“Inggris keluar melalui pintu dan masuk kembali melalui jendela”. Demikian inilah halnya dengan kehadiran kolonialis Inggris di Irak. Pada saat mengumumkan keluarnya pasukan pendudukan militer dari Irak, Brigadir Tom Beckett, komandan divisi 20 lapis baja Inggris mengatakan: “Hari ini menandai berakhirnya tugas perang bagi tentara Inggris dalam mendukung pemerintah Irak, tetapi ini bukan akhir dari hubungan Inggris dengan Irak”.
Pada saat yang sama sedang bertemu pada sebuah konferensi di London konferensi para perwakilan dari sekitar 250 perusahaan, terutama Shell, Rolls Royce, dan Barclays Capital dengan para petinggi Irak, di antaranya Menteri Perminyakan Irak, Hussain al-Shahristani untuk menandatangani kontrak/perjanjian tentang minyak dan ekonomi di Irak. Begitu juga halnya dengan tekad Perdana Menteri Irak, Nuri al-Maliki yang bermaksud untuk bergabung dengan para petinggi senior Irak dan para pengusaha asing pada sebuah konferensi di London, hari Kamis depan untuk membicarakan peluang investasi di Irak.
Dalam konferensi pers, Perdana Menteri Inggris mengatakan: “Kami berharap dalam penandatangan kesepakatan dengan pemerintah Irak untuk peran di masa depan yang dapat memainkan peran dalam pelatihan, dan perlindungan pasokan minyak Irak. Semua ini akan menjadi kesepakatan antara dua pemerintah, dan bukan lagi keputusan dari PBB”.
Inggris ingin meraih keuntungan dari partisipasinya membantu Amerika dalam melakukan invasi di Irak, serta ingin mendapatkan bagian yang besar dari kue Irak.
Bagi Inggris, Irak masih menjadi jajahannya dan jajahan Amerika, sampai selesainya ekstraksi dan perampasan tetes terakhir dari sumur-sumur minyak Irak. (mediaumat.com)
” mirip sekali dengan peristiwa “para mafia barkeley di indonesia” sadarlah wahai orang2 muslim