Surabaya – Halaqah Islam Peradaban (HIP) ke-2 DPD HTI Jatim, Ahad (26/4) di Gedung Dakwah DPD HTI Jatim mendapat sambutan hangat masyarakat. Pembahasan perjuangan Syari’ah Islam dengan tajuk hasil pemilu, parpol Islam dan agenda perubahan dibuka oleh Humas HTI Jatim KH.dr.Muhammad Usman. Sebagai pembicara Ustadz. M Ismail, SPd (ketua Lajnah Fa’aliyah DPD HTI Jatim) dan KH. Hanif Adzhar (Partai Bulan Bintang). Diantara 50 peserta yang hadir dalam forum ini, tampak hadir caleg parpol seperti PAN dan HANURA, anggota polda Jatim, anggota kodam V, sejumlah akademisi, dan tokoh masyarakat. Dalam sambutannya Ustadz.dr.Usman mengingatkan akan salah satu kondisi umat islam yang kian turun jumlahnya. Hal ini meniscayakan pentingnya penegakan syari’ah Islam untuk menyelamatkan kaum muslim.
Dalam pengantar rangkaian acara Ustadz. Agus S. Ramadhan menyampaikan fenomena “kemenangan”partai sekuler atas parpol islam dalam Pemilihan Umum (9/4) lalu yang seharusnya menjadi catatan bagi parpol-parpol Islam. Kemenangan sebenarnya adalah pada pemilih yang memilih “untuk tidak memilih”. Namun yang terjadi saat ni, sepak terjang parpol Islam peserta pemilu terperangkap dalam demokrasi ketika melihat hasil perhitungan sementara. parpol Islam peserta pemilu tak dalam satu barisan perjuangan Islam. Bahkan merapat ke Cikeas dan Teuku Umar. Dengan kata lain parpol islam menempel parpol sekuler untuk diberi kekuasaan. Bukankah jika bersatu, parpol islam saat ini juga punya suara yang signifikan untuk berjuang sebagai kelompok islam yang konsisten terhadap perjuangan Islam, tampil dalam agenda perubahan menuju Kepemimpinan Islam dengan syari’ah. Selanjutnya Ustadz.Muhammad Rif’an sebagai pemandu dialog interaktif HIP mempertegas posisi sementara parpol Islam berdasarkan data sementara KPU serta fenomena pileg dari kampanye hingga dampak pasca pileg.
Berawal keterkaitan pembukaan UUD 45 dan Piagam Jakarta, KH. Hanif memaparkan perjuangan syari’ah Islam di Indonesia sejak zaman Soekarno yang telah menganulir Piagam Jakarta hingga ancaman Soekarno kepada pembubaran NU layaknya Masyumi, jika tidak tunduk kepada kehendak Soekarno. Dilanjutkan pemaksaan doktrin asas tunggal dalam kepemimpinan Soeharto.
Perjuangan syariat Islam untuk tampil dalam Kepemimpinan Islam sebenarnya pernah terbuka peluangnya. Namun beliau menyayangkan ketidaksiapan Masyumi ketika itu. Peluang kedua saat reformasi digulirkan, kesempatan ini kembali mengalami ketidaksiapan dikarenakan rendahnya Ghiroh Islam para penguasa/pemimpin muslim, “laa diiniyyah” sekuler. Mereka enggan dan tidak mau mengatur negara dengan agama. Oleh karena itu menurut beliau pengopinian syariat Islam harus dilakukan secara berulang-ulang, sebagaimana dicontohkan dalam surah Arrahman yang melakukan perulangan pada kalimat yang sama. Harus dijelaskan bahwa syariat Islam itu memiliki syariat untuk muslim, syariat untuk kafir dan ada juga syariat untuk umum baik kafir maupun muslim, demikian imbuh beliau.
Sementara itu, Ustadz Ismail menyorot hasil perolehan suara parpol islam sebagai sebuah fenomena yang bersama-bersama harus introspeksi terhadap parpol Islam, mengapa parpol Islam tidak banyak dipilih ? Agenda perubahan yang diusung di pemilu 2009 ini, tidak signifikan untuk perubahan. Karena hanya islam sajalah, yang akan mampu melakukan perubahan ke arah yang lebih baik.
Merespon bagaimana Partai Bulan Bintang melanjutkan perjuangan syari’ah pasca pemilu. Kiai Hanif menegaskan optimis dengan Syari’ah Islam dan menurut beliau telah ada titik terang dukungan. Terkait dengan perolehan suara parpol islam menurut beliau umat islam belum paham dan kurang ghiroh. Perihal rendahnya pemahaman masyarakat terhadap Islam, Ustadz. Ismail menyampaikan pentingnya pembinaan kepada masyarakat secara terus menerus oleh parpol Islam baik konsep dan persiapan mewujudkan kepemimpinan Islam, sebagaimana Hizbut Tahrir juga telah lakukan sebagai langkah riil parpol Islam. Sekaligus memberikan solusi Islam terhadap permasalahan umat melalui Tabbani Masholihul Ummat yang selama ini dilakukan oleh Hizbut Tahrir.
Di sesi akhir dialog, Ustadz Ismail menyampaikan perbedaan mendasar antara Islam dan demokrasi tentang kedaulatan, kemudian KH. hanif menegaskan pendapat beliau sama dengan apa yang disampaikan oleh Ustadz. Ismail. Beliau sebelumnya sempat menyampaikan pendapat M. Natsir bahwa Islam mengajarkan kreteria manusia yang akan membangun negara. Sedangkan dalam sistem kenegaraan yang menyesuaikan kondisi selama tidak bertentangan dengan HALUAN ISLAM. KH. Hanif menambahkan tentang pilpres 2009 mendatang bahwa tak satu orangpun capres dalam pilpres 2009 sesuai dengan Asas Islam.
Walhasil, Aqidah Islam menjadi asas bagi segalanya, kokoh diatasnya syari’ah Islam sebagai aturan main kehidupan. Nilai perjuangan apa yang akan dicari selain Perjuangan penerapan syari’ah dan tegakknya khilafah demi teraihnya ridho Alloh SWT. (asr/lijatim)