Beberapa hari sebelum memasuki bulan Ramadhan, kembali negeri ini diguncang bom. Pada Rabu (24/5) sekitar jam 21.00 WIB, terjadi ledakan bom di daerah Kampung Melayu, Jakarta. Beberapa orang meninggal, termasuk pelakunya, sejumlah orang luka-luka.
Tak lama setelah itu, banyak pihak yang mengutuk bom Kampung Melayu, salah satunya adalah Hizbut Tahrir Indonesia (HTI). Dalam pernyataan persnya, juru bicara HTI menegaskan mengutuk pelaku peledakan bom itu sebagai tindakan dzalim luar biasa. Syariat Islam dengan tegas melarang siapapun dengan motif apapun membunuh orang lain tanpa haq atau tanpa alasan yang dibenarkan oleh syariah, apalagi membunuh dirinya sendiri, merusak milik pribadi dan fasilitas milik umum serta menimbulkan korban luka-luka dan ketakutan yang meluas.
Ismail Yusanto juga menyerukan kepada semua pihak khususnya kepolisian dan media massa, untuk bersikap hati-hati menanggapi spekulasi yang mengaitkan bom tersebut dengan kelompok, gerakan atau organisasi Islam.
Dari sekian kemungkinan, bisa saja peledakan bom itu sengaja dilakukan oleh orang atau kelompok tertentu untuk mengacaukan masyarakat dan negara ini demi kepentingan politik mereka sambil mendiskreditkan organisasi Islam dan melakukan rekayasa sistematis serta provokasi keji untuk terus menyudutkan Indonesia sebagai sarang terorisme.
Pasalnya, setiap kali terjadi tindakan terorisme, sering kali umat Islam kembali disalahkan. Salah satunya adalah dengan mengaitkan tudingan radikalisme dengan terorisme. Beberapa pihak mengampanyekan, tindakan terorisme disebabkan karena berkembangnya pemikiran radikal oleh kelompok-kelompok radikal.
Pasalnya, tudingan ideologi radikal, sering kali menjadi alat propaganda menyudutkan Islam. Dengan definisi yang belum jelas dan kabur, ideologi radikal diarahkan kepada pemikiran Islam yang mulia seperti aqidah, syariah Islam, jihad dan khilafah. Umat Islam yang memperjuangkan syariah Islam secara total, berdakwah mengajak umat untuk menegakkan Khilafah Islam sebagai ajaran Islam, dan menyerukan jihad fi sabilillah, dituding sebagai kelompok radikal yang memicu tindakan terorisme.
Termasuk yang disebut radikal adalah kelompok yang menolak ideologi kapitalisme termasuk demokrasi. Tony Blair saat menjadi PM Inggris menyebut sebagai ideologi Iblis bagi ajaran Islam yang ingin memperjuangkan syariah, ingin mempersatukan umat dengan menegakkan Khilafah, menentang demokrasi, dan yang ingin menghapuskan penjajah Zionis Israel dari bumi Palestina. Pengganti Blair, David Cameroon, saat berada di Jakarta juga menyebut kelompok ekstremis yang membahayakan adalah mereka yang anti demokrasi.
Mengaitkan radikalisme dengan Islam dan mengaitkan dengan terorisme jelas logika yang rapuh dan berbahaya. Rapuh karena istilah radikal masih belum jelas definisinya, apalagi disepakati. Tidak heran, sama dengan terorisme, istilah ini tidak lebih merupakan narasi propaganda yang digunakan secara sepihak berdasarkan kepentingan masing-masing. Yang terjadi saat ini, istilah radikal lebih diarahkan kepada umat Islam dan ajaran-ajaran Islam.
Ini jelas berbahaya, karena berarti merupakan propaganda sistematis untuk membangun citra jelek Islam dengan ajarannya yang mulia. Bagaimana mungkin umat Islam membenci ajaran Islam yang merupakan agamanya sendiri. Seperti mengkriminalkan kewajiban penegakan syariah Islam secara totalitas, padahal
Tindakan seperti ini, jelas untuk kepentingan musuh-musuh Islam, yang tidak menginginkan umat Islam menjalankan ajaran Islam. Karena musuh-musuh Islam, sangat mengerti penerapan syariah Islam secara totalitas di bawah naungan Khilafah, termasuk ajaran jihad fi sabilillah untuk melawan penjajahan, mengancam agenda-agenda penjajahan mereka di dunia Islam.
Tentu sangat disayangkan kalau pemerintah terjebak pada propaganda dari radikalisme menuju terorisme ini. Propaganda yang dibangun negara-negara imperialis dalam politik luar negeri mereka atas nama perang melawan terorisme. Di samping, pemerintah artinya, sudah tunduk kepada kepentingan negara-negara asing, pemerintah juga artinya membuka front terbuka memusuhi ajaran Islam dan umat Islam yang merupakan mayoritas di negeri ini.
Semua ini akan mengembalikan Indonesia kembali ke rezim represif yang kejam. Pemerintah juga masuk dalam daftar negara-negara yang penguasanya memerangi rakyatnya sendiri seperti yang dilakukan oleh rezim bengis Mesir, Uzbekistan, Libya, dan para diktator lainnya.
Penting kita ingatkan bukan Islam, tapi Sistem kapitalisme yang menjadi musuh negeri ini. Kapitalisme yang diterapkan di negeri ini secara nyata secara sistematis telah membunuh rakyat karena berhasil memiskinkan rakyat dan membuat mereka menderita. Kemiskinanlah yang jelas akan mengancam sendi kehidupan rakyat termasuk ancaman kekacauan sosial akibat kesenjangan ekonomi.
Kapitalisme gagal menciptakan dan menggerakkan ekonomi riil yang menjadi sumber penghasil rakyat. Kebijakan neo liberal yang mencabut subsidi yang sesungguhnya merupakan hak rakyat lewat instrumen privatisasi kesehatan dan pendidikan telah menambah beban rakyat.
Patut dipertanyakan, pihak-pihak yang justru menolak perubahan mendasar ke arah yang baik berdasarkan syariah Islam, sembari ngotot mempertahankan sistem Kapitalisme yang usang dan buruk yang merupakan warisan penjajah. Merekalah yang berpikir jumud dan tidak rasional, atau mereka merupakan agen penjajah yang berupaya keras mempertahankan penjajahan kapitalisme untuk kepentingan Tuan Besar Imperialisme mereka! Allahu Akbar.[]Farid Wadjdi