JAKARTA — Puluhan prajurit TNI Angkatan Darat (AD) dari Batalyon 751/BS Sentani Jayapura, berunjuk rasa memprotes prilaku komandan satuan tersebut. Unjuk rasa itu dilakukan karena mereka menganggap pihak komandannya melalaikan hak prajurit.
Kepala Dinas Penerangan TNI AD, Brigjen TNI Christian Zebua, mengatakan, aksi unjuk rasa yang disertai perusakan sejumlah fasilitas markas Yon 751/BS itu berawal dari prosesi pemakaman salah satu anggota Yon 751/Sentani ke Nabire.
“Para anggota meminta agar rekannya dimakamkan di Nabire. Namun, komandan setempat keberatan karena biayanya terlalu mahal mengingat harus menyewa pesawat. Akhirnya, para anggota sepakat untuk menyisihkan uangnya guna membayar 50 persen biaya, dan sisanya ditanggung komandan bersangkutan,” ungkap Christian.
Namun, setelah seluruh prosesi pemakaman hingga ke Nabire selesai, para prajurit meminta pengembalian uang yang telah disisihkan untuk membantu pengiriman jenazah rekan mereka ke Nabire. Tetapi, tidak mendapat tanggapan positif dari Komandan Batalyon 751/BS Sentani, Letkol TNI Lambok Sihotang .
Akibatnya, para prajurit berunjuk rasa sambil melakukan perusakan sejumlah fasilitas markas. “Komandan berusaha menjelaskan perihal prosesi pemakaman itu. Namun, prajurit keburu kesal dan marah, hingga komandan melarikan diri,” tuturnya.
Tentang adanya hak prajurit seperti uang lauk pauk yang belum dibagikan Komandan Lambok, maka Brigjen Christian mengatakan, hal itu bisa saja terjadi.
“Tetapi yang jelas, aksi itu dipicu oleh prosesi pemakaman salah satu prajurit satuan setempat yang meninggal dunia. Kita akan dalami terus kasus ini, termasuk kemungkinan adanya hak-hak prajurit yang tidak diberikan,” katanya.
Untuk mendalami kasus tersebut, lanjut Christian, maka Mabes TNI Angkatan Darat (AD) akan membentuk tim investigasi yang dipimpin langsung oleh Panglima Kodam Trikora.
Mengenai korban jiwa, ia mengatakan, hingga saat ini pihaknya belum menerim laporan tentang adanya korban jiwa atau prajurit yang mengalami luka-luka akibat aksi tersebut.
Belakangan ini situasi keamanan di Papua memang ‘menghangat’. Menjelang penyelenggaraan Pemilu Legislatif pada 9 April lalu, misalnya, tiba-tiba muncul berbagai insiden kekerasan seperti ancaman bom, pertikaian antarkelompok, penyerangan kantor polisi. Gedung Rektorat Universitas Cendrawasih di Jayapura pun dibakar oleh orang tak dikenal.
Selain itu, pada 15 April lalu, kelompok separatis Organisasi Papua Merdeka (OPM) melakukan penghadangan terhadap rombongan anggota Brimob Polri di Kampung Lumbok Tingginambut, Kabupaten Puncak Jaya, Papua. Akibatnya, tujuh orang anggota Polri mengalami luka tembak dan satu di antaranya tewas, yakni Brigadir Musa Aninam.
waspadai asing di balik separatis Papua terutama Amerika dan Australia
hal seperti ini memang biasa terjadi di dunia militer indonesia,banyak hak-hak anggota yang tidak diberikan oleh komandannya.harus ada kontrol yang baik dari komando atas agar tidak terjadi penyalahgunaan kekuasaan.