Bagaimana Menangani Aurat yang Tampak Secara Meluas

بسم الله الرحمن الرحيم

Silsilah Jawaban asy-Syaikh al-‘Alim ‘Atha` bin Khalil Abu ar-Rasytah Amir Hizbut Tahrir Atas Pertanyaan di Laman Facebook Beliau “Fiqhiyun”

Jawaban Pertanyaan:

Bagaimana Menangani Aurat yang Tampak Secara Meluas

Kepada Abdullah Ibn al-Mufakkir

 

Soal:

Assalamu ‘alaikum wa rahmatullah wa barakatuhu Syaikh kami yang terhormat. Saya memohon kepada Allah agar melindungi Anda, menjaga Anda dalam kesehatan yang baik untuk Dakwah dan Agama ini dan agar memberi Anda umur yang panjang dalam beribadah kepada-Nya dan menjadikan Anda saksi berdirinya kembali Khilafah Rasyidah yang kedua. Saya memohon kepada Allah agar memelihara dan memperkuat Dakwah kepada jalan hidup Tidaki, dan agar mempersatukan umat kita di bawah satu panji. Amin.

Pertanyaan saya adalah tentang pria yang melihat wanita. Di Barat, kebanyakan wanita mengekspos aurat mereka (minimal rambut dan lengan – hampir semuanya di musim panas). Saya mendapat kesan bahwa melihat aurat mereka adalah haram bagi pria, terlepas dari apakah mereka wanita yang menarik atau jelek, sama seperti haram bagi seorang pria untuk melihat aurat pria lain meskipun dia tidak tertarik kepadanya.

Saya mengerti bahwa “pandangan pertama” itu diperbolehkan, dan pandangan kepada aurat setelah yang pertama itu adalah haram. Dalam kehidupan sehari-hari orang-orang di Barat, seorang pria akan bertemu dengan wanita yang membuka aurat setiap hari. Dalam kasus seperti mengemudi atau berjalan, ia dapat mengatur untuk hanya melihat sekilas, namun, ini praktis tidak mungkin dilakukan di tempat kerja, sekolah, dan tempat perbelanjaan.

Pada dasarnya tidak mungkin bagi seorang pria untuk berinteraksi dengan rekan kerja wanita tanpa melihat aurat mereka. Jika dia hanya melihat auratnya sekali, untuk setiap interaksi lain dengannya, dia harus menutup matanya atau melihat ke lantai. Di sini, saya tidak mengacu pada pandangan disertai nafsu. Mungkin rekan kerja wanita itu jelek, tapi untuk interaksi, pria itu tetap harus melihat auratnya -tapi dia hanya diperbolehkan untuk melihatnya sekali (seperti yang saya pahami).

Seorang siswa Muslim tidak akan dapat berpartisipasi dalam kelas di mana seorang guru wanita menampakkan auratnya. Setelah melihat guru wanita itu di awal pelajaran, siswa laki-laki itu tidak diperbolehkan untuk melihatnya selama sisa pelajaran, bahkan jika guru wanita itu sudah tua atau jelek sekalipun. Dia menampakkan auratnya, yang haram untuk dilihat.

Situasinya juga serupa untuk berbelanja.

Pria itu tidak akan bisa berinteraksi dengan wanita kecuali dengan melihat ke lantai atau menutup matanya. Bahkan jika wanita itu jelek sekalipun, dia tetap tidak boleh melihat aurat wanita itu.

Pertanyaan saya:

Benarkah anggapan saya bahwa melihat aurat wanita asing adalah haram kecuali pandangan pertama, meskipun wanita itu jelek sekalipun. Sama seperti halnya melihat aurat pria adalah haram meskipun tidak ada ketertarikan padanya. Apakah benar anggapan saya itu? Jika haram, apakah pekerjaan yang melibatkan interaksi dengan wanita yang membuka aurat diperbolehkan kasus per kasus, berdasarkan dharûrah (keperluan/keharusan)?

Bisakah Anda menjelaskan secara praktis pandangan pertama itu?

Bisakah Anda juga menjelaskan secara praktis apa artinya “yaghdhudhna abshârihinna/abshârihim -mereka hendaklah menundukkan pandangan mereka-” bagaimana dan kapan itu harus dilakukan?

Jazakumullâahu khairan ya Syaikh.

Dari Saifudeen Abdullah), selesai.

 

Jawab:

Wassalamu ‘alaikum wa rahmatullâh wa barakâtuhu.

Berkaitan dengan aurat yang tersebar luas dan yang sulit untuk menjaga dari dari melihatnya dalam kondisi negara-negara saat ini yang tidak menerapkan Islam, berkaitan dengan keadaan ini maka Allah telah memerintahkan kita dengan dua perkara;

Pertama, agar menundukkan pandangan, yakni menundukkan pandangan dengan apa yang diperlukan untuk berjalan dan menunaikan pekerjaan …

Kedua, agar tidak mengikuti pandangan tiba-tiba dengan pandangan lainnya …

Kami telah merinci hal itu di dalam an-Nizhâm al-Ijtimâ’iy berkaitan dengan jawaban pertanyaan Anda maka kami katakan:

(… sejak peradaban barat menginvasi kita dan negeri-negeri kaum Muslim diperintah dengan sistem kufur, jadilah para wanita non muslim keluar dalam setengah telanjang: tersingkap dada, punggung, rambut, lengan dan betis. Dan jadikah para wanita muslimah mengikuti para wanita non Muslim itu dan para wanita muslimah pun keluar ke pasar seperti itu. Sampai-sampai seseorang tidak mampu membedakan wanita Muslimah dan non Muslimah dan mereka berjalan di pasar atau berdiri di toko melakukan tawar menawar untuk membeli.  Para pria muslim yang hidup di kota-kota ini sekarang tidak mampu menghilangkan kemungkaran ini sendiri. Mereka tidak mampu hidup di kota-kota ini tanpa melihat aurat-aurat ini. Sebab tabiat kehidupan yang mereka jalani dan bentuk bangunan yang mereka tinggali mengharuskan adanya penglihatan oleh laki-laki terhadai aurat wanita itu, dan laki-laki siapapun tidak mungkin melindungi diri dari melihat aurat wanita berupa lengan, dada, punggung, betis, dan rambut mereka bagaimana pun dia telah berusaha, kecuali dalam kondisi dia duduk di rumahnya dan tidak keluar dari rumahnya itu. Dan ini tidak mungkin sama sekali. Sebab dia perlu melakukan huungan-hubungan dengan orang dalam jual beli, kontrak kerja dan bekerja dan lainnya yang perlu untuk kehidupannya. Dia tidak mampu melakukan itu tanpa memandang aurat-aurat ini. Dan pengharaman memandang aurat itu jelas gamblang di dalam al-Kitab dan as-Sunnah, lalu apa yang dia lakukan? Keluar dari persoalan ini tidak lain ada dalam dua keadaan:

Pertama, pandangan tiba-tiba, yaitu apa yang dia saksikan di jalan, dan ini dimaafkan dari pandangan pertama dan dia tidak boleh mengulangi pandangan untuk kedua kalinya dst. Hal itu karena apa yang diriwayatkan dari Jarir bin Abdullah, dia berkata:

«سَأَلْتُ رَسُولَ اللَّهِ ﷺ عَنْ نَظْرَةِ الْفُجَاءَةِ فَأَمَرَنِي أَنْ أَصْرِفَ بَصَرِي» أخرجه مسلم

“Aku bertanya kepada Rasulullah saw tentang pandangan tiba-tiba lalu Beliau menyuruhku agar aku memalingkan pandanganku” (HR Muslim).

 

Dan dari Ali ra, ia berkata: “Rasulullah saw bersabda kepadaku:

«لَا تُتْبِعِ النَّظْرَةَ النَّظْرَةَ، فَإِنَّمَا لَكَ الْأُولَى، وَلَيْسَتْ لَكَ الْآخِرَةُ» أخرجه أحمد من طريق بريدة

“Jangan engkau susulkan pandangan kepada pandangan, tidak lain untukmu adalah yang pertama dan yang terakhir bukan untukmu” (HR Ahmad dari jalur Buraidah).

 

Adapun yang kedua, adalah berbicara kepada wanita yang tersingkap kepalanya, lengannya dan apa yang biasa dia tampakkan, maka ini wajib memalingkan pandangan dari wanita itu dan menundukkan pandangan dari memandang wanita itu. Hal itu karena apa yang diriwayatkan oleh imam al-Bukhari dari Abdullah bin Abbas ra, ia berkata;

«كَانَ الْفَضْلُ رَدِيفَ النَّبِيِّ ﷺ فَجَاءَتْ امْرَأَةٌ مِنْ خَثْعَمَ فَجَعَلَ الْفَضْلُ يَنْظُرُ إِلَيْهَا وَتَنْظُرُ إِلَيْهِ فَجَعَلَ النَّبِيُّ ﷺ يَصْرِفُ وَجْهَ الْفَضْلِ إِلَى الشِّقِّ الْآخَرِ»

“Al-Fadhl membonceng Nabi saw, lalu datang seorang wanita dari Khats’am dan membuat al-Fadhl memandangnya dan wanita itu memandang al-Fadhl maka Nabi saw memalingkan wajah al-Fadhl ke arah yang lain”.

 

Dan Allah SWT berfirman:

﴿قُل لِّلْمُؤْمِنِينَ يَغُضُّوا مِنْ أَبْصَارِهِمْ وَيَحْفَظُوا فُرُوجَهُمْ

“Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandanganya, dan memelihara kemaluannya” (TQS an-Nur [24]: 30).

 

Maksud ghadhu al-bashar adalah menundukkannya. Jadi solusi persoalan ini adalah menundukkan pandangan oleh laki-laki, seraya terus melanjutkan aktifitasnya yang dia lakukan berupa pembicaraan yang penting dengan wanita itu, atau naik dalam kendaraan atau duduk di balkon karena kegerahan atau semacamnya. Keperluan-keperluan ini termasuk hal-hal keperluan kehidupan umum laki-laki dan dia membutuhkannya dan tidak kuasa untuk menolak bala’ berupa tersingkapnya aurat-aurat ini. Maka dia harus menundukkan pandangan sebagai pengamalan ayat ini. Dan dia tidak boleh selain itu sama sekali.

Tidak bisa dikatakan di sini: bahwa ini telah tersebar luas dan sulit untuk berlindung diri darinya. Kaedah ini bertentangan dengan syara’. Keharaman tidak berubah menjadi halal jika telah tersebar luas. Dan yang halal tidak menjadi haram jika telah tersebar luas. Tidak dikatakan, mereka itu para wanita kafir dan diperlakukan seperti hamba sahaya, sehingga aurat mereka seperti aurat hamba sahaya. Tidak dikatakan demikian sebab hadits itu bersifat umum meliputi wanita dan tidak mengatakan wanita muslimah. Rasul saw bersabda:

«إنَّ الْجَارِيَةَ إذَا حَاضَتْ لَمْ تَصْلُحْ أَنْ يُرَى مِنْهَا إلَّا وَجْهُهَا وَيَدَاهَا إلَى الْمِفْصَلِ»

“Seorang gadis jika sudah haidh maka tidak boleh terlihat darinya kecuali wajahnya dan kedua tangannya sampai pergelangan tangan”.

 

Dan ini gamblang dalam haramnya memandang wanita, muslimah atau non muslimah. Hadits itu bersifat umum dalam semua kondisi, termasuk kondisi ini. Dan wanita kafir tidak diqiyaskan terhadap hamba sahaya sebab tidak ada aspek untuk qiyas.

… Dan wajib bagi mereka yang hidup di kota-kota itu dan mereka terpaksa terjun ke tengah masyarakat atau melakukan muamalah dengan para wanita kafir yang menampakkan aurat mereka berupa membeli dari mereka, berbicara dengan mereka, bekerja atau mempekerjakan mereka atau menjual kepada mereka atau yang lainnya, mereka yang hidup di kota-kota itu wajib menundukkan pandangan mereka selama melakukan hal itu, atau mereka membatasi pada kadar yang mereka butuhkan yang terpaksa mereka lakukan) selesai.

Saya berharap di dalam yang demikian itu ada jawaban yang memadai untuk pertanyaan Anda, wallâh a’lam wa ahkam.

 

Saudaramu Atha’ bin Khalil Abu ar-Rasytah

 

09 Dzulhijjah 1442 H

19 Juli 2021 M

http://www.hizb-ut-tahrir.info/ar/index.php/ameer-hizb/ameer-cmo-site/76693.html

https://web.facebook.com/HT.AtaabuAlrashtah/posts/2974184899494181

 

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*