Ulama di Madura, Jawa Timur, menolak rencana sertifikasi bagi penceramah agama ataupun dai. Sertifikasi tersebut dinilai akan mengekang pendakwah untuk menyampaikan dakwah.
“Isu tentang sertifikasi dai atau penceramah, bahkan khatib Jumat, itu, ulama kurang setuju,” kata Sekretaris Aliansi Ulama Madura KH Fadholi Muhammad Ruham kepada wartawan di gedung Tri Brata Mapolda Jatim, Jalan A Yani, Surabaya, Jumat (3/2/2017).
Ia mengatakan rencana sertifikasi penceramah agama dinilai dapat mengekang syiar agama yang dilakukan para ulama, penceramah, ataupun dai.
“Itu (sertifikasi) tidak produktif dan berdampak pada pengekangan terhadap inisiatif para ulama untuk berdakwah,” tuturnya.
Pengasuh Pondok Pesantren Al Fudhola, Pademawu, Kabupaten Pamekasan, ini menambahkan berdakwah adalah menyerukan kebaikan dan mencegah kemungkaran.
“Menyerukan kebaikan saya kira mudah dan gampang. Tapi mencegah kemungkaran ini banyak risiko. Ini tidak linear dengan sertifikasi ulama,” tuturnya.
Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin mengungkapkan kementeriannya akan merumuskan standar kualifikasi untuk penceramah agama. Langkah itu dilakukan agar tidak ada ceramah yang mengandung hujatan.
“Sekarang Kementerian Agama bekerja keras untuk merumuskan apa kualifikasi atau kompetensi yang diperlukan sebagai standar penceramah itu,” kata Lukman di PTIK, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Kamis (26/1).
Lukman menerangkan seorang penceramah baru bisa diakui sebagai penceramah yang qualified jika sudah ada standar kualifikasi. Sertifikasi ini nantinya diharapkan dapat mengurangi sikap-sikap intoleran antarumat beragama.
“Kemudian bisa diakui sebagai penceramah yang qualified, yang memiliki kualifikasi cukup,” ungkapnya. (detik.com, 3/2/2017)