Oleh: Umar Syarifudin (pengamat politik Internasional)
Sebagaimana yang dilansir dari antaranews.com (22/5/2017) Presiden Joko Widodo berharap “Arab Islamic American Summit” memiliki makna yang penting untuk mengirimkan pesan kemitraan dunia Islam dengan Amerika Serikat dan menghilangkan persepsi AS yang melihat Islam sebagai musuh. Hal ini diungkapkan Presiden saat berbicara dalam konferensi yang mempertemukan para pimpinan negara-negara Arab dan Islam dengan Presiden AS Donald Trump di King Abdul Aziz International Convention Center Riyadh, Arab Saudi, Minggu (21/5). (http://www.antaranews.com/berita/630608/jokowi-hilangkan-persepsi-islam-musuh-amerika)
Kontradiksi Antara Ujaran dengan Kenyataan
Kami mengingatkan akan firman Allah SWT: “Orang-orang yang mengambil orang-orang kafir menjadi teman-teman penolong dengan meninggalkan orang-orang mukmin. Apakah mereka mencari kekuatan di sisi orang kafir itu? Maka sesungguhnya semua kekuatan kepunyaan Allah.” (TQS. An-Nisa’ [4] : 139). Hendaknya kita menegaskan sikap pokok untuk menolak makar penjajah kafir untuk memecah belah NKRI, negeri-negeri muslim dan seluruh dunia.
Presiden Joko Widodo mengatakan “Dunia seharusnya juga sangat prihatin terhadap jatuhnya lebih banyak korban jiwa akibat konflik dan aksi terorisme di beberapa negara seperti Irak, Yaman, Suriah, Libya”. Perlu diketahui, AS bekerja di di depan dan belakang layar untuk membajak perubahan Timur Tengah dan seluruh negeri-negeri muslim ke arah klaim demokratisasi, padahal Amerikalah yang selama ini mendukung para tiran kejam di Timur Tengah.
Amerika berbicara tentang perubahan besar di wilayah negara-negara dengan mayoritas penduduk muslim tapi kemudian mengancam akan ‘mendukung’ wilayah itu dengan pinjaman dari IMF dan Bank Dunia, sesuatu yang telah menjadi bencana bagi wilayah-wilayah lain di dunia. Amerika Serikat selalu mengangkat isu ketakutan akan sektarianisme dan konflik keagamaan sementara mengabaikan kenyataan bahwa di bawah Khilafah orang-orang dari agama yang berbeda hidup berdampingan di wilayah itu dengan adil dan aman.
Pidato Jokowi mengirimkan pesan kemitraan dunia Islam dengan Amerika Serikat dan menghilangkan persepsi AS yang melihat Islam sebagai musuh. Padahal telah jelas terpapar kenyataan dengan melihat kebijakan invasi Amerika di sejumlah negara, termasuk kebijakan terhadap beberapa negeri muslim – di mana Amerika masih membom dan mempertahankan para politisi korup untuk tujuan sendiri. Termasuk atas dukungan Amerika bagi pemerintah Fasis di negeri-negeri muslim. Seluruh pemerintahan kapitalis di dunia tidak mampu mentolerir diskusi apapun tentang Islam sebagai ideologi alternatif. Demikian pula pemerintahan Amerika Serikat saat ini takut melihat meningkatnya popularitas Hizbut Tahrir dan dukungan masyarakat kepada Hizb. Ketakutan itu sampai pada taraf pemerintah AS mendayagunakan para rezim bonekanya tidak mengijinkan segala bentuk kekritisan terhadap politik mereka yang dilakukan oleh Hizbut Tahrir dan pilihan pemerintah menggunakan cara-cara represif untuk menentang Hizb dan para aktivisnya.
Presiden Jokowi seharusnya melihat solusi Amerika bagi wilayah negeri-negeri muslim sebagai ancaman – karena tindakan-tindakan barbar As terlalu vulgar dan sangat jelas, dan pasti hal itu menunjukkan siapa jati diri mereka. Inilah Amerika Serikat yang senantiasa melakukan intervensi untuk mempertahankan kontrol dan eksploitasi bagi kepentingan-kepentingannya sendiri. Tentu masyarakat harus menolak arahan Amerika dan merdeka dari campur tangan Barat yang rakus.
Apa yang diperlihatkan pidato Jokowi “Yang lebih penting lagi pertemuan ini harus mampu meningkatkan kerja sama pemberantasan terorisme dan sekaligus mengirimkan pesan perdamaian kepada dunia…”, sementara melibatkan intervensi AS dan solusi beracun AS, akan berdampak umat ini tidak lepas cekikan kaum kolonialis, serta peran untuk menjamin kelangsungan dominasi Barat yang menjadi penopang rezim-rezim boneka dan kekuasaannya.
Selanjutnya Jokowi mengungkapkan “Rasa marah dan frustasi ini dapat berakhir dengan munculnya bibit-bibit baru ektremisme dan radikalisme,“. Ini ungkapan sia-sia. Masyarakat di dunia muslim telah merasakan pemerintahan sejak penjajah dengan pasukannya keluar dari negeri-negeri muslim, namun ide, sistem, dan tsaqafahnya masih bercokol. baik totaliter militeristik maupun demokratis, sama-sama memerintah dengan hukum-hukum positif buatan manusia. sistem itu telah tampak jelas kerusakannya, dan fakta boroknya terlihat jelas. Kini umat Islam telah menyadari bahaya rezim radikal sekuler pemecah belah umat.
Satu Solusi Konkrit
Masyarakat mulai terbuka, jarum jam perubahan terus berdetak, suara-suara perlawanan terhadap imperialis semakin menggelegar. Umat telah menyatukan tujuan perubahan. Semua ini akan berjalan terus hingga terwujud perubahan yang sesungguhnya dengan berdirinya Khilafah di atas reruntuhan rezim ini. Sesungguhnya yang bisa melindungi negeri kita dari kekacauan dan keterpurukan politik ini adalah kembalinya semuanya kepada Islam dan menjadikan Islam sebagai asas pemerintahan dan kekuasaan serta membuang ketergantungan pada pengaruh kolonial dan bantuannya itu menghantarkan pada kemerdekaan.
Dengan tegaknya sistem Islam dalam bentuk Khilafah Rosyidah, setiap bentuk kezaliman akan hilang, semua hak diberikan kepada yang berhak, dan keadilan berjalan di tengah masyarakat. Begitu pula Allah SWT akan ridha kepada umat ini; dan sebaliknya kehinaan dan kerendahan akan lenyap, serta upaya makar musuh-musuh masyarakat akan lenyap.[]