Ingin Merakyat Malah Habiskan Duit Rakyat

Berbeda dengan rival terberatnya pasangan Susilo Bambang Yudhoyono-Boediono, yang melakukan perhelatan pendeklarasian di dalam gedung ber-AC, dan bergaya keamerika-amerikaan, pasangan capres-cawapres Megawati Soekarnoputri dan Prabowo Subianto memilih TPA Bantar Gebang sebagai tempat pendeklarasiannya.

Pasangan tersebut, kata tim suksesnya, ingin merakyat ketika mendeklarasikan pengukuhan mereka. “Di zaman serba sulit, Ibu Mega ingin acara deklarasi dilaksanakan secara sederhana,” ujar Ketua Panitia Pendeklarasian Mochtar Mohamad, Sabtu (23/5) di TPA Bantar Gebang, Kota Bekasi, Jawa Barat.

Namun, apakah acara pendeklarasian tersebut sudah dilaksanakan secara sederhana? Jika dana menjadi tolak ukur kesederhanaan, acara pendeklarasian pasangan yang diusung PDI-P, Gerindra, dan sejumlah parpol yang tidak lolos parliamentary threshold, tidak dapat digolongkan sederhana.

Pantauan Kompas.com di lokasi, Sabtu (23/5) sore, terpasang megah empat panggung raksasa. Panggung utama, yang akan ditempati Mega-Pro, berukuran 20 meter x 12 meter. Ketiga panggung raksasa lainnya adalah panggung VIP, yang akan ditempati oleh tamu penting, berukuran 10 meter x 12 meter; panggung musik hiburan, tempat para kelompok musik menggoyang 35.000 orang, berukuran 8 meter x 6 meter; dan panggung paduan suara yang menampung 100-an orang, berukuran 10 meter x 12 meter.

Bagaimana dengan daya listrik yang digunakan? Koordinator panggung Wahyu Djarojad mengatakan, daya listrik berkisar pada angka 60.000 watt. Di depan panggung utama terhampar tiga tenda raksasa, yang masing-masing berukuran 50 meter x 50 meter, 3 meter x 30 meter, dan 3 meter x 30 meter.

Mochtar mengaku, biaya panggung, sound system, kursi, dan tenda menelan biaya kurang lebih Rp 100 juta. Angka ini, tentunya, belum ditambah dengan biaya pengurukan lahan seluas sekitar dua hektar dengan pasir dan bebatuan, biaya pemotongan kerbau bule yang mencapai Rp 30 juta, biaya pemasangan konblok berukuran 1,5 meter x 200 meter, upah 100 buruh yang bekerja selama enam hari penuh.

Belum lagi, biaya logistik seperti 5.000 kentungan yang akan dibunyikan saat pendeklarasian Mega-Pro, bendera raksasa berukuran 70 meter x 100 meter, konsumsi dan biaya mobilisasi 35.000 orang, mulai dari pengamen, pemulung, petani, buruh, pedagang pasar, panti asuhan, dan lainnya.

Hal ini juga belum termasuk biaya pengisi acara, seperti Pato dan Debo dari Idola Cilik, dan lainnya. Arya Bima, koordinator acara pendeklarasian, mengatakan, biaya deklarasi tersebut menghabiskan biaya sekitar Rp 412 juta. Mudah diduga, panggung dan tenda besar digunakan untuk mengakomodasi puluhan ribu massa yang sengaja diundang/didatangkan dari berbagai tempat.

Semoga, pesan-pesan ekonomi kerakyatan yang disampaikan oleh kedua tokoh wong cilik tersebut benar-benar melekat di hati para wong cilik tersebut. Jika tidak, dikhawatirkan dana tersebut, terlepas dari mana pun sumbernya, akan menjadi sia-sia.

Pengalaman Pemilu Legislatif 2009 lalu membuktikan, sebagian massa yang bersedia datang tidak peduli dengan retorika para juru kampanye. Pengamat politik dari Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Islam 45 Bekasi, Harun Al Rasyid, sesuai yang dilansir Kompas, menilai kegiatan ini sebagai upaya membangun citra capres dan cawapres yang prorakyat kecil dan perekonomian kerakyatan.

Sementara itu, pertanyaan lain yang muncul adalah, apakah Tempat Pengelolaan Sampah Terpadu (TPST) Bantar Gebang yang dijadikan sebagai lokasi deklarasi benar-benar dapat menampilkan kesan sebenarnya dari kondisi rakyat Indonesia. Ternyata, kedatangan Mega dan Prabowo ke lokasi tempat pembuangan sampah itu tidak akan disambut bau tak sedap yang setiap hari menyeruak dari Bantar Gebang. Mega-Prabowo pun dijamin tak menghirup bau yang biasanya “dinikmati” rakyat sekitar Bantar Gebang.

Jaminan bebas bau disampaikan Vice Manager TPST Bantar Gebang Linggom Toruan, Minggu (24/5) kepada Kompas.com. “Dijamin 100 persen bebas bau. Kami juga ingin menunjukkan bagaimana penanganan sampah yang benar,” kata Linggom.

Padahal, saat wartawan melihat persiapan deklarasi 2-3 hari lalu, bau menyengat masih menyeruak di lokasi. Linggom menjelaskan, ada tiga hal yang dilakukan untuk meredam bau sampah yang tak sedap. Cara-cara itu di antaranya melakukan sistem penyuntikan udara. “Cara ini agar gas yang ada di dalam tumpukan sampah tidak bebas ke udara,” katanya.

Selain itu, sejak empat hari terakhir dilakukan penutupan sampah dengan tanah merah. Cara lainnya, melakukan penyemprotan antibau. “Cairannya bioorganik, bukan kimia. Makanya, tidak bau, kan? Acara ini, kan mau disiarkan di seluruh Indonesia, bahkan katanya sampai luar negeri. Agar kita jangan malu lah walaupun harus kerja ekstra,” ujar Linggom.

Dari pantauan, di beberapa titik yang berjarak sekitar puluhan meter dari panggung utama, bau khas sampah masih tercium meski tak terlalu menyengat. Sebaliknya, di area panggung utama yang akan menjadi tempat Mega-Prabowo berorasi, bisa dikatakan steril dari bau.

Melihat kondisi ini, agaknya para calon pemimpin kita masih takut kena bau rakyat kecil. Apa yang mereka gembar-gemborkan selama ini sebagai pembela wong cilik ternyata hanya sekedar alat untuk meraih dukungan dan suara. Biaya besar yang dialokasikan untuk acara deklarasi saja sudah cukup membuat kita sadar bahwa pemimpin negara kita tidak mempunyai mental kerakyatan. Upaya memupuk popularitas dan kekayaan sudah menjadi ciri khas para pemimpin kita. Lalu bagaimana kita bisa berharap negara kita akan maju dan rakyatnya hidup makmur, jika selama para perangkat negara melupakan janji-janji yang mereka obral selama kampanye.

Di sisi lain ulama pun tak luput dari incaran para capres dan cawapres untuk dimintai dukungan. Kubu Jusuf Kalla (JK)-Wiranto rajin mendekati sejumlah tokoh NU Jatim. Namun, tim sukses Susilo Bambang Yudhoyono (SBY)-Boediono justru mengklaim mendapatkan dukungan 450 kiai di Jatim.

Salah seorang tokoh kiai yang disebut-sebut mendukung capres incumbent adalah KH Aziz Mansyur, ketua Dewan Syura Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Jatim. Dia bahkan datang dalam deklarasi Indonesia Bisa, organisasi kemasyarakatan untuk pemenangan SBY-Boediono.

Setelah mendatangi deklarasi, KH Aziz bertemu langsung dengan SBY di sela-sela kunjungan ke Surabaya Kamis malam (21/5). Dalam pertemuan tersebut, pengasuh Pondok Pesantren Paculgowang, Jombang, itu membawa delapan orang kiai sepuh. ”Kemungkinan untuk mendukung SBY sekitar 90 persen,” ujarnya.

Selain KH Aziz, delapan kiai yang bertemu dengan SBY di Hotel Shangri-La, antara lain, KH Idris Marzuki (Kediri), KH Idris Hamid (Pasuruan), KH Mas Subadar (Pasuruan), KH Zainudin Jazuli (Pasuruan), KH Nurul Huda (Kediri), dan KH Anwar Iskandar (Kediri).

Menurut KH Aziz, banyak persoalan yang dibicarakan dalam pertemuan dengan presiden. Di antaranya, meminta SBY lebih perhatian pada pendidikan di pondok pesantren. Sebab, pendidikan agama bisa menjadi filter bagi ancaman kerusakan perilaku masyarakat. ”Pondok pesantren memiliki peran mendidik generasi muda agar ber-akhlakul karimah,” ucapnya. Dalam pertemuan tersebut, lanjut KH Aziz, SBY meluruskan kabar miring terhadap dirinya dan cawapres Boediono. Kabar yang beredar itu menyebutkan bahwa SBY terlalu memihak negara asing. (Indonesian Radio, 24/05/2009)

5 comments

  1. Linda Nafila

    412 juta Mega, SBY babudi berapa?, JK Wiranto berapa? totalnya berapa?
    Siapapun yang paling murah biayanya, yang penting adakah diantara mereka ynng terang-terangan mendukung tegaknya khilafah/pro-Syariah?
    Tapi mungkinkah yang bentar2 bilang “perlu investor, perlu menyesuaikan pasar” alias neolib lantas bisa tiba2 pro-rakyat, tanpa penyesalan, tanpa minta maaf sama rakyat.

    dari hari ke hari hanya penyangkalan.
    rakyat dianggap buta dari fakta di lapangan.

    di sini dan di sana penyangkalan dan tebar pesona
    seolah menjual aset negara bukan dosa.

    kok masih dipilih ya?

  2. Astagfirullah…

    elit seolah asyik sendiri dan mengabaikan elemen besar yang sesungguhnya terus menonton apa pun yang mereka pergumulkan itu, yakni Rakyat. Kamuflase yg diciptakan untuk menipu kami, rakyat kecil. sepak terjang, manuver atau apapunlah terminologi yang akan kalian lempar selanjutnya ??

    makin tidak sabar untuk berlari kian kencang, meraih suatu impian, di mana akan ada suatu masa yg dipimpin seorang khalifah dengan sistem yang yang menerapkan sistem islam secara kaffah. Daulah Khilafah Rasyidah jawabannya.

    Allahuakbar!

  3. Hanya orang-orang bodoh saja yang bisa tertipu.

  4. Saatnya Raih kepemimpinan tegakkan Syariah dan Khilafah

  5. mereka menggunakan rakyat sebagai sarana meraih kekuasaan.
    mereka bukanlah pemimpin yang pro dengan rakyat, karena di tengah kesulitan hidup yang dihadapi rakyat, mereka malah menghambur-hamburkan uang hanya untuk keperluan yang jauh dari kepentingan rakyat.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*