Pernyataan HT Sudan: Pembahasan Masalah Abyei di Pengadilan Internasional di Lahay Merupakan Pengakuan Adanya Dua Negara di Sudan

Kantor Penerangan Hizbut Tahrir

Wilayah Sudan

No : ن/ر/ح/ت/س/ 18 /2009

Tanggal: 24 Rabiul Akhir 1430 H

19 April 2009 M

Press Release

Pembahasan Masalah Abyei di Pengadilan Internasional di Lahay

Merupakan Pengakuan Adanya Dua Negara di Sudan

Kemarin pagi (23 Rabiul Akhir 1430H/18 April 2009M) di ruang gedung yang disebut Mahkamah Arbitrase Internasional di Lahay mulai berlangsung sidang pembacaan pembelaan di hadapan Mahkamah Arbitrase Permanen untuk memutuskan persengketaan seputar perbatasan daerah Abyei antara pemerintah dan Gerakan Rakyat (People Movement).

Berkaitan dengan apa yang terjadi di Lahay, kami ingin menjelaskan hal-hal berikut:

1. Penetapan batas-batas daerah dalam satu negara adalah aktivitas administratif. Maka pemberian nuansa internasional dan mengajukan permasalahan tersebut ke Mahkamah Internasional artinya secara praktis bahwa Sudan menjadi dua negara yang bersengketa atas perbatasan di antara keduanya.

2. Sesungguhnya Barat imperialis, khususnya Amerika, dalam upaya memecah-belah yang didahului dengan Protokol Abyei memiliki tujuan imperialisme yang berkaitan dengan berbagai macam kekayaan dan minyak di kawasan tersebut.

3. Tidak boleh dilakukan pembahasan tentang siapa yang lebih dahulu ke kawasan Dinka Ibu Kota al-Masiriyah. Satu hal yang penting bahwa mereka itu ada di satu negeri yang sama yaitu Sudan. Dan kepemilikan tanah di dalam Islam tidak didasarkan pada kesukuan, melainkan didasarkan pada dasar yang bersifat individual. Rasul saw bersabda:

مَنْ أَحْيَا أَرْضًا مَيْتَةً فَهِيَ لَهُ»

Siapa saja yang menghidupkan tanah mati maka tanah itu menjadi miliknya.

Rasul saw juga bersabda:

«مَنْ أَحَاطَ حَائِطًا عَلَى أَرْضٍ ، فَهِيَ لَهُ»

Siapa saja yang memagari tanah maka tanah itu miliknya.

Sedangkan ladang penggembalaan adalah milik umum bagi seluruh rakyat negara. Satu hal paling berbahaya yang dilakukan Inggris di Sudan ketika mereka mencaplok tanah-tanahnya adalah pemberian tanah berdasarkan asas al-hawakir yaitu sebagai kampung milik suatu suku. Kerusakan aktivitas ini tampak secara faktual. Disamping hal itu menyalahi hukum-hukum Islam yang berkaitan dengan tanah.

4. Sesungguhnya pemerintahan di dalam Islam bersifat sentralistik. Sedangkan administrasi bersifat desentralisasi. Di mana negeri yang diperintah oleh negara dibagi menjadi satuan-satuan yang masing-masing disebut wilayah (propinsi). Setiap wilayah (propinsi) dibagi menjadi satuan-satuan yang disebut ‘Imalah (Kabupaten). Ini yang dilakukan oleh Nabi saw. Nabi saw mengangkat wali menduduki jabatan amir negeri tertentu, suatu tempat yang ditentukan dengan jelas. Nabi saw mengangkat Amru bin Hazm sebagai wali di Yaman. Beliau juga mengangkat Al-‘Ala’ bin al-Hadhrami sebagai wali di Bahrain. Beliau juga mengangkat yang lain sebagai wali. Daulah Islamiyah dalam sepanjang sejarahnya berjalan berdasarkan bentuk ini. Yang menjalankan urusan pemerintahan di daerah adalah para wali dan amil. Setiap negeri yang dikuasai oleh negara Khilafah, tanah-tanahnya dimiliki secara personal. Sedangkan padang gembalaan dan lapangan dan selainnya sebagai bagian dari kepemilikan umum dibiarkan dimanfaatkan oleh rakyat daulah secara keseluruhan

Sesungguhnya menggadaikan kehendak kita kepada Barat kafir disamping menyalahi syara’, juga memberi kesempatan kepada Barat untuk merealisasi mimpi mereka dahulu dengan memisahkan Sudan Selatan. Dengan begitu akan melanggengkan kawasan Abyei sebagai daerah pertarungan yang menjadi alasan untuk melakukan intervensi. Maka hal itu artinya kita menjadikan jalan bagi kaum kafir untuk menguasai kita seperti yang terjadi saat ini. Allah berfirman:

]وَلَنْ يَجْعَلَ اللَّهُ لِلْكَافِرِينَ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ سَبِيلا[

Dan sekali-kali Allah tidak akan pernah menjadikan jalan bagi kaum kafir untuk menguasai kaum mukmin

Kemudian menyerahkan keputusan kepada Mahkamah Barat Kafir secara syar;iy jelas tidak boleh. Hal itu sesuai firman Allah SWT:

أَلَمْ تَرَ إِلَى الَّذِينَ يَزْعُمُونَ أَنَّهُمْ آَمَنُوا بِمَا أُنْزِلَ إِلَيْكَ وَمَا أُنْزِلَ مِنْ قَبْلِكَ يُرِيدُونَ أَنْ يَتَحَاكَمُوا إِلَى الطَّاغُوتِ وَقَدْ أُمِرُوا أَنْ يَكْفُرُوا بِهِ وَيُرِيدُ الشَّيْطَانُ أَنْ يُضِلَّهُمْ ضَلالا بَعِيدًا[

Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang yang mengaku dirinya telah beriman kepada apa yang diturunkan kepadamu dan kepada apa yang diturunkan sebelum kamu? Mereka hendak berhakim kepada thaghut, padahal mereka telah diperintah mengingkari thaghut itu. Dan syaitan bermaksud menyesatkan mereka (dengan) penyesatan yang sejauh-jauhnya. (QS. an-Nisâ’ [4]: 60)

Atas dasar itu perkara tersebut wajib ditarik kembali dari mahkamah internasional dan mengembalikan perkara kepada tempatnya yang sesuai, dengan menyelesaikan masalah berdasarkan asas Islam. Juga berjuang mempertahankan negeri sebagai satu kesatuan dan tidak mentolerir upaya apapun untuk memecah belah dan mengerat-eratnya. Hal itu dilakukan dengan jalan menolak semua kesepakatan yang dibuat dengan niat yang batil. Dan yang pertama adalah kesepakatan Nivasa, yang merupakan poros bencana dan pangkal semua musibah.

Ibrahim Utsan Abu Khalil

Juru Bicara Resmi Hizbut Tahrir

Wilayah Sudan

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*