بسم الله الرحمن الرحيم
Jawab Soal
Berlanjutnya Dialog di antara Pihak-pihak Libya
Soal:
Pada Senin 23/11/2020, dialog berlanjut kembali dalam putaran kedua di antara pihak-pihak Libya melalui teknologi komunikasi visual. Dialog difokuskan pada seputar mekanisme pencalonan untuk pemerintahan baru dan Dewan Kepresidenan. Putaran pertama telah diselenggarakan pada Ahad 15/11/2020, dan diumumkan telah dicapainya kesepakatan seputar poin-poin tertentu sementara perkara-perkara lainnya masih menggantung. Dialog ini dimulai secara paralel dengan dimulainya dialog yang dimulai di Maroko juga antara pihak-pihak Libya. Siapa di balik perang dialog itu? Apakah dialog itu mencapai hal-hal penting yang dapat menyelesaikan krisis di Libya? Apa sikap internasional seputar hal itu?
Jawab:
Untuk menjawab pertanyaan tersebut harus dipaparkan perkara-perkara berikut:
1- Turki telah mendukung as-Sarraj sehingga pasukannya mampu mengusir pasukan Haftar dari ibu kota Tripoli dan Sirte serta al-Jufrah. Kemudian Turki memintanya untuk menerima gencatan senjata permanen dan dialog serta negosiasi dengan pihak lain yang dianggap Turki sebagai pemberontak dan ilegal! Itulah mengapa Menteri Luar Negeri Turki, pada 17/6/2020 M, mengunjungi Tripoli, ibu kota, untuk bertemu dengan Fayez as-Sarraj, kepala pemerintahan rekonsiliasi, dan mengumumkan: “Kami membahas cara untuk mencapai gencatan senjata permanen di Libya dan mencapai solusi politik permanen” (Anadolu, 18/6/2020 M). Jadi intervensi Turki bukan untuk kepentingan as-Sarraj dan pemerintahannya, melainkan untuk membuatnya di bawah tekanan untuk menerima pihak lain. Turki beredar di orbit Amerika secara terbuka. Amerika mengumumkan bahwa mereka mendukung langkah Turki di Libya, yang berarti bahwa pergerakan Turki berjalan untuk kepentingan Amerika. Komunikasi telepon telah berlangsung pada 8/6/2020 M antara yang kedua Presiden, Trump dan Erdogan, membahas perkara Libya. Erdogan menyatakan bahwa, “ada tindakan untuk mengeluarkan inisiatif AS-Turki untuk mengatasi krisis Libya”. Dalam sebuah wawancara dengan televisi resmi TRT Turki setelah kontak itu, Erdogan menyatakan bahwa “telah tercapai kesepakatan dengan Trump”. Dia mengindikasikan “kemungkinan kedua negara merumuskan “inisiatif bersama” seputar isu Libya tanpa dia mengungkapkan rincian lebih lanjut. Begitu juga, pernyataan Menteri Luar Negeri Turki Mevlut Cavusoglu kepada televisi TNV Turki pada 11/6/2020 menegaskan hal itu. Dia berkata, “Pejabat Turki dan Amerika akan membahas kemungkinan langkah-langkah yang sesuai dengan apa yang telah disepakati oleh Presiden Erdogan dan sejawatnya Presiden AS Trump selama percakapan telepon pada hari Senin 8/6/2020. Dia juga mengisyaratkan bahwa “inisiatif Turki-Amerika dapat dikeluarkan terkait Libya”. Dan semua itu menegaskan bahwa Turki menerapkan kebijakan-kebijakan Amerika di Libya, bukan yang lain.
2- As-Sarraj tidak dapat mengendalikan Sirte dan al-Jufrah karena penghentian dukungan Turki dan dia bersikeras untuk menyerbunya sampai Haftar jatuh. Seandainya dukungan Turki ini tidak berhenti, niscaya as-Sarraj akan dapat mengendalikan Sirte dan al-Jufrah. Ketika itu, dia ditekan untuk menerima gencatan senjata dan bernegosiasi dengan pihak lain. Maka dia mengumumkan pada 16/9/2020 M bahwa ia akan menyerahkan pengunduran dirinya pada akhir bulan Oktober, untuk mempermalukan Erdogan. As-Sarraj mengumumkan dalam sebuah pidato yang disiarkan oleh televisi resmi Libya pada 16/9/2020: “saya menyatakan keinginan tulus saya untuk menyerahkan jabatan saya paling lambat pada akhir Oktober… dengan harapan bahwa Komite Dialog telah menyelesaikan tugasnya dan memilih sebuah Dewan Kepresidenan baru dan kepala pemerintahan”. Dia mengakui adanya tekanan kepadanya ketika dia mengatakan, “situasi polarisasi membuat semua pembicaraan yang bertujuan untuk menemukan penyelesaian damai menjadi berat dan sangat sulit. Dia menuduh pihak-pihak yang tidak dia sebutkan namanya, bertaruh terhadap opsi perang”. Dan dia mengakui bahwa, “pemerintahannya tidak bekerja dalam suasana normal atau bahkan setengah normal sejak pembentukannya, dan tiap hari telah menjadi sasaran konspirasi internal dan eksternal“. Perlu diketahui bahwa as-Sarraj telah mengambil alih kepresidenan pemerintah Libya yang dibentuk Inggris di Tunisia dan memindahkannya ke Tripoli segera setelah diikat Perjanjian Skhirat pada tahun 2015. Jadi dia tidak akan mengundurkan diri tanpa dorongan dari Eropa, terutama Inggris.
3- Erdogan menerima berita tentang niat as-Sarraj untuk mengundurkan diri dengan khawatir. Erdogan mengatakan bahwa “dia bertemu dengan as-Sarraj pekan lalu di Istanbul … Tentu saja, terjadinya perkembangan semacam itu dan menerima berita seperti ini setelah pertemuan itu jelas merupakan perkara yang menyedihkan bagi kami”. Erdogan menyoroti pertemuan-pertemuan antara delegasi Turki dan pemerintah rekonsiliasi mungkin dapat berlangsung dalam minggu depan … Melalui pertemuan-pertemuan ini, insya’a Allah, kita akan mengubahnya ke arah yang diinginkan” (Anadolu dan Reuters, 18/9/2020 M). Pada akhirnya, as_Sarraj membatalkan pengunduran dirinya. Al-Jazeera pada 30/10/2020 M melansir, “Ketua Dewan Kepresidenan Libya Fayez as-Sarraj pada Jumat mengumumkan tanggapan positipnya terhadap seruan-seruan yang memintanya untuk membatalkan keputusannya untuk mengundurkan diri dari jabatannya pada akhir Oktober. Hal itu dinyatakan dalam keterangan Ghalib az-Zaqla’iy juru bicara as-Sarraj melalui akunnya di Twitter, dan ditransmisikan oleh saluran resmi “Libya” melalui akun terverifikasinya di Facebook (Al-Jazeera, 30/10/2020 M) Eropa terpaksa menyetujui pembatalan pengunduran dirinya agar tampak seolah-olah tidak tunduk kepada Erdogan, melainkan hal itu juga menjadi pendapatnya sendiri. Oleh karena itu, sumber sebelumnya menambahkan, “dan Menteri Luar Negeri Jerman Heiko Maas pada hari ini, Jumat, meminta as-Sarraj untuk melanjutkan tugasnya selama jangka waktu dialog Libya. Hal itu terjadi selama panggilan telepon antara Maas dan as-Sarraj, yang mana mereka membahas perkembangan terbaru di Libya, menurut pernyataan yang diterbitkan oleh pemerintah Libya di Facebook. Menteri Luar Negeri Jerman mengatakan selama panggilan telephon itu bahwa bertahannya as-Sarraj tetap di posisinya adalah “perkara penting” untuk menjamin kelangsungan kepemimpinan pemerintah Libya selama tahap ini (Al-Jazeera, 30/10/2020 M) selesai.
4- Begitulah, alih-alih as-Sarraj mempermalukan Erdogan dengan pengunduran dirinya, malah dia terpaksa kembali ke sana! Meski demikian, bahkan setelah as-Sarraj menarik diri dari pengunduran dirinya, Erdogan mengontak as-Sarraj dan mengulangi kepadanya bahwa keputusannya untuk mengundurkan diri adalah tidak benar! Situs Khabar 7 Turki pada 7/11/2020 M mengutip dari sumber-sumber diplomatik bahwa “Erdogan memberi tahu as-Sarraj bahwa keputusan pengunduran diri yang diambilnya adalah tidak benar, dan keputusan ini akan berkontribusi pada perubahan keseimbangan yang menguntungkan pihak-pihak yang bermusuhan dengan rakyat Libya … “.
5- Adapun intervensi Rusia, itu dengan persetujuan Amerika, karena terjadi dengan berkoordinasi dengan Turki. Rusia mencoba untuk mengambil posisi netral di kedua sisi. Rusia bertindak seolah sebagai mediator meskipun Rusia mengirim pasukan untuk mendukung Haftar meskipun mengklaim tidak mengirim pasukan, tetapi itu adalah pasukan perusahaan keamanan Rusia Wagner, yang terkait dengan Presiden Putin! Ia tidak ingin memutuskan hubungannya dengan pemerintahan as-Sarraj sehingga ia memiliki pengaruh terhadapnya untuk memainkan perannya dan berpartisipasi dalam perundingan seputar Libya. Itulah mengapa Mikhail Bogdanov, Utusan Pribadi Presiden Rusia untuk Timur Tengah dan Afrika, mengatakan, “Moskow melakukan kontak dengan semua pemain internasional yang berpengaruh, termasuk Turki, karena pertimbangan hubungan khususnya dengan otoritas Tripoli”. Dia memuji kerja sama Rusia-Turki di Libya saat dia “menilai inisiatif yang diumumkan oleh presiden Rusia dan Turki Januari lalu pada 13/1/2020 M memiliki peran positif dalam membuat pihak-pihak yang berkonflik mendeklarasikan gencatan senjata yang menyediakan latar belakang yang tepat untuk digelarnya Konferensi Berlin (Al-Ahram, 20/7/2020 M).
6- Dari sini, datanglah permintaan Amerika melalui Menteri Luar Negeri Mike Pompeo pada 10/6/2020 M, “untuk gencatan senjata segera di Libya, menyerukan diakhirinya semua campur tangan asing di Libya dan kembali ke meja perundingan”. Dia mengatakan, “Persetujuan Pemerintah Rekonsiliasi Nasional dan Tentara Nasional Libya “Pasukan Haftar“ untuk kembali ke pembicaraan Dewan Keamanan PBB terkait keamanan merupakan langkah pertama yang baik dan sangat positif. Apa yang diperlukan sekarang adalah memulai negosiasi cepat dengan itikad baik untuk melaksanakan gencatan senjata dan melanjutkan pembicaraan politik Libya yang dipimpin oleh PBB” (Sky News, 10/6/2020 M). Amerika menyambut baik perjanjian baru-baru ini yang mana kedua pihak mengumumkan penerimaan mereka atas gencatan senjata. Amerika mengumumkan melalui Menteri Luar Negeri Mike Pompeo pada 26/10/2020 M bahwa “Perjanjian gencatan senjata di Libya merupakan langkah berani dan semua kombatan asing harus meninggalkan Libya dalam jangka waktu 90 hari, beriringan dengan kesepakatan”. Dia melanjutkan, “dan kami terus mendukung pengalihan kekuasaan di Libya kepada otoritas eksekutif baru untuk mempersiapkan pemilu”. Misi Dukungan PBB di Libya mengumumkan pada 23/10/2020 bahwa “kedua pihak yang bertikai telah menandatangani perjanjian permanen untuk gencatan senjata setelah pembicaraan yang berlangsung selama lima hari di Perserikatan Bangsa-Bangsa“ (Reuters, 23/10/2020 M). Amerika melakukan intervensi langsung secara diplomatik dan politik di Libya atas nama Perserikatan Bangsa-Bangsa, untuk memegang kendali perkara dan menarik permadani dari bawah kaki Eropa, terutama Inggris.
7- Dan karena apa yang terjadi di Libya merupakan konflik politik yang diselingi dengan tindakan militer, maka ada perlombaan mengadakan pertemuan untuk mempertemukan pihak-pihak Libya untuk dialog dan mencapai kesepakatan, dan bahkan untuk menandatangani apa yang didiktekan … Inggris mengadakan tiga putaran di Maroko, di kota Bouznika Maroko untuk apa yang disebut dialog Libya antara delegasi Dewan Tertinggi Negara di Tripoli dan Parlemen Tobruk, dan putaran pertama dilaksanakan pada 6-10/9/2020 M, dan putaran kedua pada 2-6/10/2020 M, dan putaran ketiga pada 5/11/2020 M. Dan delegasi dari kedua pihak telah menandatangani draft kesepakatan tentang kriteria untuk memilih jabatan tiinggi: Tampak jelas bahwa di balik pertemuan ini adalah Inggris melalui agen-agennya. Dan berkaitan dengan dialog seputar menemukan konsensus untuk penerapan Pasal 15 dari Perjanjian Skhirat di Maroko yang ditandatangani pada 17/12/2015 M, maka dari pihak pemerintah Libya di Tripoli, notulen perjanjian ditandatangani oleh ketua delegasi Dewan Tertinggi Negara, Fawzi al-‘Uqab, dan dari pihak Parlemen Tobruk ditandatangani oleh ketua delegasi parlemen, Yusuf al-Aqauri, di pinggiran ibu kota Rabat. Pasal 15 menunjukkan di paragraf pertama bahwa “Parlemen Tobruk berkonsultasi dengan Dewan Negara untuk mencapai konsensus mengenai orang-orang yang mengisi posisi kepemimpinan untuk jabatan-jabatan tinggi berikut: Gubernur Bank Sentral Libya, Ketua Dewan Pemeriksa, Kepala Badan Pengawasan Administrasi, Kepala Badan Anti-Korupsi, Ketua Komisi Pemilihan Umum dan para anggotanya, Ketua Mahkamah Agung dan Jaksa Agung”. Paragraf kedua Pasal tersebut menyatakan bahwa “persetujuan dua pertiga dari anggota DPR diperlukan untuk jabatan tersebut”. Kedua pihak dalam dialog telah bertemu untuk putaran pertama antara 6 dan 10 September lalu. Mereka telah mencapai kesepakatan komprehensif tentang mekanisme pengisian jabatan tinggi dan melanjutkan sidang untuk menyelesaikan prosedur mengenai kesepakatan dan implementasinya.
8- Lalu Amerika pergi untuk mengocok semua kartu melalui Penjabat Utusan PBB Stephanie Williams, seorang tokoh diplomatik Amerika, dan menyerukan diselenggarakannya sesi dialog Libya yang paralel dengan yang terjadi di Bouznika di bawah slogan “Libya First” yang dimulai pada 9/11/2020 di Tunisia. Putaran negosiasi langsung antara pihak-pihak yang berkonflik di Libya dengan partisipasi 75 orang tokoh politik Libya di bawah naungan Perserikatan Bangsa-Bangsa, yang dipilih oleh PBB. Tim dialog terdiri dari para wakil rakyat dan anggota Dewan Tertinggi, serta tokoh-tokoh, dan perwakilan dari tiga daerah yaitu, Tripoli, Barqa dan Fezzan. Williams mengatakan pada malam tanggal 15/11/2020 M, “putaran dialog Libya secara langsung di Tunisia berakhir dengan hasil yang sangat positif dan putaran berikutnya akan diadakan secara online seminggu lagi. Hasil positif itu adalah penentuan tanggal pelaksanaan pemilu, penentuan wewenang otoritas eksekutif, dan syarat-syarat pencalonan Dewan Kepresidenan dan Pemerintah. Dan bahwa para peserta dialog Libya dalam tujuh hari diskusi telah mencapai kesepakatan dalam tiga file utama: yang pertama menentukan tanggal pelaksanaan pemilu pada 24 Desember 2021 bertepatan dengan tanggal penting bagi warga Libya yaitu kemerdekaan Libya tahun 1951 .. Kemudian penentuan wewenang otoritas eksekutif dan syarat-syarat pencalonan untuk Dewan Kepresidenan yang akan memiliki tanggung jawab yang sederhana, termasuk menjalankan rekonsiliasi nasional, dan dewan ini akan beranggotakan tiga orang yang mewakili wilayah Selatan, Timur dan Barat… Adapun file ketiga yang disepakati oleh para peserta, diwujudkan dengan wewenang pemerintah yang akan dibatasai dalam memberikan layanan kepada rakyat Libya, seperti air, listrik dan lain-lain … Dan Dewan Kepresidenan dan Pemerintah akan menjadi dua struktur yang terpisah dalam pekerjaan mereka. Dan mereka yang akan dipilih untuk posisi ini akan bekerja untuk waktu yang singkat dan akan berasal dari teknokrat yang “tidak berafiliasi kepada partai manapun” … Masih banyak pekerjaan yang belum ditentukan… Sepuluh tahun konflik tidak mungkin diselesaikan dalam satu minggu… Para peserta setuju untuk bertemu dalam satu minggu ke depan melalui teknologi video conference untuk menentukan mekanisme pemilihan komite hukum, menentukan kaedah-kaedah konstitusional untuk pemilu yang akan menjadi sebuah masalah kekuasaan tinggi” (Anadolu, 16/11/2020 M). Dia benar-benar mengabaikan perjanjian Skhirat. Seolah-olah dia bekerja dari nol ketika dia mengatakan, “Sepuluh tahun konflik tidak mungkin diselesaikan dalam satu minggu”. Ia membahas kembali semua file untuk membatalkan Perjanjian Skhirat secara tidak resmi, dan meremehkan pengaruh Inggris untuk mengakhirinya secara permanen jika memungkinkan atau mengendalikannya jika tidak mungkin menghapusnya.
9- Penjabat Utusan PBB Stephanie Williams, mengancam siapa yang menghalangi dialog, akan diberi sanksi. Dia mengatakan, “Mereka yang mencoba memberikan dana kepada peserta dalam dialog akan diklasifikasikan sebagai penghambat, dan akan dibuka penyelidikan tentang pembayaran suap dan pembelian suara”. Dia mengisyaratkan bahwa “ada kode etik terkait campur tangan uang politik yang korup”. Dia berkata, ‘Usulan untuk mengeluarkan tokoh-tokoh peserta dari jabatan tidak terwujud, hanya saja persentasenya mencapai 61% padahal yang diperlukan 75% untuk konsensus tentang itu” (asy-Syarq al-Awsath, 17/11/2020 M). Willimas bertindak sebagai perwakilan dari politik Amerika di bawah nama utusan PBB. Amerika sendiri mendukung keputusannya melalui Dewan Perwakilan Rakyat AS, ketika Dewan Perwakilan Rakyat AS memberikan suara untuk menyetujui draf “Undang-Undang Dukungan Stabilitas Libya”. Undang-undang tersebut mengingatkan “pentingnya pembicaraan yang dipimpin oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Libya … RUU tersebut menyerukan untuk menjatuhkan sanksi kepada setiap orang atau entitas yang secara ilegal mengeksploitasi sumber daya minyak atau lembaga keuangan Libya, di samping pengetatan pertanggungjawaban orang-orang yang terlibat dalam pelanggaran hak asasi manusia …”. (Sky News, 19/11/2020 M).
10- Negosiasi terjadi antara delegasi Komite Bersama Militer Libya (5+5) yang berasal dari jalannya Konferensi Berlin untuk melaksanakan gencatan senjata di bawah pengawasan Penjabat Utusan PBB Stephanie Williams dari Amerika Serikat. Lalu pada 4/11/2020 M diumumkan tercapainya konsensus tentang point-point perjanjian. Williams mengatakan, “sebanyak 12 point untuk melaksanakan gencatan senjata, yang paling menonjol adalah pembentukan sub-komite militer untuk mengawasi kembalinya semua pasukan asing ke negara mereka” dan penarikan pasukan kedua belah pihak dari Sirte dan Al-Jufrah. Dan menurut kesepakatan yang ditandatangani di Jenewa pada 23/10/2020 dan jangka waktu 90 hari ditentukan untuk kepergian semua pasukan asing dari wilayah Libya” (Reuters, 23/10/2020 M). Erdogan mengatakan, “Kami tidak tahu apakah tentara bayaran seperti orang-orang dari Wagner akan menarik diri dari Libya dalam waktu tiga bulan atau tidak…” (Reuters, 23/10/2020 M). Dia mengatakan ini padahal dia berkoordinasi dengan Rusia di Libya! Sementara Amerika tidak menekan Rusia untuk menarik pasukan ini dan lainnya sampai Amerika mencapai tujuannya di Libya dan kawasan, seperti yang dilakukannya di Suriah.
11- Singkatnya, secara ringkas berdasarkan apa yang telah kami jelaskan dan kami rinci, adalah sebagai berikut:
- Pemerintahan as-Sarraj ingin menggunakan dukungan Turki untuk mencapai proyek Eropa, terutama Inggris, untuk mematahkan duri Haftar dan mengontrol wilayah pengaruhnya, terutama Sirte dan al-Jufrah. Tetapi Turki menggunakan dukungan kepada as-Sarraj untuk proyek Amerika. Segera setelah pasukan as-Sarraj tiba di Sirte dan al-Jufrah, Turki menghentikan dukungannya dan meminta as-Sarraj untuk menerima gencatan senjata dan kembali ke negosiasi dan dialog dengan pihak lain, yang dianggap oleh Turki memberontak dan ilegal! Sirte dan al_Jufrah pun jatuh ke tangan Sarraj. Lalu as-Sarraj ingin mempermalukan Erdogan dengan mengumumkan pengunduran dirinya. Tetapi Turki menekannya untuk mencegahnya melakukan hal itu. Dan ketika Eropa menemukan bahwa tekanan Turki pada as-Sarraj telah meningkat dan agar tidak tampak dia tunduk pada tekanan Erdogan, Eropa menampakkan bahwa penarikan diri as-Sarraj dari pengunduran dirinya adalah apa yang diinginkan oleh Eropa karena menjadi kepentingan Inggris dan Eropa agar as-Sarraj terus berlanjut meskipun Eropa lah yang berada di balik pengunduran diri as-Sarraj!
- Dialog-dialog ini direkayasa dan dibuat oleh negara-negara besar yang aktif, agar negara tersebut menjadi sandera bagi negara-negara besar ini yang memecahkan masalah mereka atau mempersulit mereka dan memaksa para pihak untuk menerapkannya agar dapat memperluas pengaruhnya. Jika tidak, mereka tidak menyelesaikan masalah dengan benar. Perjanjian Skhirat mengatakan hal itu. Inggris telah bekerja untuk menerapkannya Inggris segera membentuk pemerintahan as-Sarraj. Inggris telah mencoba, dalam pertemuan Bouznika baru-baru ini di Maroko, untuk bekerja menerapkan point-point lain dari Perjanjian Skhirat. Tetapi diplomat Amerika Stephanie Williams, yang bekerja di bawah nama penjabat utusan PBB, mengadakan pertemuan-pertemuan dialog yang paralel di antara kedua pihak untuk mengokohkan gencatan senjata di Jenewa dan Ghadames di Libya, dan kemudian di Tunisia untuk mencapai kesepakatan pelaksanaan pemilu setahun lagi. Demikianlah, Amerika menggunakan semua alatnya untuk membuat misi diplomatik AS berhasil sehingga dapat menarik permadani dari bawah kaki Inggris dan mengelola konflik serta mengarahkannya sesuai keinginannya.
- Negara aktif utama yang bersaing, Amerika dan Inggris, akan menghalangi proyek satu sama lain sampai proyek pihak lain gagal dan proyek mereka berhasil. Dengan demikian, kecil kemungkinan bagi negara-negara ini untuk menemukan solusi yang memberikan keamanan dan keselamatan bagi rakyat Libya. Hingga meskipun seandainya pemilu diadakan, mereka tidak akan mengarah pada solusi yang final dan aman, tetapi konflik akan terus berlanjut hingga Amerika atau Eropa dapat memperoleh pengaruh di Libya, dan warga Libya menjadi bahan bakar konflik ini! Maka rakyat Libya harus menolak semua konspirasi ini dan tidak mengikuti negara-negara ini atau itu atau di belakang agen ini atau agen itu. Rakyat Libya harus berusaha mengambil kendali perkara dari tangan-tangan itu dan menyerahkannya ke tangan yang murni dan bersih, tangan orang-orang mukhlis yang sadar secara politik dari kalangan anak-anak ummat. Rakyat Libya harus bekerja untuk mempersiapkan Libya menjadi bagian dari Daulah Islamiyah yang mencakup semua negeri Islam, yaitu daulah al-Khilafah ar-Rasyidah yang mengikuti metode kenabian yang telah disampaikan berita gembiranya oleh Rasulullah:
«ثُمَّ تَكُونُ خِلَافَة عَلَى مِنْهَاجِ النُّبُوَّةِ»
“Kemudian akan ada Khilafah yang mengikuti manhaj kenabian”.
10 Raib’ul Akhir 1442 H
25 November 2020 M
http://www.hizb-ut-tahrir.info/ar/index.php/ameer/political-questions/71894.html