mediaumat.com. Ada dua kelompok capres dan cawapres 2009. Kelompak pertama SBY-Berboedi yang sudah jelas akan melanjutkan kebijakan ekonomi liberal dan itu sudah diiklankan berulang kali dengan slogan “Lanjutkan!”. Sedangkan kelompok kedua diusung oleh JK Win dan Mega Pro yang sedikit berbeda dengan kelompok pertama karena cawapresnya menawarkan kemandirian dan penambahan nilai di dalam negeri dan tidak hanya mengekspor sumber daya alam.
”Saya tidak tahu apakah jika terpilih nanti Mega Pro atau JK Win akan menghapuskan Undang-Undang dan kebijakan-kebijakan yang liberal karena saya bukan ahli nujum,” ujar Pengamat Ekonomi Hendri Saparini kepada mediaumat.com Rabu (20/5) di Jakarta.
”Menjadikan Boediono sebagai cawapres itu, kalau boleh saya istilahkan, merupakan taruhan tertinggi. Karena SBY berani menentang keinginan rakyat. Incumbent menjadikan ini sebagai taruhan untuk menjamin agar dukungan asing dan kepentingan-kepentingan MNC agar tetap bisa berjalan,” ujarnya.
Boediono itu kental sekali dengan kebijakan liberalnya. Lihat saja selama menjadi menteri keuangan Megawati maupun sebagai menko perekonomiannya SBY, Boediono itu selalu membiarkan kebijakan-kebijakan liberal, kalau tidak mau disebut sebagai pembuat kebijakan, terjadi tanpa ada perlawanan. Kebijakan yang Boediono lakukan sendiri antara lain memperpanjang hubungan dengan IMF. Sidang Umum MPR membatasi tahun 2003 harus berhenti. Ternyata kontrak diperpanjang dengan post program monitoring sampai 2005. ”Ini kan tangannya Boediono dong karena dia menteri keuangan,” tandasnya.
Kemudian terjadi juga privatisasi dan sebagainya. Walaupun toh itu ada pejabat lain yang melakukan tetapi kan itu di bawah kendali Menteri Keuangan Boediono. Kalau Kwik Kian Gie bisa melakukan perlawanan mengapa Boediono tidak. Kemudian juga pada saat menjadi menko perekonomian. Kemarin itu kan ada penjualan blok Cepu, pencabutan subsidi BBM. Boediono ada sebagai tim di situ. “Jadi memang Boediono sama pemikirannya dengan asing,” jawab Hendri ketika mediaumat.com menanyakan apakah Boediono adalah titipan Amerika.
Berbeda dengan Boediono, Wiranto dan Prabowo ini menawarkan kemandirian ekonomi. Keduanya, menurut Hendri, ada indikasi akan meninggalkan neoliberal walau itu belum jaminan karena mereka belum menditailkannya. Salah satu yang ditawarkan Wiranto adalah job for all. Artinya, lapangan pekerjaan untuk semua dan menjadi tugas negara untuk menciptakan lapangan pekerjaan. Nah inikan juga awal untuk mengembalikan atau kewenangan atau tugas-tugas negara, berbeda dengan incumbent yang menyerahkan lapangan pekerjaan kepada swasta. Di samping itu, menawarkan pendidikan untuk semuanya.
Yang diagendakan oleh Prabowo juga sama. Mencabut UU BHP, misalnya. Memang ini belum menjanjikan. Karena kalau sudah dicabut apakah menjamin pendidikan untuk seluruh rakyat? Nah, ini lah menjadi tugas dari seluruh masyarakat untuk terus mendorong agar tidak sekedar mencabut tetapi menjalankan tugas sebagai negara yang menjamin pendidikan seluruh masyarakat. Juga semestinya tentang penghentian utang dan pengurangan utang yang ada.
Itu baru janji Prabowo dan Wiranto. Sehingga tidak ada yang bisa menjamin mereka itu berani menghentikan bahkan menghapuskan utang bil aterpilih nanti. Tapi setidaknya ini merupakan satu langkah lebih maju dibanding dengan calon yang telah melakukan penambahan utang satu tahun 100 trilyun. ”Incumbent menumpuk utang sampai 400 trilyun selama empat tahun terakhir ini!” tandasnya.
Apakah nantinya Mega Pro atau JK Win ketika terpilih menghapus UU lainnya yang kental dengan nuansa liberal itu semua tergantung pada tim ekonomi yang akan dipilihnya serta pilihan program dan kebijakannya. Memang bisa jadi seperti zaman SBY-JK berjanji akan menciptakan lapangan kerja, tetapi ketika tim ekonominya diambil dari kelompok neoliberal maka tidak ada langkah dan upaya menciptakan lapangan kerja dari pemerintah. Yang mana yang akan dipilihnya saya tidak tahu. Saya tidak tahu juga apakah jika terpilih nanti Mega Pro atau JK Win akan menghapuskan kebijakan-kebijakan yang liberal.
Karena penilaian yang diberikan Hendri berdasarkan pada janji-janji yang diberikan Wiranto dan Prabowo, bukan berdasarkan JK atau Mega. Karena seperti yang telah diketahui bersama, ujarnya, capresnya sendiri sudah pernah menjabat semua. Baik itu Mega, JK maupun SBY dan semuanya itu liberal. Yang menjadi pertanyaannya apakah cawapres ini akan mewarnai capresnya sehingga kebijakan ekonominya akan berubah atau malah cawapresnya yang akan terbawa arus. ”Saya tidak tahu karena saya bukan ahli nujum,” kelekar Hendri mengakhiri pembicaraan.[] joko prasetyo
makasih Bu analisisnya! Bagus! Nah lho Neolib? Waspadalah…
siapapun capresnya selama sistem demokrasi liberal yg diterapkan bisa dipastikan hasilnya akan sama saja yaitu : KEADILAN DAN KESEJAHTERAAN hanya mimpinya wong cilik
Heheheheheheheheeeee, ternyata JK-Win atau Mega-Pro juga belum menjamin negara ini bebas dari ikatan / jeratan liberal. Kesimpulannya kita-kita tidak perlu ikut Pemilu Presiden. Karena susah pertenggungjawabannya di Hadapan Allah. Allah hu Akbar 3 x
SANKSI aku pada pemimpin kita apakah bisa menasionalisasi asset bangsa ini sebagai ujung tombak ekonomi indonesia . Ane kira belum rembug dengan yang namanya syariah. karena bangsa ini terlalu sekuler dan mbahnya. Nasionalisasi asset dulu .. karena perlu diperbaiki satu persatu !!!
Beranikah pemimpin bangsa ini kita melakukannya !!!
Jangan berharap dapat tidur nyenyak dengan mempercayai sistem demokrasi liberal, sama saja dengan menegakkan benang basah. Bangunan demokrasi itu sendiri telah sarat dengan muatan kepentingan asing. Jadi, satu-satunya jalan untuk menghilangkan kepentingan politik asing yang berkepanjangan harus dilakukan dengan mencampakkan demokrasi. Menggantinya dengan sistem yang telah jelas kebenarannya: Islam. Allhu Akbar…!!!
Tinggalkan ekonomi liberal terapkan islam secara kafah
pemilu dalam wacana demokrasi hanyalh sarana utk smakin melanggengkan kepentingan kaum neolib…Campakkan DEMOKRASI & TEGAKKAN KHILAFAH ISLAMIYAH