ke Teman Ahok (Suaranasional.com, 28/6/2016).

Selain itu, pada akhirnya tentu faktor utama dan terbesar adalah karena negara ini menerapkan sistem kapitalisme-demokrasi yang meniscayakan uang dan kekuasaan sebagai panglima. Apapun, termasuk upaya adu domba umat Islam, akan dilakukan demi memenangkan pertarungan dalam perebutan kekuasaan. Yang rugi tentu saja umat Islam karena merekalah pihak yang sengaja dikorbankan.

Merekatkan Kembali Persatuan Umat

Allah SWT berfirman:

)وَاعْتَصِمُوا بِحَبْلِ اللَّهِ جَمِيعًا وَلَا تَفَرَّقُوا(

Berpegang teguhlah kalian semuanya kepada tali (agama) Allah dan janganlah kalian bercerai-berai (TQS Ali Imran [3]: 103).

Imam Ibnu Katsir menyatakan bahwa tali Allah (hablulLâh) adalah al-Quran yang diturunkan dari langit ke bumi. Siapapun yang berpegang teguh pada al-Quran berarti ia berpegang kepada jalan lurus. Ayat ini merupakan perintah Allah SWT kepada mereka untuk berpegang pada al-jama’âh dan melarang mereka dari tafarruq (bercerai-berai) (Tafsir al-Qur’an al-‘Azhim, 1/477).

Allah SWT pun berfirman:

)إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ إِخْوَةٌ(

Sesungguhnya kaum Mukmin itu bersaudara (TQS al-Hujurat [49]: 10).

 

Terkait ayat di atas, Imam Ali ash-Shabuni dalam Shafwah at-Tafasir antara lain menyatakan: hanya antara sesama Muslim persaudaraan itu ada, tidak antara Muslim dan kafir; persaudaraan karena faktor keimanan adalah jauh lebih kuat daripada persaudaraan karena faktor hubungan darah. Karena bersaudara, di antara kaum Mukmin haram saling mencela, menyakiti, apalagi saling membunuh. Baginda Rasulullah saw. bersabda:

«سِبَابُ الْمُسْلِمِ فُسُوْقٌ وَقِتَالُهُ كُفْرٌ»

Mencela seorang Muslim adalah kefasikan, sementara membunuhnya adalah kekufuran (HR al-Bukhari dan Muslim).

Rasulullah saw. juga pernah bersabda, “Muslim itu saudara bagi Muslim yang lain. Ia tidak saling mengkhianati, saling mendustakan dan saling menghinakan. Setiap Muslim adalah haram bagi Muslim yang lain menyangkut kehormatan, harta dan darahnya (HR at-Tirmidzi).

 

PR” Bersama

Siapapun yang mengaku bagian dari umat Islam sudah saatnya menyadari, bahwa mereka memililiki “musuh bersama”, yakni ideologi Kapitalisme-sekular yang telah bercokol bertahun-tahun dan para pengusungnya. Ideologi ini telah terbukti membuat negeri ini terpuruk dari berbagai sisi. Korbannya tentu umat Islam sebagai penduduk mayoritas negeri ini. Mereka kini menderita akibat kemiskinan, pengangguran, harga-harga mahal, biaya pendidikan dan kesehatan tinggi, pajak yang makin meningkat, daya beli yang makin menurun, dsb. Di sisi lain, segelintir orang, terutama asing dan aseng, menikmati sebagian besar kekayaan negeri ini. Tentu jadi aneh jika ada kalangan umat Islam—yang sebetulnya juga menjadi korban—yang membela asing dan aseng, termasuk mendukung sistem sekular-kapitalis-liberal yang menjadi biang atas segala persoalan negeri ini.

Karena itu, solusi fundamental bagi negeri ini, yang harus diupayakan oleh seluruh komponen umat Islam, adalah dengan menegakkan seluruh tatanan berlandaskan pada syariah Islam. Inilah yang secara syar‘i harus diperjuangkan oleh umat Islam. Syariah Islam tentu hanya akan tegak di dalam institusi Khilafah. Karena itu saatnya umat bersatu dan bahu-membahu untuk menegakkan kembali Khilafah Islamiyah. Dengan tegaknya syariah Islam dalam institusi Khilafah Islamiyah ‘ala minhâj an-Nubuwwah, umat Islam pasti akan meraih kemuliaannya kembali. []

 

Komentar al-Islam:

Ustadz Felix Siauw Nilai Ada Fobia Terhadap Lafal Tauhid (Republika.co.id, 24/1).

  1. Yang fobia terhadap kalimat tauhid pasti orang kafir atau kalangan sekular-liberal yang membenci Islam.
  2. Muslim sejati tentu akan mengagungkan kalimat tauhid, bahkan berusaha agar kalimat suci itu tegak dalam kehidupan.
  3. Tegaknya kalimat tauhid hanya dengan menegakkan syariah-Nya secara kâffah dalam seluruh aspek kehidupan dalam isntitusi Khilafah ‘ala minhâj an-Nubuwwah.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*