Pengamat Ekonomi Tony A Prasetyantono mengatakan, Wakil Presiden Boediono akan menghadapi dua tantangan terbesar yang hingga kini masih menjadi pekerjaan rumah bagi pemerintah.
“Pertama percepatan proyek infrastruktur, ini tidak mudah. Di era Jusuf Kalla (JK) yang cekatan saja, kita tidak puas dengan lambatnya realisasi proyek-proyek infrastruktur. Apalagi Pak Boed yang terkenal agak lambat. Ini harus menjadi tantangan tersendiri bagi beliau, dimana beliau tidak boleh menyerah dan harus berambisi untuk lebih cepat dari JK,” katanya di Jakarta.
Tantangan yang kedua menurut dia, adalah pengelolaan sisi fiskal, dimana pencarian utang luar negeri atau obligasi berbunga tinggi harus mulai dihentikan.
“Pak Boed harus mengerem pencarian utang luar negeri (obligasi) yang berbunga tinggi yang kini dilakukan. Ke depan, pembayaran utang luar negeri harus diperlandai kurvanya (smoothing atau reprofiling). Jika tidak kita terancam bencana fiskal di kemudian hari,” katanya.
Pengamat Ekonomi Fauzi Ikhsan mengatakan, efektifitas Boediono sebagai wapres guna mendorong perekonomian tergantung pada kewenangan yang diberikan Presiden kepadanya.
“Kalau dia diberikan secara politis kewenangan untuk mengurusi masalah ekonomi itu bagus, tapi kalau tidak ya percuma,” katanya. Menurut dia, dari sisi perekonomian, pekerjaan rumah yang terbesar adalah masalah realisasi proyek-proyek infrastruktur dan penyerapan anggaran.
“Bisa tidak sebagai Wapres bila nantinya terpilih mendorong daerah agar memperbaiki penyerapan,” katanya.
Kekhawatiran terhadap Boediono yang dinilai lambat dalam beraksi juga disampaikan ketua umum Sofjan Wanandi. Ia mengatakan, SBY dan Boediono yang memiliki sifat yang sama dikhawatirkan menjadi kendala dalam pengambilan kebijakan.
“Kalau makronya mungkin lebih baik dari Pak Jusuf Kalla dari sekolahnya dan segala macamnya, tapi berani tidak menghadapi DPR karena dia kan tidak punya dukungan partai, dia berani tidak menghadapi koalisi partai-partai ini, ini yang kita khawatir. mempunyai sifat yang sama dengan SBY, orangnya menunggu. Dengan pengusaha juga susah ketemu sama dia, orangnya tertutup,” katanya.
Selain itu, Sofjan juga mengkhawatirkan kewenangan yang dimiliki oleh Boediono, sebab Boediono bukan orang dari partai politik. “Apakah dia bisa meredam koalisi-koalisi partai politik,” katanya. Ia juga khawatir kalu Boediono hanya dipasang sebagai ban serep. Ia berharap wakil presiden merupakan orang yang aktif. “Bukan hanya gunting-gunting pita,” katanya. (Republika online, 16/05/2009)
Budiono adalah orang yang dekat dengan IMF. Tentu dia akan ganti strategi, untuk mengelabui rakyat Indonesia. Sekalupun tidak meminjam kepada IMF, Dia akan berperan menjadi eksekutor berbagai langkah yang aknn menguntungkan Amerika. Bukankah SBY dan Budiono berkiblat pada Anerika dalam berbagai hal, bahkan dalam hal2 kecil sekalipuu. Bagaimana mewahnya deklarasi SBY berbudi di Bandung?! Dan menurut pengakuan mereka sendiri bahwa semua itu bukti kesetiaan mereka pada Amerika.
Dari Abi Sa’id Al-Khudry R.A. bahwa Rasulullah SAW bersabda “Kamu sekalian akan mengikuti jejak orang-orang sebelum kamu sejengkal demi sejengkal sehasta demi sehasta sehingga walau pun mereka masuk ke lobang biawak pun niscaya kamu menuruti jejaknya.” Kami bertanya “Ya Rasulullah orang Yahudi dan Nashranikah?” Jawab Nabi “Siapa lagi?” (HR. Bukhari dan Muslim)
Dan anehnya partai Islam gampang sekali dielus2 sehingga takluk pada SBY. Memang jabatan di dunia sangat menggiurkan. Pengikut siapa antum? Amerika atau Muhammad?
pak budiono kalau jadi wapres nanti tolong perhatikan nasib rakyat kecil karena kita terus terang perlu perhatian yang intensif dari bapak sebagai wakil pemimpin
Boediono gak bakalan bisa menyelesaikan permasalah ekonomi di indonesia. selama dia tidak akan menghentikan sistem kapitalisme ala neoliberal. ya.a.a.. cuman sistem ekonomi islamlah yang dpt menyelesikannya!!
Makin jelaslah bahwa penguasa negeri kita lebih mendengar apa kata “tuannya” daripada kata rakyat
Konon Mafia Berkeley telah disiapkan sejak Presiden Soekarno berkuasa untuk memperluas dan melanggengkan pengaruh AS terhadap Indonesia dalam suasana Perang Dingin. Mereka adalah Widjojo Nitisastro, Emil Salim, Ali Wardhana, dan J.B. Soemarlin. Agenda ekonomi yang sejalan dengan Mafia Berkeley ini kemudian diteruskan Budiono, Sri Mulyani Poernomo Yusgiantoro hingga kini.
Memang bagi orang awam sulit menilai, tapi dengan selalu menanamkan faham pentingnya investor asing masuk ke Indonesia dan ketergantungan terhadap pasar modal. Itulah cirinya.
Waspadalah wahai kaum muslimin, pangkat dan jabatan kalian tidak seberapa dibandingkan dengan penderitaan akibat perbuatan dosa yang ditanggung kelak.
Anehnya, dalam kabinet di negeri ini mafia Berkeley selaly ada, termasuk dalam pemerintahan Megawati, SBY-JK, ungkapan seperti
“Kita harus terbuka pada masuknya investor asing”
“Kita butuh investor asing untuk meningkatkan perekonomian kita”
“Kita harus berusaha agar investor asing meningkatkan investasinya”
sering kita dengar dari mulut pejabat kita.
Itulah orang-orang mafia Berkeley, tanpa mereka pun kita bisa mandiri. gak perlu investor untuk kaya, bangsa ini sudah kaya. apalagi hanya untuk bertahan hidup. Sudah begitu banyak investor di negeri ini, rakyat terap saja melarat.
Disisi lain terkadang banyak kebijakan yang tergantung pasar modal, kalau semua tergantung pasar modal, gak perlu ada pemerintah, Itu bukan pemerintah namanya, itu antek penjajah.
Gak perlu investor, Negeri kami sudah kaya.
pergantian hari sangat cepat,kamirakyat sangaet terasa susah untuk mengimbangi kecepatan pergantian hari pemilihan penguasa pun sentiasa terjadi tapi sampai saat ini kami bangsa indonesia yang alamnya sangat kaya tapi hidup mencari napkah pun sangat susah, biaya sekolah pun tetap semakain mahal dimana pihak pembela kebenaran sebenarnya kami sangat berharap ada pembela kebenaran akan menguasai negri ini.
jika Indonesia mau berhasil,, pakai hukim Islaml saja… lebih simpel tapi teratur.. ikuti sunnah Rasulullah..