Nasib Muslim Tamil di Tengah Konflik

KOLOMBO — Pertempuran antara pasukan pemerintah Sri Lanka dengan Kelompok Macan Tamil Eelam (LTTE) belum usai. Hingga Rabu (21/4) pasukan Sri Lanka terus merangsek menggempur pertahanan LTTE, menyusul keengganan LTTE untuk menyudahi perlawanan dan menyerahkan diri.

Belum jelas kapan pertempuran itu akan berakhir. Namun yang sudah jelas terlihat, warga sipil menjadi korban. Selain tewas akibat pertempuran, mereka juga harus mengungsi karena wilayah yang mereka tempati menjadi ajang pertempuran.

Hingga Rabu, 100 ribu orang harus meninggalkan rumahnya menuju tempat pengungsian. Namuan ratusan ribu orang lainnya masih terjebak di wilayah pertempuran, yang terletak di wilayah timur laut Sri Lanka tersebut.

Para pengungsi menempati 25 ribu tenda pengungsian di wilayah aman terbentang sepanjang wilayah Puthukkudiyuruppu dan Mullaitivu. Sebagian dari mereka adalah warga Muslim. Bahkan sebagian dari mereka ada yang telah lama berada di pengungsian.

Mereka harus kehilangan rumah akibat pertempuran antara pasukan pemerintah dan LTTE. Beberapa tahun sebelumnya, sebanyak 30 ribu Muslim misalnya, telah meninggalkan kota mereka, Mutur, distrik Trincomalee, karena takut menjadi korban pertempuran dua pasukan.

Tak hanya lelaki dewasa namun ada pula anak-anak, perempuan, dan lelaki renta.”Ini mungkin masalah pengungsi Muslim terbesar di luar Lebanon,” kata Basheer Segu Dawood, Ketua Sri Lanka Muslim Congress (SLMC) kala itu.

Krisis itu terjadi ketika LTTE menterang wilayah timur Mutur kemudian memicu serangan pasukan pemerintah. Pertempuran pun terjadi dan menimbulkan kepanikan. Lalu memicu sebanyak 70 ribu warga sebagian besar Muslim untuk meninggalkan Mutur.

Kini pasukan pemerintah telah menguasai Mutur dan secara keseluruhan distrik Trincomalee. Saat meninggalkan rumah masing-masing tak banyak yang mereka bawa. Hanya pakaian yang melekat di badan mereka yang masih mereka miliki.

Mereka terdampar di sejumlah pengungsian. Sebanyak 13 ribu orang misalnya, berada di Kantalai, Trincomalee. Sebanyak 1.500 keluarga yang berada di pusat penampungan lainnya di Kinniya, juga sangat memprihatinkan.

Anak-anak dihinggapi rasa ketakutan yang mendalam akibat pertempuran antara pasukan pemerintah dan LTTE. Mereka langsung ketakutan bahkan hanya ketika mendengarkan deru mesin motor. Menurut Basheer, pada awal 1990-an, LTTE membuat ribuan Muslim meninggalkan Jaffna.

Padahal generasi demi generasi, Muslim Tamil tinggal di Jaffna, vedikathevu, Periyamadu, dan Mulaithivu yang berada di wilayah utara Sri Lanka. Namun akibat pertempuran pasukan pemerintah dan LTTE selama hampir 25 tahun, membuat Muslim menjadi pengungsi.

”Kami tak menginginkan adanya perang. Kami kehilangan harta benda dan nyawa karena perang. Walaupun pemerintah mengatakan memerangi LTTE, namun kami, rakyat miskin dan tak berdosa, yang menderita,” kata seorang pengungsi di pengungsian Puttlam.

Tak hanya kehilangan harta benda, mereka juga kekurangan air bersih dan tempat berteduh yang kurang layak di tempat pengungsian. Ini memicu merebaknya diare dan penyakit kulit, terutama menyerang anak-anak.

Menurut Socialist World Web Site (SWWS), sebagian pengungsi tak memiliki pekerjaan tetap. Mereka terpaksa mengandalkan ransum makanan dan bantuan yang ada dan kesulitan untuk mendapatkan pekerjaan. Mereka sebenarnya ingin meninggalkan pengungsian menuju Kolombo.

Di sana mereka berkeinginan untuk mencari kerja. Namun pemerintah, melarang mereka meninggalkan pengungsian dengan alasan keamanan.Memang ada yang berhasil menuju Kolombo tetapi harus memiliki surat izin terlebih dahulu dari aparat keamanan.

Pada Rabu (22/4), Dewan Keamanan (DK) PBB, meminta LTTE untuk menghentikan aksi terorismenya, meletakkan senjata, dan menyerahkan diri. Di sisi lain, DK juga meminta pemerintah Sri Lanka membuka akses bagi PBB dan badan dunia ke para pengungsi.

Dubes Mesksiko untuk PBB, Claude Heller, mengatakan masih banyak warga sipil yang terjebak dalam pertempuran. ”Kami mengecam keras aksi terorisme LTTE dan menggunakan warga sipil menjadi tameng. Kami juga mendesak LTTE untuk mengizinkan warga meninggalkan wilayah konflik,” katanya.

Diperkirakan sebanyak 120 ribu warga sipil masih terperangkap di wilayah pertempuran antara pasukan pemerintah dan LTTE. Palang Merah Internasional (ICRC) menyatakan bahwa situasi yang terjadi sekarang ini merupakan sebuah bencana.

Berdasarkan data PBB, lebih dari 4.500 warga sipil tewas dalam tiga bulan terakhir ini. (Republika online)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*