Jenderal Stanley McChrystal, Komandan baru pasukan AS di Afghanistan ternyata memiliki “latar belakang” hitam dalam karir militernya. Wartawan investigasi terkemuka Seymour Hersh dalam wawancara dengan GulfNews tanggal 12 Mei kemarin mengungkapkan bahwa McChrystal adalah mantan kepala Joint Special Operations Command (JSOC).
JSOC, kata Hersh, adalah unit khusus yang berada dibawah komando langsung mantan wakil presiden AS Dick Cheney. Unit ini disebut juga “unit pembunuh” Cheney karena salah satu kegiatannya adalah melakukan operasi khusus dengan target individu-individu yang dianggap anti-Amerika atau diyakini merencanakan aktivitas-aktivitas untuk melawan AS. Jika perlu, unit ini melakukan pembunuhan terhadap target-target yang dianggap menjadi ancaman serius bagi AS. Ketika mengepalai JSOC, McChrystal masih berpangkat Letnan Jenderal.
Jenderal lulusan akademi militer West Pointer itu menjadi anggota Baret Hijau setelah menyelesaikan pendidikan militernya. Ia pernah menjadi komandan Divisi ke-82 angkatan udara AS, sebelum akhirnya menjadi kepala staff pasukan gabungan AS di Pentagon. Selama 33 tahun karirnya di dinas militer AS, tidak banyak informasi yang terungkap tentang apa saja yang sudah dilakukan McChrystal dalam terkait tugas-tugas kemiliteran, termasuk aktivitasnya di JSOC antara tahun 2003 dan 2008. JSOC sendiri, adalah kelompok elit di kemiliteran AS yang melakukan operasi secara gerilya dan selama empat tahun eksistensinya, Pentagon tidak pernah mau mengakui keberadaan kelompok elit ini.
Tapi, pada bulan Juli 2006, lembaga hak asasi manusia, Human Rights Watch mengeluarkan laporan berjudul “No Blood, No Foul” tentang praktek-praktek penyiksaan di tiga fasilitas penjara militer AS di Irak. Salah satunya di Kamp Nama yang berada di bawah kendali JSOC. Kebijakan-kebijakan yang diberlakukan di kamp tersebut berdasarkan pengarahan dari Stanley McChrystal yang saat itu berpangkat mayor jenderal. Resminya, McChrystal ditugaskan di Fort Bragg, North Carolina. Tapi ia sering mengunjungi Kamp Nama dan basis-basis pasukan khusus AS yang berada di bawah komandonya, di Irak dan Afghanistan.
Menurut pengakuan seorang interogator di Kamp Nama bernama Jeff, berbagai penyiksaan dilakukan terhadap para tahanan di kamp tersebut. Para tahanan misalnya, dimasukkan ke dalam kontainer-kontainer dalam kondisi udara panas menyengat selama 24 jam atau memberikan efek syok pada para tahanan dengan cara merendam mereka di air yang sangat dingin, memborbardir mereka dengan kilatan cahaya yang menyilaukan mata, suara musik yang sangat bising, pengurangan waktu tidur bahkan pemukulan.
Ketika Jeff dan interogator lainnya mengungkapkan kekhawatirannya tentang penyiksaan itu pada “atasan” mereka. Jeff dan sejumlah rekannya mengatakan bahwa cara-cara interogasi yang mereka lakukan melanggar hukum dan mereka kemungkinan bisa menghadapi persoalan dengan divisi investigasi tindak kriminal kemiliteran atau penyelidikan dari Palang Merah Internasional. Tapi, mendengar kekhawatiran yang diungkapkan Jeff, atasannya mengatakan bahwa dirinya sudah mendapat pengarahan dari Jenderal McChrystal dan Pentagon bahwa Palang Merah Internasional tidak akan dibiarkan ikut campur.
Ditanya Human Rights Watch apakah para interogator tahun bahwa atasan mereka menerima perintah atau tekanan untuk menggunakan taktik penyiksaan, Jeff menjawab bahwa ia menduga adanya tekanan dan perintah itu dari rantai komandan yang lebih tinggi. Tapi, menurut Jeff, para interogator tidak pernah diberi tahu adanya perintah atau kebijakan semacam itu.
“Kami tidak tahu banyak tentang hal ini. Kami tahu, kami hanya beberapa tingkatan di bawah rantai komando Pentagon. Para interogator yang tidak menjadi bagian dari gugus tugas itu, sama sekali tidak tahu menahu,” kata Jeff.
Jeff mengaku bahwa ia pernah melihat Jenderal Stanley McChrystal yang ketika itu menjadi Komandan JSOC di Irak, beberapa kali berkunjung ke Kamp Penjara Nama. “Saya melihatnya beberapa kali. Saya kenal orangnya,” tukas Jeff.
Informasi yang diungkap oleh wartawan investigasi Seymour Hersh dan pengakuan Jeff, salah seorang interogator di Kamp Nama menunjukkan bahwa Jenderal McChrystal adalah sosok “berdarah dingin” yang memiliki catatan buram dalam karir militernya karena menerapkan taktik penyiksaan terhadap para tahanan dan mengendalikan kamp penjara ilegal di Irak. Dan sekarang, Jenderal “berdarah dingin” itu dipilih Presiden Barack Obama untuk memimpin pasukan AS di Afghanistan. (eramuslim.com)