Pengadilan Pakistan membebaskan Imam Masjid Merah dengan jaminan sejumlah uang, tanpa menggugurkan tuntutan yang didakwakannya, yaitu sebagai orang yang didakwa berada dibalik insiden berdarah di masjid Merah dua tahun lalu, ketika Pasukan Khusus Pakistan memaksa masuk masjid untuk mengusir kelompok militan yang ada di dalamnya hingga terjadi kontak berdarah yang akibatnya sejumlah orang terbunuh dan beberapa di antaranya luka-luka.
Pada hari Rabu (14/4) Shaukat Shadiq pengacara dari pemimpin keagamaan, Maulana Abdul Aziz menegaskan bahwa pembebasan itu dengan jaminan uang sebesar 2.500 dolar Amerika, tetapi tuduhan terhadap Maulana Abdul Aziz tetap tidak dicabutnya, hal itu berdasarkan pada Undang-Undang Anti Terorisme yang diadopsi di era mantan Presiden Pakistan, Pervez Musharraf.
Shadiq menjelaskan bahwa kliennya menghadapi 25 dakwaan, mulai dari menyembunyikan kelompok militan hingga dakwaan mengekploitasi salah seorang pekerja bangunan secara paksa dan ilegal. Penuntut umum telah memberikan hak pembebasan dengan jaminan sejumlah uang setelah dibatalkannya satu dakwaan saja.
Perintah pembebasan dikeluarkan oleh pengadilan di Islamabad dalam pertemuan yang dikhususkan untuk mempertimbangkan tuntutan terhadap Abdul Aziz, yang berkaitan dengan isu pengepungan Masjid Merah dan penangkapannya, ketika ia menyamar sebagai wanita berkerudung untuk bisa keluar dari lingkaran penjagaan keamanan.
Adalah penting untuk diketahui bahwa lebih dari seratus orang meninggal ketika Pasukan Khusus Pakistan memaksa untuk menerobos masuk ke masjid yang terletak di ibukota Islamabad, setelah seminggu lamanya dilakukan pengepungan, pada bulan Juli 2007, ketika sejumlah militan menolak untuk menyerah kepada pasukan keamanan.
Setelah serangan tersebut, Pakistan bukannya menjadi aman, justru kondisinya terus memburuk hingga sekarang, insiden pengeboman dan operasi penculikan terus berlanjut sebagai reaksi atas serangan yang dilakukan Pasukan Khusus Pakistan di masjid Merah. Sehingga menjadikan negara dalam keadaan kacau-balau, dan membuat negara-negara Barat yang dipimpin Amerika Serikat semakin gelisah dengan masa depan negara nuklir tersebut. (mb/aljazeerah.net)