Walau Tanpa Memberikan Bunga, HTI Telah Terbukti Mencintai Negeri Ini

Adi victoriaOleh: Adi Victoria (Humas HTI Kaltim)

Bunga adalah salah satu simbol cinta. Oleh karena itu, sebagian orang menunjukkan cintanya dengan memberikan bunga kepada orang yang dicintainya, sehingga ada kalimat yang kemudian di kenal dengan “say it with flowers” yang artinya “katakana dengan bunga”.

Akhir-akhir ini kita juga melihat, bagaimana banyaknya rangkaian karangan bunga yang dikirimkan ke  beberapa pihak. Sebut saja adanya ribuan karangan bunga yang dikirimkan ke Balai Kota DKI Jakarta, yang di duga di kirim oleh para pendukung Basuki Tjahaya Purnama (Ahok) & Djarot, bahkan jumlah karangan bunga yang diterima lebih dari 4.000 buah. “Sampai pukul 14.20 WIB, karangan bunga yang kita terima sudah 4.206 buah,” kata Kepala Biro Kepala Daerah dan Kerja Sama Luar Negeri, Mawardi kepada wartawan, Jumat (Detiknews, 28/4/2017).

Tak hanya di Balai Kota DKI Jakarta, sejak tanggal 24/04/2014, Mabes Polri juga mendapatkan kiriman bunga, yang jumlahnya telah mencapai 1.000 buah dan terus bertambah. “Sudah 1.101, kami lihat banyak lagi yang datang,” ujar Setyo di kompleks Mabes Polri, Kamis. (Kompas.com, 04/05/2017).

Kantor PBNU Jakarta juga tidak ketinggalan. Kantor PBNU yang berada di Jalan Kramat No. 164 itu pun mendapat kiriman bunga (duta.co,3/4/2017).

Mengekspresikan Cinta

Cinta memang memerlukan pembuktian. Bukan hanya sekedar ungkapan kata-kata, atau dengan memberikan bunga sebagai bukti cinta. Itu tidaklah cukup, perlu bukti nyata bahkan hingga sampai pada pengorbanan.

Kita tentu tidak ingin melihat orang yang kita cintai tersebut mengalami hal-hal yang tidak menyenangkan, hidup berkesusahan, sedih dan sebagainya, tentu kita tidak mau melihat yang demikian. Begitu pula sikap kita ketika kita benar-benar cinta dengan negeri yang sangat kita cintai ini yakni Indonesia.

Tentu kita tidak ingin melihat negeri ini rusak, mengalami banyak masalah sejak kemerdekaan hingga sekarang. Benar bahwa kita sudah merdeka secara fisik, namun secara politik, ekonomi, sosial, budaya dan hukum kita masih di jajah oleh negara kafir imperialis Barat, yakni Amerika dan sekutunya.

Hizbut Tahrir Indonesia sendiri, sebagai bentuk kecintaannya kepada negeri ini, sejak awal berdakwah di negeri ini sudah menunjukkan kecintaannya. Caranya? Yakni dengan menjelaskan segala kerusakan yang ada di negeri ini, seperti mengkritik pengelolaan sumber daya alam yang dikelola oleh Asing, sehingga rakyat tidak mendapatkan manfaat apa-apa. Padahal SDA yang melimpah tersebut adalah milik rakyat, yang harusnya dikelola oleh negara, kemudian hasilnya diberikan kepada rakyat, bisa dalam bentuk pelayanan publik secara murah bahkan gratis seperti pelayanan kesehatan, pendidikan dan keamanan.

Bagaimana caranya agar bisa dikelola oleh negara, tidak oleh swasta dan Asing? Maka pengelolaan SDA tersebut dikelola dengan konsep syariah Islam. Bukan dengan sistem ekonomi Kapitalis, yang memang tidak bisa menyejahterakan rakyat. Sedangkan konsep pengelolaan dengan syariah Islam sudah pernah terbukti bisa menyejahterakan rakyat.

Will Durant, dalam The Story of Civilization, vol. XIII, p 151, menggambarkan bagaimana sistem Islam yang diterapkan oleh Khalifah mampu memberikan kesejahteraan bagi umat manusia, Muslim maupun non-Muslim:

Para khalifah telah memberikan keamanan kepada manusia hingga batas yang luar biasa besarnya bagi kehidupan dan kerja keras mereka. Para khalifah itu juga telah menyediakan berbagai peluang untuk siapapun yang memerlukannya dan memberikan kesejahteraan selama berabad-abad dalam wilayah yang sangat luas. Fenomena seperti itu belum pernah tercatat (dalam sejarah) setelah zaman mereka. Kegigihan dan kerja keras mereka menjadikan pendidikan tersebar luas, hingga berbagai ilmu, sastra, filsafat dan seni mengalami kemajuan luar biasa, yang menjadikan Asia Barat sebagai bagian dunia yang paling maju peradabannya selama lima abad.”

Secara terbuka, pada tahun 2002, HTI mengadakan aksi Selamatkan Indonesia Dengan syariah di tahun 2002 dengan 15 ribu peserta yang sangat monumental. Sejak saat itu, HTI terus mengkampanyekan penerapan Syariah Islam dan penegakan Khilafah sebagai solusi untuk semua persoalan di negeri ini. Inilah bukti cinta HTI kepada Indonesia, negeri yang dimana HTI berada di dalamnya sebagai anak bangsa.

Dan tidak hanya omong doang (omdo), HTI membuktikan wacana atau gagasan penerapan syariah Islam tersebut juga dengan menyiapkan konsepnya. Bagaimana secara teknis pengelolaan syariah dalam bidang ekonomi dengan membuat kitab nidzomul iqtishadiy fil Islam (sistem ekonomi dalam Islam), dalam bidang pergaulan dengan membuat kitab nidzomul ijtima’iy fil Islam (sistem pergaulan di dalam Islam), serta kitab-kitab lainnya yang sudah disiapkan, sehingga wacana syariah Islam tersebut bukan hanya seruan kosong yang tidak jelas bagaimana penerapannya.

Pengorbanan HTI

Tidak hanya sudah jelasnya konsep syariah Islam yang ditawarkan oleh HTI kepada Indonesia. Namun juga para aktivisnya juga siap berkorban apapun untuk menunjukkan cintanya tersebut. Baik dengan pengorbanan waktu, harta, tetes keringat hingga tetes darah.

Para aktivis Hizbut Tahrir, juga manusia sebagaimana umumnya. Mereka juga memiliki keluarga, namun, sering kali mereka tidak bisa menghabiskan waktu bersama keluarganya, saat akhir pekan misalnya, saat orang-orang menghabiskan akhir pekan dengan keluarganya, para aktivis HTI menghabiskan pekan dengan melakukan aktivitas dakwah dengan melakukan kunjungan silaturrahim, atau kegiatan dakwah lainnya seperti kajian umum, diskusi, halqah dan aktivitas lainnya.

Bagaimana dengan harta, jangan ditanya. Contoh saat diadakannya acara KKI tahun 2007, sepasang aktivis HTI (suami-istri) yang berasal dari Kalimantan, sepakat menjual motor kesayangannya agar mendapatkan uang untuk membeli tiket pesawat menuju Jakarta.

Di Maluku Utara, setiap aktivis HTI di sana berusaha mengumpulkan uang, masing-masing Rp sebesar 5 juta! Pasalnya, sebesar itulah biaya transportasi yang harus ditanggung untuk mengikuti acara KKI, karena mereka harus beberapa kali ganti pesawat untuk bisa sampai ke Jakarta.

Di Gresik, Jatim, ada syabah yang sampai rela ngajar Bimbel dari siang hingga jam 10 malam untuk menutupi biaya transportasi KKI yang sebesar Rp 225.000.

Di Bogor, juga di banyak tempat lain, demi mengikuti sekaligus menyukseskan acara KKI, banyak syabab/syabah yang tiba-tiba menjadi sales ‘dadakan’. Barang dagangan berupa nasi uduk, donat, krupuk, deterjen, molto, baju layak pakai, roti, vcd, bros dan barang-barang yang layak jual mereka jual di sekitar masjid, di pinggir jalan ramai hingga ditawarkan dari pintu ke pintu.

Semua itu dilakukan agar acara yang digelar oleh HTI, bisa terlaksana dengan sukses, sehingga masyarakat semakin sadar akan pentingnya syariah dan khilafah.

Begitu juga dengan kegiatan Mapara (Masirah Panji Rasulullah) yang baru saja dilaksanakan oleh HTI di 35 kota besar di seluruh Indonesia.

Seratusan kilometer ditempuh oleh aktivis HTI untuk dapat mengikuti acara Masirah Panji Rasulullah (Mapara) Palembang. Tentu perjalanan yang sangat melelahkan.  Di tengah perjalanan ada yang terjatuh hingga berdarah di sekitar dagu, bibir, dan kaki. Luar biasa. Salah satu peserta yang jatuh itu pun mengatakan, “Aku tidak apa-apa.” Rasa sakit yang mendera itu tak dirasa demi kerinduan untuk menemui saudara dan demi mengibarkan Panji Rasulullah saw.

Bahkan ada syabah yang yang bernama Ukhti Masmu’ah, harus berpulang ke rahmatullah pada saat mengemban amanah untuk kebutuhan KKI.

Sekitar jam 19.30 malam, kecelakaan menimpa almarhumah ketika ia dalam perjalanan pulang seusai menyelesaikan amanahnya. Pengabdian dan perhatiannya begitu besar terhadap dakwah. Hari-hari semasa hidupnya dipenuhi dengan amal kebaikan dan perjuangan demi tegaknya syariah dan Khilafah. Bahkan sebelum kepergiannya, almarhumah berada dalam kebaikan amal dari pagi hingga malam. Sehabis isya menjelang kepergiannya, almarhumah mempersiapkan keperluan medis untuk perjalanan KKI, menyiapkan kebutuhan orang tua selama ditinggal KKI, juga sempat mengambil ar-Raya dan al-Liwa untuk KKI. Bahkan akhirnya ia meninggal dengan indah karena bendera ar-Raya menyelimuti tubuhnya tepat saat terjadi kecelakaan tersebut. Allahummaghfir lahâ warhamhâ wa‘fu ‘anhâ

semua itu dilakukan tidak lain adalah karena bentuk cintanya para aktivis HTI kepada Indonesia. Bersungguh-sungguh siang dan malam berdakwah, terjun ke masyarakat untuk menyampaikan syariah dan khilafah. Karena bagi Hizbut Tahrir, semua persoalan yang menimpa negeri ini, tidak lain adalah karena tidak diterapkannya syariah Islam. Sehingga, -selain karena kewajiban-, hanya syariah lah yang bisa mewujudkan negeri ini menjadi negeri yang baldatun thayyibatun wa rabbun ghafûr, yakni dengan diterapkannya syariah Islam secara kaffah, dengan tegaknya Khilafah Rasyidah ‘ala minhajin nubuwwah. Wallahu a’lam bisshowab[]

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*