Ustadz Ismail Yusanto: Dakwah Kok Dituduh Makar?


Sepanjang bulan Rajab lalu, HTI menyelenggarakan sebuah agenda besar yang bertajuk Masirah Panji Rasulullah (Mapara). Acara ini diselenggarakan secara nasional di 36 kota dengan melibatkan ratusan ribu masyarakat dari berbagai daerah; dari Aceh hingga Papua.
Apa sebetulnya latar belakang dan tujuan dari penyelenggara Mapara ini? Apa pula kendalanya? Apakah penyelenggaran Mapara ini sukses?

Itulah di antara beberapa pertanyaan Redaksi kepada Ustadz M. Ismail Yusanto, Juru Biacara HTI. Berikut hasil wawancaranya.

 

Selama bulan Rajab lalu, HTI mengadakan kegiatan dan kampanye Masirah Panji Rasulullah (Mapara). Apa saja bentuk kegiatannya. Sejauh mana keberhasilan rangkaian kegiatan itu?

Alhamdulillah, acara Masirah Panji Rasulullah (Mapara) yang diadakan oleh Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) di 36 kota besar di seluruh Indonesia di sepanjang bulan April 2017, bertepatan dengan bulan Rajab 1438 H lalu,  secara umum  berjalan dengan baik, aman dan tertib. Di beberapa kota, karena kendala teknis-administratif dan keamanan, kegiatan Mapara ada yang terpaksa dialihkan tempatnya, ditunda atau dikurangi ragam kegiatannya. Namun, itu semua tidak mengurangi kesuksesan pelaksanaan Mapara secara keseluruhan, baik dari sisi acaranya, pesan yang hendak disampaikan kepada masyarakat maupun respon masyarakat itu sendiri.

Mapara, selain dilakukan dalam bentuk masirah (longmarch atau pawai) dan tablig akbar, juga dilakukan dalam bentuk dialog melalui sebuah acara yang diberi nama International/Indonesia Khilafah Forum. Forum ini merupakan sarana pertemuan antara keluarga besar HTI dengan tokoh masyarakat dari berbagai kalangan. Tujuannya untuk membangun kesamaan persepsi tentang pentingnya membangkitkan umat. Forum ini juga demi mewujudkan upaya bersama bagi perubahan menuju kehidupan islami dan persatuan umat yang disimbolisasikan oleh tegak berkibarnya kembali Panji Rasulullah, Panji Islam.

 

Apa sebenarnya yang HTI inginkan dari Mapara ini? 

 Mapara diselenggarakan oleh HTI sebagai medium untuk lebih mengenalkan simbol-simbol Islam, dalam hal ini al Liwa dan ar-Raya atau Panji Rasulullah, bersama dengan ide besar syariah dan khilafah, karena antara al Liwa dan ar Raya dengan syariah dan khilafah tidaklah dapat dipisahkan. Al Liwa dan ar Raya di masa lalu menjadi simbol keberadaan atau eksistensi khilafah dan persatuan umat.   Tujuanya, agar simbol-simbol dan ide-ide utama itu semakin dikenal secara luas oleh masyarakat, selanjutnya bisa dipahami, diterima dan diamalkan serta diperjuangkan sebagai jalan kebangkitan umat menuju terwujudnya Islam rahmatan lilalamin.

 

Tentang panji Rasulullah ar-Rayah dan al-Liwa’, ada yang mempersoalkan bahkan menuduhnya sebagai imajinasi HTI. Bagaimana tanggapan Ustadz?

Memang ada hadis terkait al-Liwa dan ar-Rayah, seperti hadis riwayat Ahmad dan Thabrani, yang dipersoalkan oleh para ulama. Namun, hadis tentang al-Liwa dan ar-Rayah bukan hanya itu. Banyak hadis lain yang derajatnya sahih. Misalnya hadis Imam at-Tirmidzi, Nasa’i dari Jabir; juga diriwayatkan oleh Abu Dawud, Ibnu Majah, Ibnu Hibban, Baihaqi, ath-Thabarani, Ibnu Abi Syaibah dan Abu Ya’la. Hadis itu semua sahih. Hadis-hadis tersebut diriwayatkan dalam banyak kitab hadis seperti Kanz al-Ummâl, Majma’ al-Zawâ’id, Fath al-Bari li Ibni Hajar, Tuhfah al-Ahwadzi, Umdah al-Qâri dan Faydh al-Qadîr, yang rata-rata berujung pada rawi sahabat bernama Jabir dan Ibnu Abbas ra.

Selain itu, juga ada lagi hadis bahwa Nabi saw. pernah bersabda pada Perang Khaibar, “Sungguh Rayah ini akan aku berikan kepada seseorang yang di tangannyalah kemenangan; dia mencintai Allah dan Rasul-Nya dan dicintai oleh Allah dan Rasul-Nya.”

Hadis ini diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim, tentu saja dengan status sahih. Hadits ini juga diriwayatkan oleh Imam Ahmad, Ibnu Hiban, Baihaqi, Abu Dawud Thayalisi, Abu Ya’la, Nasa’i dan ath-Thabarani.

Jadi bagaimana bisa disebut al-Liwa’ dan ar-Rayah itu imajinasi HTI?

Ada juga yang mengidentikkan ar-Rayah dengan ISIS sehingga ditakutkan kampanye ini akan menyuburkan ISIS di negeri ini. Bagaimana Ustadz?

Justru hal itu yang hendak kita tepis. Al-Liwa’ dan ar-Rayah bukanlah simbol, lambang atau bendera sebuah kelompok; tetapi ini simbol, lambang, bendera atau panji milik kaum Muslim seluruh dunia. Bentuknya pun berbeda dengan yang sering dianggap sebagai bendera ISIS.

Memang, oleh karena berbagai sebab, telah terbentuk satu opini di tengah masyarakat, bahwa bendera seperti itu adalah bendera ISIS yang sudah terlanjur mendapat penilaian buruk dari masyarakat. Akibatnya, benderanya pun ikut mendapatkan penilaian buruk. Ada rasa takut dan ngeri tiap kali melihat bendera hitam ISIS.

Lepas dari ISIS-nya yang memang kontroversial, timbulnya rasa ngeri, takut atau apapun namanya tiap melihat bendera ISIS, dan yang membawanya langsung dicap teroris, itu jelas sebuah kekeliruan besar. Bagaimana mungkin kita umat Islam takut dengan bendera tauhid?

Lalu apa pentingnya kampanye tentang Panji Rasulullah itu untuk dilakukan saat ini?

Salah satu persoalan besar yang dihadapi oleh umat Islam dewasa ini adalah rendahnya pemahaman atau pengetahuan umat akan Islam. Hal ini membuat terdapat jarak sangat lebar antara Islam di satu sisi dan umat di sisi lain. Akibatnya, tidak sedikit umat Islam yang tidak mengenal, tidak paham bahkan merasa asing terhadap ajaran agamanya sendiri. Salah satunya  terhadap simbol-simbol Islam seperti al-Liwa’ dan ar-Rayah.

Rendahnya pemahaman umat akan ajaran Islam tentu berdampak sangat serius. Bagaimana umat akan mengamalkan ajaran agamanya bila ia sendiri tidak paham? Bagaimana kerahmatan Islam akan bisa dirasakan bila ajarannya tidak diamalkan? Bagaimana pula umat bisa diharap untuk berjuang bersama bila mereka tak paham apa yang harus diperjuangkan? Alih-alih mau berjuang bersama, yang terjadi sikap umat justru kebalik-balik. Terhadap hal yang mestinya dijauhi malah didekati. Mestinya ditinggalkan, malah dikerjakan. Mestinya dibela, malah dicerca. Mestinya dicinta, termasuk terhadap Panji Rasulullah, malah dihina, dan seterusnya.  Alhasil, keterikatan pada ajaran Islam justru dianggap sebagai faktor negatif.

Karena itu kampanye tentang panji Rasulullah al-Liwa’ dan ar-Rayah  itu penting dilakukan untuk mengenalkan keduanya dengan segala substansinya kepada publik. Dengan begitu masyarakat tidak mudah terpengaruh dengan propaganda buruk yang mengatakan bahwa itu adalah simbol dari kelompok teroris. Selanjutnya, umat diharap menjadi berani menghadapi setiap makar yang dilakukan oleh musuh-musuh Islam yang tak henti berusaha melenyapkan atau mencitraburukkan simbol-simbol itu dengan segenap spirit perjuangannya dari hadapan umat.

Apa poin-poin penting capaian dari rangkaian kegiatan Mapara yang sudah diselenggarakan itu?

Pertama: Penting untuk ditegaskan bahwa acara ini, juga acara-acara serupa di masa mendatang, sebagaimana terhadap ratusan bahkan ribuan kegiatan yang telah pernah diselenggarakan oleh HTI sebelumnya, merupakan bagian dari ekspresi dan aspirasi umat Islam dalam dakwahnya yang dijamin oleh peraturan perundangan yang ada.

Kedua: Kegiatan ini sesungguhnya merupakan bentuk kontribusi HTI dalam perbaikan bangsa dan negara ini  melalui penanaman spirit tauhid pada masyarakat dan dorongan ketaatan pada hukum-hukum Allah SWT, Sang Pencipta Kita Semua. HTI memandang, berbagai persoalan yang dihadapi oleh masyarakat, bangsa dan negara ini, seperti korupsi yang makin menjadi-jadi, kerusakan moral, kriminalitas yang merajalela dimana-mana, berkembangnya ketidakadilan hukum dan ekonomi, kezaliman dan sebagainya, sesungguhnya berpangkal pada rapuhnya tauhid dan lemahnya ketaatan pada ketentuan-ketentuan Allah SWT tersebut. Oleh karena itu tidak pada tempatnya acara yang demikian mulia ini dihalangi, diganggu apalagi dilarang; atau dituding dengan berbagai macam tuduhan, seperti tuduhan makar dan tuduhan lain,  yang tidak berdasar sama sekali.

Ketiga: Penting juga ditegaskan bahwa mengamalkan syariah dalam kehidupan pribadi dan menerapkan dan memperjuangkannya dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara merupakan kewajiban setiap Muslim sebagai realisasi dari ibadah kita kepada Allah SWT.

Sebagaimana beredar di berbagai berita, ada ormas tertentu menolak bahkan menghadang kegiatan Mapara di beberapa tempat. Bagaimana menyikapi hal itu?

Kita tentu sangat menyesalkan tindakan itu. Apa yang salah dengan kegiatan Mapara ini? Ini adalah kegiatan dakwah. Masak, kegiatan dakwah dihalangi? Al-Liwa’ dan ar-Rayah yang kita bawa sesungguhnya adalah  milik mereka juga. Syariah dan Khilafah yang kita perjuangkan juga adalah bagian dari ajaran Islam, agama mereka juga. Oleh karena itu, kita sangat prihatin melihat kejadian ini. Kita berharap itu semua terjadi lebih karena salah paham atau belum paham. Kita tetap memandang mereka sebagai saudara sesama Muslim. Bukan musuh. Musuh kita adalah orang-orang kafir yang menghalangi tegaknya ajaran Islam.

Ada beberapa tuduhan, di antaranya karena HTI dengan ide khilafahnya mengancam negeri ini atau bentuk makar. Bagaimana menanggapi hal itu?

Ini tuduhan tidak benar.  HTI adalah ormas legal berbadan hukum perkumpulan (BHP). Kegiatannya dakwah. Semua yang disampaikan oleh HTI tak lain adalah ajaran Islam. Bagaimana bisa, kegiatan dakwah disebut makar? Ini jelas retorika basi ala Orde Baru yang dulu acap dipakai untuk menghambat dakwah.

Ada juga yang menuduh, HTI akan mengganti UUD 1945 dan Pancasila, bahkan ada yang menuduh HTI akan mendirikan negara dalam negara?

Sekali lagi penting ditegaskan, HTI adalah kelompok dakwah. Yang disampaikan HTI baik itu syariah, khilafah, al-Liwa’ dan ar-Rayah tidak ada lain kecuali ajaran Islam. Dalam UU Ormas tentang larangan, Islam bukanlah termasuk paham yang bertentangan dengan Pancasila. Jadi, bagaimana bisa dikatakan kegiatan HTI bertentangan dengan Pancasila? Lalu mengenai perubahan UUD 45, di dalam UUD 45 itu sendiri terdapat ketentuan yang memungkinkan terjadinya perubahan. Faktanya, UUD 45 memang sudah berulang berubah. Bahkan sekarang sedang disiapkan perubahan (amandemen) kelima. Jadi siapa sebenarnya yang mengubah UUD 45? Mengapa HTI yang dipersalahkan?

Tudingan lain, HTI dengan khilafahnya akan memecah-belah Indonesia?

Salah satu substansi penting dari khilafah adalah persaudaraan (ukhuwah) yang diwujudkan dengan persatuan. Bagi HTI, persatuan itu penting sekali karena dengan persatuan kita menjadi kuat. Jadi, sangat tidak mungkin HTI dengan ide khilafahnya itu menghendaki perpecahan bangsa. Bila persatuan itu wajib, maka berpecah-belah itu haram. HTI tentu tidak ingin negara ini terpecah-belah. Karena itulah HTI dengan tegas menolak referendum di Timor Timur dulu, karena hal itu ditengarai bakal menjadi jalan separatisme. Ternyata betul. Pasca referendum Timor Timur lepas.

 Substansi lain dari Khilafah adalah syariah. Syariah mengajarkan kepada kita secara detil tentang bagaimana menghadapi keberagaman. Jadi bagaimana bisa HTI dituding anti keragaman. Justru Khilafahlah yang telah membuktikan kemampuannya mengatur masyarakat heterogen berbilang abad lamanya.

Kalau terkait tuduhan bahwa ide khilafah akan menimbulkan konflik seperti Suriah? 

Ingat, Suriah menjadi seperti sekarang ini bukan karena Khilafah, juga bukan karena Islam, tetapi karena adanya tangan-tangan kotor pihak asing yang turut campur dalam urusan dalam negeri Suriah. Ketika sebagian besar rakyatnya ingin Bashar Assad yang sangat represif, zalim dan kejam mundur, pihak asing itu justru membela dia. Jadilah konflik berkepanjangan hingga sekarang. Pernyataan bahwa Khilafah akan membawa negeri ini seperti Suriah adalah propaganda jahat yang dilakukan oleh orang-orang yang tidak ingin Islam berjaya karena khawatir kepentingan politik dan ekonominya terganggu.

Di beberapa tempat HTI, dituding anti Aswaja, anti tahlilan dan takfiri. Benarkah? 

Jelas tidak benar itu. Orang yang paham HTI pasti akan mengatakan gerakan ini adalah bagian dari Aswaja. Bagaimana mungkin HTI akan melarang tahlilan sedang inti dari tahlilan adalah mengucap kalimah tauhid dan doa? Tak pernah juga HTI mengafirkan pihak lain karena tujuan HTI justru ingin mengislamkan orang kafir. Boleh buktikan, kapan dan di mana, HTI pernah mengafirkan orang Islam atau melarang tahlilan dan sebagainya. Tidak ada.

Lantas, mengapa muncul tudingan-tudingan itu?

Tidak tahu saya. Kemarin-kemarin tidak pernah ada yang beginian. Dugaan saya, ada yang salah paham atau ada pihak-pihak tertentu yang sengaja mengompori dan mengadu domba antara HTI dan ormas atau kelompok Islam lain. Kemungkinan yang terakhir, kita mendapatkan informasi valid dari pihak-pihak yang kompeten. Ini patut disayangkan bila sesama kita dengan mudah diadu domba. Jangan mau lah. Kan kita bukan domba….

Apa pentingnya seruan penerapan syariah dan penegakan Khilafah bagi negeri ini?

HTI melakukan ini semua karena ini adalah kewajiban, yang oleh para ulama bahkan disebut sebagai tâj al-furûdh (mahkota kewajiban). Dengan tegaknya syariah dan Khilafah akan banyak sekali kewajiban-kewajban lain yang bisa ditunaikan. Lagipula, syariah dan Khilafah sesungguhnya adalah solusi atas berbagai persoalan yang tengah dihadapi oleh negara ini dan negeri-negeri Muslim lain. Inilah pentingnya seruan syariah dan Khilafah bagi negeri ini. Kemana lagi kita berharap setelah sosialisme tumbang dan kapitalisme makin loyo, bila tidak pada Islam? Hanya dengan Islam negeri ini bisa menjadi baldatun thayyiban wa rabbun ghafur.

Apa harapan dan yang harus dilakukan ke depan?

Harapannya, umat makin memahami Islam sehingga terdorong mengamalkan dan memperjuangkannya, hingga ajaran Islam benar-benar bisa tegak dan memberikan rahmat bagi sekalian alam (rahmatan lil ‘alamin). Untuk itu, dakwah harus terus digencarkan, dan semua komponen umat yang terlibat harus bahu membahu, saling mendukung, bukan saling menyerimpung. Sudah sangat berat tantangan lawan di luar sana, jangan pula ditambah dengan kesalahanpahaman di antara kita. Bila kita istiqamah dalam dakwah dan bergerak dengan semangat ukhuwah, insya Allah cita-cita tegaknya kembali ‘izzul Islam wal muslimin akan segera bisa terwujud. []

 

 

 

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*