Meskipun telah bertahun-tahun kecaman terbuka dilontarkan Barat terhadap kebrutalan dan tirani rezim Bashar al-Assad, namun dalam realitanya kekuatan Barat sebenarnya mendukung rezim Assad melawan kelompok perlawanan Islam di Suriah. Hal itu tampak dari perubahan terminologi yang digunakan oleh PBB yang menegaskan atas sikapnya tersebut.
Menurut kantor berita Reuters: “PBB tidak lagi menggunakan istilah “transisi politik” untuk menggambarkan tujuan dari pembicaraan damai Suriah pekan depan, dalam mengistimewakan para pimpinan negosiator perwakilan dari Presiden Bashar al-Assad”
Mengingat “transisi politik” adalah istilah yang dipahami oleh kelompok oposisi untuk mengisolasi Presiden Assad atau setidaknya menghilangkan kekuasaan darinya. Namun, pemerintahannya menolak usulan apapun dalam perundingan, dan dalam pembicaraan damai sebelumnya di Jenewa, di mana para negosiator berusaha untuk terus mengelak atas tuntutan-tuntutan ini.
Sebenarnya, Assad tidak menimbulkan ancaman terhadap kepentingan Barat atau negara-negara Barat. Meskipun Barat beretorika tentang kebebasan dan demokrasi, namun mereka tidak peduli dengan kediktatoran dan pembalasan dendamnya di Suriah. Kelompok perlawanan Islam di Suriah lah yang merupakan ancaman langsung terhadap tatanan dunia yang diciptakan oleh Barat setelah jatuhnya kekhilafahan terakhir Utsmaniyah setelah Perang Dunia Pertama. Akan tetapi, dengan janji Allah SWT, meskipun ada penentangan dari kekuatan Barat dan rekan-rekannya, kaum Muslim akan berhasil mendirikan negaranya sendiri, yaitu Khilafah Rasyidah ‘ala minhājin nubuwah (kantor berita HT, 21/2/2017).