Adkerson menyatakan Freeport keberatan terhadap enam hal dalam Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2017.
Pada 12 Januari 2017, pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) no. 1/2017 tentang tentang perubahan keempat atas PP No. 23/2014 tentang pelaksanaan kegiatan usaha pertambangan mineral dan batubara. PP ini merupakan peraturan pelaksanaan dari UU No. 4 tahu 2009 tentang Minerba.
Berikutnya diterbitkan peraturan turunannya, di antaranya Peraturan Menteri ESDM no. 5/2017 dan no. 6/2017. Berdasarkan berbagai peraturan itu, maka sejak 12 Januari 2017 perusahaan tambang wajib mengolah dan memurnikan mineral di dalam negeri dan tidak boleh lagi mengekspor konsentrat, kecuali jika memenuhi: (1) mengubah Kontrak Karya (KK) menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK); (2) Perusahaan harus berkomitmen menyelesaikan pembangunan tempat pemurnian dan pengolahan (smelter) dalam 5 tahun. Progres pembangunan itu akan diverifikasi oleh verifikator independen tiap 6 bulan. Jika tidak memenuhi kemajuan pembangunan melter sesuai aturan maka izin rekomendasi eksport bisa dicabut; (3) Perusahaan harus mendivestasi (menjual) saham 51 persen dalam 10 tahun; (4) Perusahaan membayar bea keluar maksimal 10 persen.
Arogan dan Bandel
Dengan semua aturan itu, dua perusahaan tambang pemegang Kontrak Karya (KK) yaitu PT Freeport Indonesia (PTFI) dan PT Amman Mineral Nusa Tenggara (AMNT)–dulunya Newmont Nusa Tenggara, berubah setelah Medco menguasai mayoritas sahamnya—tidak bisa lagi mengekspor konsentrat karena harus memenuhi syarat-syarat yang disebutkan sebelumnya.
Karena itu PT Amman Mineral Nusa Tenggara (AMNT) telah meminta pemerintah mengubah perjanjian Kontrak Karya menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK). PT AMNT telah mendapatkan SK IUPK Nomor 414 K/30/MEM/2017 tanggal 10 Februari 2017.
Berikutya PT AMNT telah mengajukan permohonan rekomendasi ekspor No 251/PD-RM/AMNT/II/2017 disertai pernyataan komitmen membangun smelter. Atas dasar itu Dirjen Minerba telah menerbitkan rekomendasi ekspor pada Jumat 17 Februati 2017. Pemerintah memberikan kuota ekspor bagi AMNT sebesar 675 ribu WMT konsentrat tembaga berdasarkan Surat Persetujuan Nomor 353/30/DJB/2017 tanggal 17 Februari 2017. Izin ekspor ini berlaku sejak 17 Februari 2017 hingga 16 Februari 2018.
Sedangkan PTFI awalnya pada 15 Januari 2017 mengajukan diri mengubah status dari KK menjadi IUPK Operasi Produksi (OP). Namun, PTFI meminta beberapa syarat di antaranya: PTFI meminta kepastian perpanjangan operasi hingga tahun 2041 dan perpajakan tetap atau nail down; PTFI pun menolak mengikuti ketentuan fiskal yang berlaku yang bisa berubah (prevailing).
Pemerintah pun telah menerbitkan IUPK untuk PTFI dengan SK IUPK Nomor 413 K/30/MEM/2017 tanggal 10 Februari 2017. Berikutnya, PTFI mengajukan perpanjangan rekomendasi ekspor konsentrat pada 16 Februari 2017. Sesuai izin IUPK yang telah diberikan, diterbitkan izin rekomendasi ekspor dengan Surat Persetujuan No. 352/30/DJB/2017 tanggal 17 Februari 2017, berlaku hingga 16 Februari 2018. Volume ekspor yang diberikan untuk Freeport adalah sebesar 1.113.105 Wet Metric Ton (WMT) konsentrat tembaga. (CNN Indonesia, 17/2). Namun, PTFI mengabaikan rekomendasi ekspor itu. PTFI belum mengajukan Surat Persetujuan Ekspor (SPE) kepada Kementerian Perdagangan.
Belakangan Freeport McMoran sebagai induk PTFI menolak perubahan status KK menjadi IUPK. Penolakan itu disampaikan langsung oleh CEO Freeport McMoran Inc, Richard Adkerson yang datang langsung dari Amerika Serikat. Adkerson secara tegas menyatakan sikapnya untuk tidak mengubah status kontrak PTFI dari Kontrak Karya (KK) menjadi IUPK berdasarkan implementasi dari PP Nomor 1 Tahun 2017.
Sikap ini bisa dianggap menganulir surat pengajuan yang telah disampaikan PTFI pada 15 Februari yang diberikan kepada pemerintah oleh Presdir PTFI Chappy Hakim. Boleh jadi itulah sebab sebenarnya dari pengunduran diri (atau mungkin sebenarnya pemberhentian) Chappy Hakim dari posisi Presdir PTFI beberapa waktu lalu.
Adkerson menyatakan Freeport keberatan terhadap enam hal dalam PP nomor 1 Tahun 2017. Freeport keberatan: 1) Harus mendivestasi saham sampai 51 persen secara bertahap. 2) Jangka waktu permohonan perpanjangan untuk izin usaha pertambangan (IUP) dan izin usaha pertambangan khusus (IUPK), paling cepat lima tahun sebelum berakhirnya jangka waktu izin usaha. Dalam KK bisa diajukan 10 tahun sebelum berakhir. 3) Pemerintah mengatur tentang harga patokan penjualan mineral dan batubara. 4) Kewajiban pemegang KK mengubah izinnya menjadi IUPK OP. 5) dihapusnya ketentuan bahwa pemegang KK yang telah melakukan pemurnian dapat melakukan penjualan hasil pengolahan dalam jumlah dan waktu tertentu. 6) terkait pengaturan lebih lanjut tatacara pelaksanaan peningkatan nilai tambah dan penjualan mineral logam. [] YA-LS
Dikutip dari Tabloid Mediaumat edisi 192