بسم الله الرحمن الرحيم
Silsilah Jawaban asy-Syaikh al-‘Alim ‘Atha` bin Khalil Abu ar-Rasytah Amir Hizbut Tahrir Atas Pertanyaan di Laman Facebook Beliau “Fiqhiyun”
Jawaban Pertanyaan:
Perbedaan Antara Keberadaan Fisik Tanah Jadi Milik Individu dan Jadi Milik Negara
Kepada Suad Abed
Soal:
Assalâmu ‘alaikum wa rahmatullah wa barakatuhu.
Mohon maaf, di dalam buku an-Nizhâm al-Iqtishâdî fî al-Islâm karya al-‘alim al-jalil Taqiyuddin an-Nabhani rahimahullah, berbicara tentang tanah kharajiyah dan tanah ‘usyriyah …
Pertanyaan saya: apa perbedaan antara keberadaan fisik tanah dan manfaatnya jadi milik individu dengan keberadaan fisik tanak jadi milik negara sementara manfaatnya jadi milik individu?
Terima kasih atas penjelasannya.
Jawab:
Wa’alaikumussalam wa rahmatullah wa barakatuhu.
Tanah menurut hukum syara’ ada dua jenis: ‘usyriyah dan kharajiyah. Setiap jenis bisa dipertukarkan dalam bentuk jual beli, hibah, dan diwarisi dari pemiliknya sebab itu merupakan kepemilikan yang hakiki pada pemiliknya sehingga atasnya berlaku semua hukum kepemilikan. Dan tidak ada perbedaan di antara kedua jenis itu kecuali dalam dua perkara saja. Pertama, berkaitan dengan zat yang dimiliki. Kedua, berkaitan dengan apa yang diwajibkan atas tanah tersebut:
1- Berkaitan dengan zat apa yang dimiliki, maka pemilik tanah ‘usyriyah memiliki fisik dan manfaat tanah tersebut. Sedangkan pemilik tanah kharajiyah, dia memiliki manfaatnya saja dan tidak memiliki fisiknya. Konsekuensi dari hal ini bahwa hukum syara’ yang di antara syarat sahnya adalah kepemilikan atas zat, maka pemilik tanah kharajiyah tidak bisa melakukannya, tetapi hanya bisa dilakukan oleh pemilik tanah ‘usyriyah. Misalnya, wakaf, syarat sahnya adalah kepemilikan zat yang diwakafkan. Jadi pemilik tanah ‘usyriyah, jika dia ingin mewakafkan tanah yang dia miliki maka dia bisa melakukan hal itu kapan saja. Sebab dia memiliki zatnya yakni fisik tanah itu. Adapun pemilik tanah kharajiyah, jika dia ingin mewakafkan tanah yang dia miliki maka dia tidak bisa melakukannya. Sebab wakaf itu di dalamnya disyaratkan, orang yang mewakafkan adalah pemilik zat sesuatu yang diwakafkan. Sedangkan pemilik tanah kharajiyah, dia tidak memiliki zat tanah yakni fisik tanah kharajiyah itu, melainkan dia hanya memiliki manfaatnya saja, sebab fisik tanah kharajiyah itu milik Baitul Mal.
2- Adapun berkaitan dengan apa yang wajib atas tanah, maka tanah ‘usyriyah terhadapnya diwajibkan al-‘usyru, sedangkan tanah kharajiyah terhadapnya diwajibkan kharaj. Perbedaan antara al-‘usyru dan al-kharaj adalah sebagai berikut:
– al-‘Usyru adalah atas hasil tanah. Al-‘usyru itu adalah negara mengambil dari petani yang mengolah tanah itu sepersepuluh (10%) dari hasil riil, jika diairi dengan air hujan secara pengairan alami; dan negara mengambil seperduapuluh (5%) dari hasil riil jika tanah itu diairi dengan pengairan buatan. Imam Muslim meriwayatkan dari Jabir ra, ia berkata: Rasul saw bersabda:
«فِيمَا سَقَتْ الْأَنْهَارُ وَالْغَيْمُ الْعُشُورُ وَفِيمَا سُقِيَ بِالسَّانِيَةِ نِصْفُ الْعُشْرِ»
“Dalam apa yang diairi oleh sungai dan awan (maka zakatnya) sepersepuluh (10%) dan dalam apa yang diairi dengan timba (maka zakatnya) seperduapuluh (5%)”.
Al-‘usyru ini merupakan zakat dan diletakkan di Baitul Mal, serta tidak dibelanjakan kecuali kepada mereka yang termasuk delapan ashnaf yang disebutkan di dalam firman Allah SWT:
﴿إِنَّمَا الصَّدَقَاتُ لِلْفُقَرَاءِ وَالْمَسَاكِينِ وَالْعَامِلِينَ عَلَيْهَا وَالْمُؤَلَّفَةِ قُلُوبُهُمْ وَفِي الرِّقَابِ وَالْغَارِمِينَ وَفِي سَبِيلِ اللَّهِ وَابْنِ السَّبِيلِ فَرِيضَةً مِنَ اللَّهِ وَاللَّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ﴾
“Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mu’allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yuang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana” (TQS at-Tawbah [9]: 60).
Dan al-‘usyru tidak diambil kecuali dari empat jenis saja. Al-Hakim, al-Baihaqi dan ath-Thabarani telah mengeluarkan dari hadits Abu Musa al-Asy’ari dan Muadz bin Jabal ketika Nabi saw mengutus keduanya ke Yaman, agar keduanya mengajarkan kepada orang-orang perkara agama mereka. Rasul saw bersabda:
«لَا تَأْخُذَا الصَّدَقَةَ إِلَّا مِنْ هَذِهِ الْأَرْبَعَةِ: الشَّعِيرِ، وَالْحِنْطَةِ، وَالزَّبِيبِ، وَالتَّمْرِ»
“Jangan kalian berdua ambil shadaqah (zakat) kecuali dari empat jenis ini: jewawut, gandum, kismis dan kurma”.
– Adapun kharaj atas tanah, maka negara mengambilnya dari pemilik tanah kadar tertentu, di mana kadarnya ditetapkan dan ditentukan, sesuai produksi tanah secara estimatif menurut biasanya bukan produksi riil. Ditetapkan kadarnya atas tanah sesuai kadar kemungkinannya (potensinya), sehingga pemilik tanah dan Baitul Mal tidak terzalimi. Kharaj dipungut setahun sekali dari pemilik tanah ….
[بَعَثَ عُمَرُ بْنُ الْخَطَّابِ رَضِيَ اللَّهُ تَعَالَى عَنْهُ عُثْمَانَ بْنَ حَنِيفٍ عَلَى السَّوَاد،ِ وَأَمَرَهُ أَنْ يَمْسَحَهُ، فَوَضَعَ عَلَى جَرِيبٍ عَامِرٍ، أَوْ غَامِرٍ، مِمَّا يُعْمَلُ مِثْلُهُ، دِرْهَمًا وَقَفِيزًا] أخرجه أبو يوسف في الخراج عن عمرو بن ميمون وحارثة بن مضرب
“Umar bin al-Khathab ra mengutus Utsman bin Hanif atas tanah Sawad (Irak). Dan Umar memerintahkannya untuk mengukur luasnya lalu ditetapkan atas satu jarib tanah yang yang dimakmurkan atau tidak, apa yang dikerjakan semisalnya, satu dirham dan satu qafiz” (Dikeluarkan oleh Abu Yusuf di al-Kharâj dari Amru bin Maymun dan Haritsah bin Mudharib).
Dan kharaj diletakkan di Baitul Mal pada selain bab zakat dan dibelanjakan atas semua aspek yang menjadi pandangan negara, sebagaimana dibelanjakannya semua harta lainnya.
Saya harap penjelasan ini sudah mencukupi.
Saudaramu Atha’ bin Khalil Abu ar-Rasytah
08 Jumadul Akhir 1440 H
13 Februari 2019 M
http://hizb-ut-tahrir.info/ar/index.php/ameer-hizb/ameer-cmo-site/57988.html
https://plus.google.com/u/0/b/100431756357007517653/100431756357007517653/posts/YpZVsjKBhMD
http://archive.hizb-ut-tahrir.info/arabic/index.php/HTAmeer/QAsingle/3934