Pembubaran Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) secara sepihak tanpa proses peradilan dinilai Komunitas Sarjana Hukum Muslim Indonesia (KSHUMI) sebagai kediktatoran konstitusional.
“Kami mengutuk keras pembubaran HTI dengan landasan Perppu nomor 2 tahun 2017 tentang Organisasi Kemasyarakatan (Ormas). Itu merupakan kediktatoran konstitusional karena pemerintah secara sepihak mencabut status badan hukum Ormas tanpa didahului proses pemeriksaan di pengadilan,” ujar Ketua Eksekutif Nasional KSHUMI Chandra Purna Irawan dalam keterangan persnya, Rabu (19/7/2017).
Padahal, lanjut Chandra, proses peradilan itu penting untuk menjamin prinsip due process of law yang memberikan ruang kepada Ormas untuk membela diri dan memberikan kesempatan bagi hakim untuk mendengar argumentasi para pihak berperkara secara adil.
Menurut Chandra, keputusan Pemerintah mencabut dan membubarkan HTI dengan landasan Perppu tersebut telah melanggar ketentuan pasal 27 ayat (1) dan pasal 28D ayat (1) Undang-undang Dasar Tahun 1945. “Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya”. Serta pasal 28D ayat (1) “Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum.”
“Kami Komunitas Sarjana Hukum Muslim Indonesia (KSHUMI) akan melawan melalui jalur hukum, agar upaya sepihak pemerintah membubarkan organisasi kemasyarakatan tidak terulang,” pungkasnya. (mediaumat.com, 19/7/2017)