Kisah Ustad Felix dengan Ulama alumni Al Azhar, Siapa yang Menerap Hukum Islam?

ust-felix-siauwSuatu waktu saya sedang menyetir mobil membelah kota Jakarta yang ramai seperti biasanya, dan yang menumpangi kendaraan saya bukan orang biasa. Beliau ulama hadits yang sangat kental keilmuannya, lagi tawadhu pembawaannya, akhlaknya membuat siapapun rindu berjumpa dengannya kembali.

Beginilah cara para perindu untuk mencari ilmu, terkadang dengan mendatangi majelis-majelis ulama, membaca karya-karyanya, menonton video-videonya, sampai membajaknya dengan cara mengantar ke majelis-majelis ilmunya, dan sementara di kendaraan, bolehlah kita reguk ilmu barang beberapa pembahasan.

Kajian memang tak selalu harus di forum formal, malah para sahabat lebih banyak menimba ilmu pada Rasulullah pada kejadian-kejadian atau pembicaraan-pembicaraan non formal. Karena hakikat mengkaji adalah menganalisis dan memahami tentang sesuatu.

Jujur di kepala saya berkecamuk banyak pertanyaan, di antara tikung-tikungan yang saya lewati, akhirnya saya memilah satu hal yang saya tanyakan kepada ulama yang saya ‘culik’ di kendaraan saya itu. Ini berkaitan tentang monsterisasi isu Khilafah yang sedang melanda negeri ini.

“Ustadz, mohon maaf, dulu ketika ustadz belajar di Al-Azhar, apakah tidak ada pembahasan tentang fiqih Khilafah di sana, sehingga seolah-olah ide Khilafah ini menjadi asing di tengah-tengah umat khususnya di Indonesia, padahal negeri kita ini kaya dengan lulusan Al-Azhar, yang jelas diakui keilmuannya, tidak seperti saya yang lulusan pertanian ini”.

Beliau sejenak diam, lalu menyampaikan pandangannya kepada saya. “Di Al-Azhar, setiap yang belajar agama, khususnya fiqih pasti akan sampai pada bab hudud. Dan di bab hudud itu berlaku hukum-hukum yang Allah syariatkan seperti potong tangan bagi pencuri, rajam bagi pezina yang sudah menikah, dan jilid atau cambuk bagi pezina yang belum menikah, ini semua hukum Allah yang tidak diperselisihkan lagi”

Sambil tersenyum, beliau melanjutkan penjelasannya tentang pertanyaan saya itu, “Masih banyak hukum-hukum yang Allah wajibkan semisal hudud itu. Nah, pertanyaannya siapa yang akan melaksanakan hukum hudud itu? Tak mungkinlah saya atau antum, tidak pula kelompok-kelompok Islam, karena itu bukan kewajiban mereka. Pertanyaannya siapa? Ya pasti khalifah, dalam sistem apa? Ya dalam sistem Khilafah, karena tidak mungkin ada sistem yang bisa mengakomodasi keseluruhan penerapan Islam selain sistem Khilafah”

Beliau lalu memberikan statemen pamungkas tentang polemik ini, “Nah, berarti kalau ada orang Islam yang sudah belajar Islam, lantas tidak mengakui bahwa Khilafah adalah bagian daripada ajaran Islam, bisa jadi ada dua kemungkinan. Satu, bisa jadi dia jahil dalam masalah agama, dan yang kedua dia punya kepentingan yang lain”.

Ini logika yang  sangat sederhana namun mengena. Sebab Allah tidak akan menurunkan Alquran hanya sebagai bacaan dan teori saja, tapi untuk diamalkan oleh manusia. Dan pengamalan Alquran ini tidak terbatas pada masa Nabi dan para sahabat saja, karena Alquran dibuat untuk semua tempat, zaman, dan generasi, termasuk generasi kita.

Yang tidak bisa dipungkiri adalah, khilafah itu bagian dari ajaran Islam, sistem yang pernah diterapkan oleh Nabi dan para sahabat, dilanjutkan oleh tabiin dan tabiut tabiin. Sehingga sangat aneh, bila ada orang Muslim, tapi mati-matian menafikan tentang khilafah, apalagi menganggapnya sebagai sumber perpecahan bangsa, padahal yang datang dari Islam, tidak ada selain kebaikan.

Felix Y. Siauw
Member @YukNgajiID

Sumber : Tabloid Media Umat edisi 198

 

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*