Masirah Panji Rasulullah SAW (Mapara) yang diselenggarakan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) selama April di 36 kota besar Indonesia menarik perhatian para ulama. Apalagi adanya kelompok tertentu yang berupaya menggagalkan kegiatan tersebut dengan alasan Khilafah yang diusung HTI mengancam NKRI. Maka sekitar 45 ulama Ahlul Sunnah Wal Jamaah (Aswaja) berkumpul untuk mengkaji dan mengambil sikap.
“Setelah kami mengkaji secara seksama pemikiran HTI dan mencermati aktifitas HTI, kami menyatakan bahwa: HTI adalah jam’iyyah yang seperti kita, bagian dari kita, dan golongan kita,” ungkap Pengasuh PP Nurul Ulum Jember KH Abdullah membacakan hasil kajian di hadapan sekitar 45 ulama Aswaja Jawa Timur yang berkumpul di kediamannya, Ahad (16/4/2017) di PP Nurul Ulum, Jember, Jawa Timur.
Mereka menegaskan HTI adalah jam’iyyah Aswaja, yang berkarakter sebagaimana yang digariskan oleh ulama-ulama muktabar Aswaja. HTI bukan wahabi, dan bukan jam’iyyah takfiriyah, yang gampang mengkafirkan atau menyesatkan umat Islam.
“Kami menyatakan bahwa: Khilafah adalah bagian dari ajaran Islam, bagian dari syariah Islam. Ulama-ulama kita, ahlus sunah wal jama’ah dari empat madzhab, Hanafi, Maliki, SyafiI dan Hambali menegaskan wajibnya nasbul khalifah,” tegasnya.
Abdullah pun menyatakan Al Imam al Hafidz Abu Zakaria an Nawawiy al asyari asy syafiI dalam syarah shahih Muslim menegaskan: “Dan mereka (kaum Muslimin) telah ijma’ bahwa mengangkat khalifah itu wajib atas kaum Muslimin; kewajiban tersebut berdasarkan syara’ bukan akal.”
Ia juga mengutip pernyataan Imam Ala’uddin al Kassani (faqih min fuqaha’ al Hanafiyyah) yang menegaskan dalam kitab Badai’ush-shanai’I fii tartibisy- syarai’i bahwa: “Sesungguhnya mengangkat Imam yang agung (yakni, khalifah) adalah fardhu tanpa adanya perbedaan diantara ahlul haq.”
“Inilah penegasan ulama-ulama kita, ahlus sunnah wal jamaah, tentang wajibnya mengangkat khilafah!” tegas Abdullah.
Menurut mereka, ajakan HTI untuk mengembalikan khilafah adalah ajakan untuk melaksanakan kewajiban tersebut, tidak lebih. Ajakan menegakkan khilafah adalah bagian dari dakwah Islam, sebagaimana ajakan untuk melaksanakan shalat, zakat, puasa, haji dll.
“Allah SWT mewajibkan kita semua untuk berdakwah, mengajak, menyampaikan dan menjelaskan. Dan itu pula yang dilakukan HTI. Adapun diterima atau tidak sepenuhnya kembali pada umat Islam yang merupakan umat mayoritas di negeri yang kita cintai,” beber Abdullah.
Ia juga membacakan kesimpulan bahwa, “HTI adalah bagian dari umat Islam di negeri kita, sikap keras HTI terhadap separatisme menegaskan kecintaan HTI, dan komitmen HTI untuk menjaga keutuhan negeri ini.”
Ajakan dan dakwah untuk mengembalikan khilafah di tengah-tengah umat adalah merupakan ajakan dan dakwah untuk melaksanakan kwajiban syar’i, tidak lebih. “Maka ajakan dan dakwah tersebut tidak boleh dikait-kaitkan dengan NKRI, tidak ada hubungannya dengan NKRI, dan tidak dimaksudkan untuk menghancurkan NKRI,” pungkasnya.
Pernyataan sikap tersebut ditandatangani oleh 45 ulama yang hadir, di antaranya adalah: KH Asrofi (Pengasuh PP Darun Najah Genteng, Banyuwangi); KH Amroni (Pengasuh PP Al Amri Kyai Sekar, Leces, Probolinggo); KH Farid Makruf MA (Pengasuh PP Al Mimbar Jombang); Kyai Hisyam Hidayat (Pengasuh PP Tahfidzul Qur’an Al Ihsan Nganjuk); KH Tamaji (PP Darussalam Mojokerto); Ustadz Nasrudin (PP Al Ikhlash Candi Sidoarjo); Kyai Bahron Kamal (Pengasuh Majlis Taklim dan Pesantren Terbuka Al-Ulya Malang); KH Fathullah (Pengasuh Madrasah Inayatul Ihsan Bondowoso) dan Kyai Abd Qadir Jailani (PP Riyadus Sholihin Dasuk Sumenep). (mediaumat.com, 18/4/2017)