Video ‘Video Kampanye Ahok-Djarot- Pastikan Pancasila Hadir di Jakarta’ yang kini tengah beredar viral, menurut Juru Bicara Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) Muhammad Ismail Yusanto harus dihentikan. “Video tersebut sangat berbahaya dan sangat merusak. Video itu menimbulkan stigmatisasi negatif terhadap Islam,” tegasnya kepada mediaumat.com, Senin, 10 April 2017.
Untuk mendukung argumennya, Ismail pun menyebutkan empat alasan. Pertama, Islam digambarkan secara negatif dengan istilah “Islam kanan” atau “Islam radikal”. Penggambaran adanya Islam kanan atau Islam radikal yang anti keragaman dan kebhinekaan, bahkan dalam video tersebut digambarkan dengan anti Cina, itu sebuah kesalahan. Karena klasifikasi atau kategorisasi Islam kanan itu kategorisasi lama yang penuh nuansa adudomba.
“Nah, amat jelas sekali dalam video itu nuansa adudomba. Di situ digambarkan Islam berwajah garang dan divisualisasikan anti Cina,” bebernya.
Kedua, dalam video tersebut digambarkan pula bahwa Islam seperti itu akan terjadi bila pasangan nomor tiga menang.
“Saya tidak dalam posisi politik membela pasangan calon nomor tiga tapi video itu telah menggambarkan sedemikian rupa. Seolah-olah dari pasangan nomor tiga akan terlahir Islam kanan atau radikal itu,” ulasnya.
Ketiga, dalam video tersebut juga seolah-olah menggambarkan bahwa pasangan nomor dua, akan menjadi penyelamat. Dalam video tersebut dikatakan Pancasila akan hadir di Jakarta. Padahal kenyataannya tidak demikian.
“Kenyataan kekisruhan muncul dari pasangan nomor dua. Penistaan Al-Qur’an dilakukan pasangan nomor dua. Dari penistaan tersebut timbul reaksi dari umat, serta yang lebih parahnya nampak sekali bahwa aparat dan birokrat membela pasangan nomor dua,” kata Ismail.
Keempat, kalau pesan stigma negatif terhadap Islam terus dibiarkan bahkan divisualisasikan pula dalam video itu tentu saja berpotensi, bahkan sekarang sudah terjadi, perpecahan. Jadi alih-alih seperti yang diklaim dalam video itu, kalau pasangan nomor dua memimpin akan mewujudkan persatuan, faktanya sekarang belum lagi memimpin sudah menimbulkan perpecahan. Dan video itu semakin memperuncing perpecahan.
Oleh karena itu, video ini harus dihentikan. Dan yang paling penting, stigmatisasi terhadap Islam dengan sebutan Islam kanan atau radikal tidak boleh dilanjutkan. “Sebab kalau dilanjutkan, kita akan kembali ke belakang, masyarakat selalu dihantui dengan istilah-istilah ekstrim kanan, Islam kanan, Islam radikal, Islam fundamentalis. Sementara di saat yang sama tidak pernah ada penjelasan yang obyektif dengan semua stigma tersebut,” ujarnya.
Menurut Ismail, semua tahu, sebagai seorang Muslim, umat harus berpegang teguh kepada Al-Qur’an dan Sunnah tetapi apa jadinya kalau di tengah masyarakat justru yang dikembangkan adalah stigma-stigma. “Itu merupakan situasi yang sangat buruk dan menakut-nakuti masyarakat untuk berpegang pada Islam secara sungguh-sungguh karena takut dicap dengan berbagai stigma tersebut,” pungkasnya. (mediaumat.com, 10/4/2017)