Bela Islam: Tegakkan Syariah Kaffah, Rekatkan Ukhuwah Islamiyyah

[Al-Islam No. 861-20 Ramadhan 1438 H_16 Juni 2017]

Sebagaimana kita ketahui dan kita rasakan, Ramadhan tahun ini masih diliputi dengan sejumlah persoalan yang membelit Islam dan umatnya. Kondisi ini tak pernah beranjak dari tahun-tahun sebelumnya.

Persoalan Dalam Negeri

Di dalam negeri, pada Ramadhan tahun ini setidaknya ada empat hal yang menonjol yang menyelubungi Islam dan umatnya. Pertama: Kasus penistaan al-Quran oleh Ahok. Kasus ini diikuti oleh sejumlah kasus penghinaan terhadap Islam dan Rasulullah saw. dengan beragam bentuknya, khususnya lewat media sosial. Kedua: Kriminalisasi terhadap ulama yang kebetulan menjadi penggerak dari rangkaian Aksi Bela Islam (ABI) yang dipicu oleh penistaan al-Quran oleh Ahok. Ketiga: Rencana Pemerintah untuk membubarkan ormas-ormas Islam, khususnya HTI, yang dituding secara sepihak sebagai anti Pancasila dan anti kebhinekaan hanya karena HTI gencar mendakwahkan keharaman pemimpin kafir atas umat Islam. HTI pun dituding mengancam NKRI hanya karena gencar menyerukan pentingnya penguasa dan umat ini menerapkan syariah Islam secara kâffah dalam institusi Khilafah sebagai bagian dari ajaran Islam. Keempat: Sebagai dampak dari pro-kontra kasus Ahok, muncullah dua kubu yang saling berseberangan dan berseteru: pro dan anti Ahok, yang seolah-olah dianggap perseteruan kelompok moderat dan radikal. Padahal mayoritas dari dua kubu tersebut adalah umat Islam yang seharusnya merekatkan tali persaudaraan Islam atau ukhuwwah islamiyyah. Kondisi semacam ini masih terasa hingga saat ini, justru di tengah bulan suci Ramadhan ini.

Persoalan Luar Negeri

Di luar negeri persoalan umat tak kalah memilukan. Di Suriah, misalnya, umat Muslim harus terus menghadapi kekejaman rezim Bashar Assad yang berkonspirasi dengan Iran, Rusia dan Cina. Sejak Arab Spring terjadi 2011, di Suriah sudah lebih dari 500.000 orang terbunuh dan jutaan lainnya mengungsi. Tragedi di Suriah ini jelas bukan tragedi pertama yang menimpa umat Islam.

Di Palestina, kaum Muslim yang hampir 14 abad menjadi penduduknya, selama puluhan tahun harus tinggal di wilayah sempit Jalur Gaza dan Tepi Barat. Mereka hidup di bawah bayang-bayang kekejaman militer Israel yang tidak sungkan menembak mati anak kecil dan perempuan.

Di Xinjiang, Tiongkok, kaum Muslim pun mengalami penderitaan. Dalam kerusuhan tahun 2014 lalu diperkirakan sekitar 1000 warga Muslim tewas di tangan militer Tiongkok. Mereka juga tidak bebas menjalankan ibadah, bahkan sudah beberapa tahun dilarang keras mengerjakan puasa Ramadhan, termasuk pada Ramadhan tahun ini.

Kondisi memilukan juga dialami umat Muslim Rohingya. Selain terusir, mereka juga dibunuh dengan cara keji seperti dibakar hidup-hidup. Kaum Muslimahnya diperkosa oleh pasukan militer dan para biksu Budha di Myanmar.

Nasib Muslim di beberapa negara Eropa dan Amerika Serikat pun makin terancam. Gelombang opini anti-Islam semakin meningkat. Survei yang dilakukan oleh perusahaan riset asal Amerika Serikat, Pew Research, yang dirilis 11 Juli 2016 lalu, menunjukkan kebencian terhadap Islam dan kaum Muslim di beberapa negara Eropa  telah melonjak pada tahun 2016. Kebencian ini melahirkan gelombang kekerasan kepada umat Muslim. Sejumlah Muslimah diserang di sejumlah negara. Sejumlah masjid dibakar seperti di Inggris, Jerman, Bulgaria juga di Texas, AS. Beberapa negara seperti Prancis melarang pemakaian burqa di jalan-jalan oleh para Muslimah.

Semua bencana yang menimpa umat Islam di atas seolah membenarkan pernyataan Rasulullah saw. lebih dari 14 abad lalu:

« يُوشِكُ الأُمَمُ أَنْ تَدَاعَى عَلَيْكُمْ كَمَا تَدَاعَى الأَكَلَةُ إِلَى قَصْعَتِهَا »

Nyaris berbagai umat menyerang kalian seperti makanan yang disantap dari tempat sajiannya (HR Ahmad dan Abu Dawud).

Apa yang diperingatkan oleh Baginda Rasulullah saw. menjadi kenyataan pada hari ini. Umat Muslim seolah ‘disantap’ oleh para penjajah, baik dari Barat maupun Timur. Kekayaan alam umat dikuras. Perjuangan politik mereka dibelenggu. Darah mereka ditumpahkan. Tanah air mereka dirampas. Mereka sendiri terusir dari negeri mereka. Inilah realita memilukan umat Muslim saat ini.

Ironis

Semua ini tentu ironis. Ironis, karena umat Islam adalah umat terbaik (khayru ummah) (QS Ali Imran [3]: 110). Ironis, karena kondisi keterpurukan dan kekalahan umat Islam ini bertolak belakang dengan kondisi kaum Muslim generasi awal yang sama-sama melaksanakan shaum Ramadhan. Faktanya, shaum Rasulullah saw. dan para Sahabat tidak hanya memberikan kemenangan kepada diri mereka secara individual dalam melawan hawa nafsu dan setan selama bulan Ramadhan, tetapi juga memberikan kemenangan kepada kaum Muslim secara kolektif dalam melawan musuh-musuh Islam. Mereka dan generasi sesudahnya, misalnya, justru sering mencatat prestasi gemilang pada bulan Ramadhan. Beberapa peperangan yang dimenangkan kaum Muslim seperti Perang Badar, Fathu Makkah, atau Pembebasan Andalusia terjadi pada bulan Ramadhan.

Kemenangan Perang Badar telah memperkuat posisi kaum Muslim di dunia internasional saat itu, terutama di Jazirah Arab, bahwa negara baru yang dibangun kaum Muslim, Daulah Islam, adalah negara kuat yang tidak bisa disepelekan. Kondisi ini tentu memberikan rasa aman kepada seluruh warga negara Daulah Islam. Perang Badar juga secara internal telah membuat pihak-pihak di dalam negeri Daulah Islam—orang-orang Yahudi, musyrik dan munafik—takut untuk berbuat macam-macam terhadap Daulah Islam.

Melanjutkan Aksi Bela Islam

Dengan menyaksikan dan merasakan kondisi yang ironis di atas, sepantasnya segenap komponen umat Islam bangkit membela Islam dan umatnya. Karena itulah kita tentu sangat mengapresiasi serangkaian Aksi Bela Islam (ABI) oleh segenap komponen umat Islam yang terus berlangsung hingga saat ini. Aksi bela Islam ini tentu harus kita lanjutkan sebagai wujud tanggung jawab kita kepada Allah SWT.

Pembelaan terhadap Islam secara tegas diperintahkan di dalam al-Quran. Allah SWT, misalnya, berfirman:

وَلَيَنْصُرَنَّ اللَّهُ مَنْ يَنْصُرُهُ إِنَّ اللَّهَ لَقَوِيٌّ عَزِيزٌ

Sungguh Allah akan menolong orang yang membela Dia. Sungguh Allah Mahakuat lagi Mahaperkasa (TQS al-Hajj [22]: 40).

Allah SWT pun berfirman:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا إِنْ تَنْصُرُوا اللَّهَ يَنْصُرْكُمْ وَيُثَبِّتْ أَقْدَامَكُمْ

Hai orang-orang beriman, jika kalian menolong agama Allah, niscaya Dia akan menolong kalian dan mengokohkan kedudukan kalian (TQS Muhammad [47]: 7).

Imam ar-Razi menjelaskan, makna, “In tanshuru-Llah (jika kalian menolong Allah).” adalah menolong agama-Nya, memperjuangkan syariah-Nya serta membantu para pejuang yang memperjuangkan agama dan syariah-Nya.

Rekatkan Ukhuwah

Untuk membela Islam dan kaum Muslim, tentu dibutuhkan persatuan dan kerjasama seluruh komponen umat ini. Di sinilah pentingnya kita merekatkan kembali ukhuwah (persaudaraan) kita karena semua kaum Mukmin adalah bersaudara. Allah SWT berfirman:

إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ إِخْوَةٌ فَأَصْلِحُوا بَيْنَ أَخَوَيْكُمْ»

Sungguh kaum Mukmin itu bersaudara. Karena itu damaikanlah di antara saudara-saudara kalian (TQS al-Hujurat [49]: 10).

Sebaliknya, kaum Mukmin haram berpecah-belah, sebagaimana firman-Nya:

وَاعْتَصِمُوا بِحَبْلِ اللَّهِ جَمِيعًا وَلَا تَفَرَّقُوا

Berpegang teguhlah kalian pada tali (agama) Allah dan jangan berpecah-belah (TQS Ali Imran [3]: 103).

Persaudaraan Islam (ukhuwah islamiyyah)—yang diikat dengan akidah yang sama, yakni akidah Islam—tentu bersifat global, tidak lokal; dalam arti lintas daerah, negara bahkan benua. Persaudaraan Islam juga bercorak universal yakni lintas etnik, suku/bangsa, bahasa, dll.

Kepedulian kita kepada sesama saudara Muslim harus juga diwujudkan dengan upaya keras kita mewujudkan institusi Khilafah. Mengapa Khilafah? Pertama: Karena Khilafah adalah sistem pemerintahan yang bersifat global, yang akan menghilangkan sekat-sekat nasionalisme dan negara-bangsa yang selama ini menjadi faktor penghalang untuk mewujudkan ukhuwah yang hakiki, yang juga bersifat global. Kedua: karena Khilafahlah pengayom dan pelindung umat yang hakiki di seluruh dunia, sebagaimana sabda Rasulullah saw.:

«إِنَّمَا الْإِمَامُ جُنَّةٌ يُقَاتَلُ مِنْ وَرَائِهِ، وَيُتَّقَى بِهِ»

Imam (Khalifah) adalah perisai; umat berperang di belakang dia dan dilindungi oleh dirinya (HR Ahmad).

Alhasil, dengan Khilafahlah kita bisa menunjukkan aksi bela Islam dan umatnya secara lebih nyata. Tak hanya di dalam negeri, tetapi juga di luar negeri, di manapun ada kaum Muslim. Karena itu umat ini harus segera berjuang sekuat tenaga mewujudkan Khilafah.

Menerapkan Syariah Secara Kâffah

Selain sebagai pengayom dan pelindung kaum Muslim di seluruh dunia, Khilafah adalah satu-satunya institusi pelaksana syariah Islam secara kâffah. Penerapan syariah Islam secara kâffah tentu telah diwajibkan oleh Allah SWT atas seluruh kaum Muslim sebagaimana firman-Nya:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا ادْخُلُوا فِي السِّلْمِ كَافَّةً

Hai orang-orang beriman, masuklah kalian ke dalam Islam secara total (TQS al-Baqarah [2]: 208).

Di dalam tafsirnya, Aysar at-Tafâsîr, Imam al-Jazairi menyatakan bahwa kata kaffat[an] dalam ayat di atas bermakna jâmi’[‘an]. Karena itu, kata Imam al-Jazairi, tidak boleh sedikit pun kaum Muslim meninggalkan syariah dan hukum-hukum Islam.

Syariah Islam secara kâffah ini, sekali lagi, hanya akan tegak di dalam institusi Khilafah. Karena itu saatnya umat bersatu dan bahu-membahu untuk menegakkan kembali Khilafah. Dengan tegaknya syariah Islam dalam institusi Khilafah Islam ‘ala minhâj an-Nubuwwah, umat Islam pasti akan meraih kemuliaannya kembali.

Insya Allah, masa yang mulia itu akan segera tiba karena memang telah di-nubuwwah-kan oleh Rasulullah saw.:

ثُمّ سَتَكُوْنُ خِلاَفَةً عَلَى مِنْهَاجِ النُّبُوَّةِ

Kemudian akan datang kembali masa Khilafah yang mengikuti metode kenabian (HR Ahmad).

 

[]

 

Pimpinan dan Staf Redaksi AL-ISLAM mengucapkan:

 

Selamat Idul Fitri 1438 H

Mohon Maaf Lahir Batin

تقبل الله منا و منك صيامنا و صيامكم

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*