“Mereka stres bahkan sampai bunuh diri itu karena punya pengharapan yang terlalu tinggi’” ujar budayawan Ridwan Saidi, Rabu (15/4) di Jakarta kepada Media Umat menanggapi banyaknya caleg yang stres karena gagal menjadi anggota legislatif. Lebih lanjut Ridwan menyebutkan karena mereka itu sudah banyak habis modal dan harus bayar utang. “Nah, kalau mereka menang mereka memang tidak akan bunuh diri atau ‘stres’ tapi malah bisa gila! Karena mereka tiba-tiba membayangkan dapat mobil, rumah, uang, dan ketawa-ketawa sendiri. Maklum, jadi orang kaya mendadak,” simpulnya.
Senada dengan Ridwan, di tempat terpisah, Jubir HTI Ismail Yusanto meyatakan fenomena itu terjadi tidak bisa dilepaskan dari motivasi awal ketika mereka dulu mencalonkan diri menjadi anggota legislatif. “Adigium menjadi anggota legislatif sebagai pengabdian kini sudah tidak ada lagi,” ujarnya kepada Media Umat, Rabu (15/4) di Jakarta. Ismail pun menyebutkan karena pada faktanya mereka melihat bahwa menjadi anggota legislatif itu menjadi pintu yang paling cepat dan maksimal untuk memupuk kekayaan. Gaji seorang anggota legislatif itu setara dengan gaji jabatan direksi di sebuah bank pemerintah. “Ya bayangkan saja untuk menjadi direktur bank pemerintah itu butuh waktu puluhan tahun bandingkan dengan mencalonkan diri menjadi caleg,” ujarnya. Maka bisa dilihat hampir semua calon anggota legislatif itu menggunakan segala macam cara untuk bisa meraih cita-citanya itu.
Karena melihat fakta menjadi kaya mendadak itulah maka mereka beramai-ramai berusaha agar bisa menjadi anggota legislatif. Padahal kursi yang tersedia relatif tetap sedangkan yang berminat semakin banyak. Maka energi dan uang yang dikeluarkan untuk meraih kursi itu semakin besar. Resiko stres pun semakin besar pula. “Ketidaksiapan mental menghadapi kekalahan itulah sebenarnya faktor utama mengapa mereka stres,” simpul Ismail.
Lebih lanjut Ismail menyebutkan, bagi mereka yang mendapatkan kursi tentu saja akan hitung-hitungan modal dan untung layaknya pengusaha. Ia berusaha untuk menutupi modal yang telah dikeluarkan dan akan mengumpulkan modal lagi untuk pencalonan berikutnya. Karena berfikirnya modal dan untung tentu saja yang diutamakan oleh mereka adalah bagaimana mengkapitalisasikan seluruh kegiatan mereka di dalam parlemen. Baik dengan cara menjual akses politik yang mereka punyai maupun menjual UU dan peraturan-peratuaran yang mereka buat, pasal demi pasal. Dalam kondisi demikian maka apa yang disebut dengan bekerja untuk kepentingan rakyat tentu akan jauh dari fikiran mereka. “Inilah yang disebut siklus uang untuk kekuasaan, kekuasaan untuk uang,” tandasnya.
Ismail pun menyebutkan, sedangkan parpol sendiri hampir tidak berdaya untuk tetap mempertahankan idealismenya dan melakukan kaderisasi dari bawah karena keterbatasan modal dan popularitas. Kepopularan artis pun digunakan sebagai jalan pintas untuk mendulang suara. Sehingga tanpa dikader dari bawah artis langsung menjadi caleg. Parpol menerima ‘siapa saja’ untuk menjadi caleg dari partainya asalkan mandiri dalam mencari modal, tidak dilihat lagi caleg tersebut membawa misinya sendiri. Ketika caleg bekerja sendiri maka ia akan membangun akses sendiri ke pemodal atau sumber dana lain untuk kepentingan dia dan suatu saat akan dikembalikan dalam bentuk lain yang tentu saja menguntungkan pribadi tanpa dipertimbangkan lagi akan merugikan partainya atau tidak, apalagi nasib rakyat.
Wal hasil, yang gagal jadi stres yang yang mendapatkan kursi jadi koruptor. Rakyat diperhatikan hanya menjelang perebutan kursi saja. Setelah duduk, rakyatpun dilupakan.”Ini merupakan cerminan bahwa sistem demokrasi itu telah gagal,” tandas Ridwan. (mediaumat.com)
Ayo kita tegakkan khilafah.
Tapi ingat saudaraku…
Jangan sampai tegaknya khilafah menjadi tujuan utama dakwah kita. Jadikanlah ia hanya sebagai sarana kita. Sarana bagi kita untuk menegakkan kalimah allah di muka bumi.
Apa yang terjadi kalau kita menjadikan khilafah sebagai tujuan? Maka perpecahan dan kehancuran lah yang akan terjadi.
Kita bisa belajar dari sejarah bagaimana, antara kaum anshar dan muhajirin hampir saja terpecah ketika kedua belah pihak ingin menegakkan khilafahnya masing-masing. Dan bagaimana akhirnya Usman bin Affan terbunuh ketika ada sekelompok orang yang menjadikan tegaknya kekhallifahan Ali r.a sebagai tujuan. Dan bagaimana Ali r.a. terbunuh dalam pemberontakan juga karena adanya sebagian orang yang manjadikan khalifah sebagai tujuan.
Jadi saudaraku, jangan sampai kita mengulang sejarah. Jadikanlah tegaknya khilafah hanya sebagai sarana bukan tujuan.
Wallahu a’lam bishshawab
Astaghfirullahaladzim, beginikah cerminan demokrasi yang dianut indonesia selama setengah abad??? yang menjadikan para weakil rakyatnya menjadi perampok para rakyat
Demokrasi : sampah, sampah, dan hanya sampah !!
Tabiat (Calon) Wakil Rakyat:
Kalah Stres, Menang ganti rakyat yang stres (harta rakyat diKorupsi/dicopeti)itulah Demokrasi/demoBasi
**
jagalah diri dari demoBasi,jagalah diri awas diracuni
jagalah diri dari demoBasi,jagalah diri awas didzalimi.
*
bila hati selalu gundah mari terapkan syariah
bila hidup selalu susah mari tegakkan khilafah
takbiiiiiiiiiiiiiiiiiiiir 3x
ck..ck…ck…
benar-benar kacau dunia ini kalo islam tidak diterapkan…
Ya saat ini sudah nampak buah dari POHON DEMOKRASI, antara lain Caleg Gagal bunuh diri, dan Caleg Berhasil KORUPSI.Makanlah buah Racun tersebut, enaknya hanya sebatas kerongkongan, begitu sampai diperut menjadi racun, enaknya hanya di dunia, diakhirat menerima Siksa Allah.
Yah mesin masyarakatnya settingnya Kapitalisme,bahan bakarnya sekulirisme jadinya produk yang jauh dari harapan!
Allahu Akbar,
Sampai dunia kiamat pun, perubahan akan dilakukan di luar jalan konstitusi,
memimpikan prubahan lewat pemilu???
Iya, brubah jadi gila, stress, dan kaya mendadak, tapi tetap saja gila, gila harta.
Salamullahi alaikum wa barokatuh…
Wahai pengemban dakwah,,,sungguh sebuah pecutan buat kita…untuk lebih dan lebih dalam menyadarkan umat.
tiada kemuliaan tanpa islam,tiada islam tanpa syariah,tiada syariah tanpa khilafah islamiyyah ala minhajinubuwah.
dan sekarang mereka masih belom sadar atau sadar tapi enggan.sungguh dari situ gerak dakwah kita dipacu lebih-dan lebih…sampai titik darah penghabisan…AllahuAkbar…
“Partai Islam semu” sekarang merasa senang karena suara mereka banyak padahal hanya mimpi mereka dapat memperbaiki umat dengan sistem jahiliyah sekarang ini.
yah…. gak jadi kaya mendadak dong, kan udah mendadak gila! dulu, semuanya gila menjadi Caleg, tapi sekarang oknum yang kalah koq menjadi Caleg gila…
bukannya mau merubah nasib rakyat, tapi ingin mengubah nasib sendiri, akhirnya gak jadi…
Jangan mimpi mendapatkan perubahan yang hakiki dengan sistem KAPITALIS yang bertopengkan manis muka.
ini hanya wajah buruk jika tidak diterapkan suatu sistem terbaik(baca:islam), benar teori yang mengatakan bahwa hukum adalah alat perubah masyarakat, yang mana bangsa kita dahulu terkenal dengan perilaku baik, agamis, dan bertata krama, tapi karena diterapkannya demokrasi masyarakat(politikus pragmatis) maka masyarakat menjadi tikus-tikus demokrasi,politikusnya rusak sama seperti sistemnya.
Demokrasi memang rumit, boros biaya, sarat konflik, dan sering melahirkan para pemimpin yang korup dan tidak memihak rakyat.
inilah bener-bener democrazy yang senyatanya
maklum… demo creazy