Namru-2 akan Dikaji Ulang

Permintaan kekebalan diplomatik dinilai aneh.

MAKASSAR–Pemerintah akan mengkaji kembali keberadaan Lembaga Riset Medis Angkatan Laut AS (Naval Medical Research Unit 2/Namru-2) di Indonesia. Pernyataan itu ditegaskan Wapres, Jusuf Kalla, Jumat (25/4), di Makassar. ”Kita akan cek lagi keberadaan mereka di Indonesia,” kata Wapres, Jusuf Kalla, Jumat (25/4), di Makassar. Menurut Kalla, pendirian Namru-2 sejak awal memang ditujukan guna melakukan riset medis. Dalam hal ini, Pemerintah Indonesia tak mempermasalahkan keberadaan laboratorium Namru-2 yang berada satu kompleks dengan Gedung Balitbang Depkes di Jl Percetakan, Rawasari, Jakarta Pusat.

”Kita harus menjalin kerja sama dengan berbagai pihak, termasuk bidang penelitian. Misalnya, antaruniversitas atau antarlembaga riset, seperti penanganan flu burung. Kita juga bekerja sama dengan laboratorium di AS dan Hong Kong,” jelasnya.

Karena jalinan kerja sama terkait riset medis, Kalla menegaskan peneliti Namru-2 yang berkewarganegaraan AS tak berhak memiliki kekebalan diplomatik. ”Mereka sebagai peneliti bekerja layaknya profesional. Jadi, tidak perlu ada kekebalan diplomatik,” katanya.

Pengamat hukum internasional, Hikmahanto Juwana, berpendapat peneliti Namru-2 tidak bisa mendapatkan kekebalan diplomatik. Sesuai Konvensi Wina, kekebalan diplomatik hanya diberikan kepada kepala negara, kepala pemerintahan, menteri luar negeri, dan diplomat. Dia mengaku tak paham jika kemudian peneliti Namru-2 yang berkewarganegaraan AS diberikan kekebalan diplomatik. ”Secara hukum internasional, ini aneh,” katanya.

Pendapat serupa dikemukakan pengamat politik dari CSIS, Kusnanto Anggoro. Ia menyatakan peneliti Namru-2 bukanlah diplomat. ”Manajemen mereka juga berbeda karena tidak berada di bawah Deplu AS,” katanya.

Kusnanto meminta pemerintah tetap waspada dengan memperjelas tugas-tugas Namru-2 dalam butir kesepakatan: apa yang hendak dicari dan apa yang harus dilaporkan ke Indonesia. ”Kesepakatannya harus rinci, rangepelaksanaannya sampai mana, dan harus dapat diakses.”

Riset ilmiah

Sementara itu, Direktur Namru-2, Kapten Trevor R Jones, menegaskan riset yang dilakukan lembaganya selama ini atas izin Depkes RI. ”Setiap meneliti, kami selalu meminta izin Balitbangkes Depkes. Hasil penelitian juga kami laporkan ke Litbangkes. Tak ada yang ditutup-tutupi. Ini murni lembaga penelitian,” katanya saat jumpa pers di laboratorium Namru-2, kemarin.

Pemerintah AS, kata Jones, tetap menginginkan kerja sama riset Namru-2 diteruskan. ”Tapi, kami masih membicarakannya secara informal,” kata Jones yang didampingi Wakil Dubes AS untuk Indonesia, John A Heffern.

Mengenai keinginan perwira TNI AL dilibatkan di Namru-2, Jones mengaku pernah menawarkan itu. ”Sekarang pun penawaran masih terbuka bagi ilmuwan medis atau dokter TNI untuk datang dan bekerja di sini setiap hari.”

Menjawab pertanyaan apa kepentingan AS meneruskan riset Namru-2, padahal laboratorium serupa punya Indonesia (Lembaga Eijkman dan Laboratorium Litbangkes) sudah ada, Jones menyatakan alasan pendirian Namru-2 karena permintaan Pemerintah Indonesia.

Namru-2 mulai beroperasi sejak 1970 untuk melakukan riset berbagai penyakit tropis, misalnya malaria. Kontrak Namru-2 berakhir pada Januari 2005. Tapi, untuk kepentingan beberapa penelitian, seperti flu burung, kontrak diperpanjang hingga Januari 2006. Pembahasan ulang kerja sama Namru-2 mandek terkait sejumlah persoalan. Di antaranya, permintaan kekebalan diplomatik bagi 20 staf Namru-2 warga negara AS. wed/eye/ann/ant

[Republika]

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*