Oleh: Ainun Dawaun Nufus (pengamat sosial politik)
Kami mengangkat materi “masturbasi” sebagai pendidikan seks. Sebenarnya, perilaku pada anak belumlah layak disebut masturbasi karena berbeda dengan tindakan orang dewasa. Anak, bahkan balita, tentu sama sekali belum punya hasrat. Namun, setiap orang tua tentu khawatir pada perilaku anak terkait tersebut. Oleh karena itulah, cerita “Aku Belajar Mengendalikan Diri” ini ditulis. Demikianlah kutipan klarifikasi Penerbit Tiga Serangkai, yang menerbitkan buku cerita anak berjudul “Cerita Aku Belajar Mengendalikan Diri” dalam seri “Aku Bisa Melindungi Diri” yang menggegerkan publik.
Sikap
Menurut hemat penulis, penerbitan buku tersebut termasuk mengurangi masalah dengan menambah masalah. Di saat negeri ini mengalami krisis moral, diantaranya setengah dari kasus kekerasan yang terjadi terhadap anak berkaitan dengan masalah seksual. Salah satu penyebabnya adalah banyaknya situs porno yang merajalela di dunia maya. Sehingga berimbas pada kasus kekerasan seksual terhadap anak yang mengalami peningkatan signifikan dalam beberapa tahun terakhir. Apakah penerbit tidak menyadari bahaya dibalik penerbitan buku yang menyedihkan tersebut!
Ingat, konten pornografi di internet yang sebagian memperlihatkan adegan kekerasan akan dicontoh oleh anak-anak dan dipraktekkan antara sesamanya. Termasuk mempraktekkan aksi pornografi yang dilakukan secara berkelompok. Lalu buku tersebut terbit, apakah penerbit ingin melestarikan tradisi kepornoan yang ingin merusak negeri ini?
Orang tua mana yang tidak pedih ketika melihat anak kesayangannya dicekam kecanduan akibat dampak pornografi. Hendaknya para orang tua harus mengenalkan konten tayangan yang ditonton, permainan, bacaan, internet dan memastikan anak-anak tidak mengakses pornografi di komputer rumah dan ponsel. Mereka juga harus mampu mengontrol dengan baik apa yang anak-anak lihat.
Dalam prinsip kapitalisme dan demokrasi yang digembar-gemborkan Barat, pornografi merambah perkotaan, daerah pedesaan dan metropolitan, anak-anak yang dieksploitasi secara seksual sebagai ladang bisnis melalui tayangan-tayangan. Hal ini sangat sadis, kejam, jelek. Saat anak kecanduan pornografi maka terancam menjadi proses akil baligh sebelum waktunya dan menirukannya. Ini akan merusak hormonal anak, anak dipaksa untuk menjalani proses akil baligh sebelum waktunya. Selain itu, mereka juga cenderung akan menirukan apa yang dia lihat.
Kepada para orang tua, saatnya semakin memperhatikan anak-anak, terutama buah hati anda. Berikutnya adalah peringatan kepada pemerintah, budaya masyarakat yang rusak merupakan akibat keteledoran negara membiarkan virus kebebasan merajalela. Kebebasan yang kebablasan dari cara hidup liberal telah menghalalkan berbagai sarana pemuasan nafsu, tanpa memandang lagi akibat yang ditimbulkan. Negara membiarkan masyarakat berhadapan dengan serbuan pornografi dari berbagai media massa, terutama internet. Alasannya negara tidak mampu mengontrol semua situs yang beredar. Budaya kepornoan marak dan bahkan dipromosikan dalam negara liberal dan kapitalis di bawah premis kebebasan berekspresi. Oleh karena itu, yang layak dipersalahkan atas masalah masyarakat akibat penerapan demokrasi dan liberalisme adalah nilai-nilai, keyakinan-keyakinan dan sistem hidupnya.[]