Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) menyesalkan adanya kelompok tertentu melakukan ‘pencekalan’ penyelenggaraan Masirah Panji Rasulullah SAW di Surabaya pagi tadi.
“Itu tentu saja sangat disesalkan. Kita melihat tidak ada satu alasan pun yang bisa diterima untuk pencekalan itu. Lagipula atas hak apa kelompok tersebut melarang kegiatan Hizbut Tahrir? Aparat keamanan saja tidak melarang. Ini menurut saya preseden yang kurang bagus. Ada organisasi yang bertindak melebihi kewenangan aparat. Dan kita menyesalkan juga aparat yang seolah-olah seperti membiarkan, tidak melindungi,” ungkap Juru Bicara HTI Muhammad Ismail Yusanto kepada mediaumat.com, Ahad, 2 April 2017.
Menurut Ismail, sebagai bagian dari masyarakat, anggota Hizbut Tahrir Surabaya dan Jawa Timur mempunyai hak untuk menyelenggarakan kegiatan. Dan menjadi kewajiban aparat untuk melindungi, apalagi kegiatan itu dilaksanakan sesuai dengan prosuder yang ada. Apalagi itu hanya tabligh akbar dan pawai. Tidak ada sesuatu yang aneh.
Ismail mengaku tidak tahu mengapa kelompok tersebut melakukan itu, karena tidak ada kejelasan mengapa mereka bertindak seperti itu. Kalau dianggap bahwa Hizbut Tahrir itu organisasi ilegal, tidak. Karena Hizbut Tahrir legal, resmi, organisasi yang berbadan hukum perkumpulan. Dan pencekalan itu hanya terjadi di sana saja. Di tempat lain, hari ini, ada acara serupa di lima kota besar lainnya, berjalan dengan baik.
“Kalau karena Hizbut Tahrir anarkis, enggak. Publik bisa lihat tidak ada satu pun kegiatan Hizbut Tahrir yang dilakukan tidak dengan damai, tidak pernah dengan kekerasan, termasuk kegiatan hari ini,” paparnya.
Apalagi kegiatan ini terkait dengan peringatan Isra Mi’raj. Itu kan satu peristiwa penting ketika Rasulullah SAW di-Isra-kan dari Mekkah ke Masjidil Aqsha, lalu diangkat ke Sidratul Muntaha. Dalam perjalanan Isra Mi’raj 27 Rajab dua tahun sebelum Hijrah itu banyak sekali pertanda atau perlambang tentang bagaimana Rasulullah SAW memimpin para nabi, Allah SWT juga memperlihatkan sebaran dakwah dan jangkauan kekuasaan Rasulullah SAW dan lain sebagainya.
“Jadi, tentu saja ada dimensi politik di situ, yang penting untuk kita lihat dan cermati, bukan hanya tentang kewajiban shalat saja,” tegasnya.
Dan benar saja, dua tahun setelah Isra Mi’raj, Rasulullah SAW berkuasa di Madinah. Jangkauan dakwah dan kekuasaannya terus meluas sesuai dengan yang diperlihatkan dalam Isra Mi’raj. Beliau wafat, lalu diganti oleh khalifah (pengganti) Nabi Muhammad SAW sebagai kepala negara, yakni para khalifah rasyidah, kemudian diteruskan oleh khalifah-khalifah berikutnya. Hingga pada 28 Rajab 1342 H, Khilafah Utsmani diruntuhkan oleh Kemal Pasha Atturk.
“Maka di bulan Rajab ini kita sekaligus juga, bukan memperingati keruntuhan khilafah, tetapi mengingatkan umat terhadap momen ini. Momen yang penting dan tentu saja sangat menyedihkan karena keruntuhan khilafah itu menyebabkan dunia Islam tidak lagi mempunyai pelindung. Tidak ada lagi yang mempersatukan,” ungkapnya.
Makanya, menurut Ismail, sangat aneh mengapa ada kelompok Islam yang tidak menyukai acara keislaman semacam itu. Nah, ini dia. Di saat yang sama, kegiatan orang-orang kafir dilindungi. Natal dijaga, gereja dijaga, kegiatan sesama Muslim malah diganggu. “Karena itu kita menyesalkan dan berharap tidak akan terjadi lagi ‘pencekalan’ semacam itu di masa yang akan datang,” pungkasnya.(mediaumat.com, 2/4/2017)