Selain Ismail, forum bulanan ini menghadirkan pembicara Jenderal (pur) Ryanmizard Ryacudu (mantan KSAD), dan Ali Muhtar Ngabalin (Komisi I DPR), serta dipandu oleh M Luthfi Hakim. Acara ini dihadiri lebih dari 200 peserta. Sebagian peserta tak kebagian tempat duduk.
Ismail mengatakan, umat Islam diperintahkan oleh Allah untuk berpegang teguh pada agama-Nya dan dilarang bercerai berai. Sementara separatisme justru akan menghancurkan negeri-negeri Islam yang kini telah terpecah dalam 57 negara. “Adanya separatisme akan makin menambah keterpecahbelahan itu. Ini harus ditentang,” tandas Ismail.
Karenanya, lanjut Ismail, gagasan khilafah sangat relevan di
Perang Modern
Jenderal Ryanmizard mengatakan ada upaya dari negara besar untuk terus menjadikan
Strategi penguasaan asing itu dilakukan oleh Barat melalui perang modern. Perang ini, menurutnya, sangat murah karena tidak menggunakan senjata. Perang itu dilakukan melalui infiltrasi, mengadu domba, mencuci otak, dan melemahkan.
Ia mengatakan Indonesia dipaksa untuk mengikuti globalisasi, demokrasi, dan HAM. Padahal, katanya, globalisasi itu adalah persaingan tidak sehat yang menyebabkan negara berkembang makin terpuruk. Sedangkan demokrasi hanyalah sekadar jargon. ’’Di Qur’an dan Sunnah kan sudah ada (sistem sendiri), kenapa dipaksakan (demokrasi),’’ katanya.
Hal yang sama dilakukan Barat untuk memaksakan berlakunya HAM di Indonesia dengan versi mereka. ’’Hiroshima dan Nagasaki dibom atom, nggak pernah ada pelanggaran HAM di sana sampai sekarang?’’ paparnya.
Penjajahan modern ini, menurutnya, hanya bisa dihadapi jika bangsa Indonesia bersatu. ’’Kalau kita mau bersatu, kita kuat. Kenapa takut dengan bangsa lain. Kita punya perjuangan rakyat semesta. Kalau semua digerakkan, nggak bisa dikalahkan!’’ tandasnya disambut teriakan Allahu Akbar hadirin. Ia mencontohkan Vietnam yang tidak punya apa-apa tapi kuat karena rakyatnya bersatu.
Mantan KSAD ini mengatakan Indonesia boleh bersahabat dengan bangsa manapun. Tapi jangan sampai Indonesia diatur oleh negara lain seperti sekarang. ’’Boleh bersahabat, tapi yang ngatur harus kita,’’ tandasnya.
Ia sangat tidak setuju dengan banyaknya perundingan yang dilakukan pemerintah. Perundingan itu menjadikan posisi Indonesia lemah dan tidak terhormat. ’’Sudahlah jangan terlalu banyak berunding. Harusnya sikap kita tegas, saya yang memutuskan. Anda mau atau tidak,’’ tuturnya.
Karenanya, ia mengingatkan kembali bahwa Indonesia ini adalah milik bangsa Indonesia, bukan milik satu orang. Semua warga bangsa harus peduli terhadap nasib bangsa yang terpuruk. Menurutnya, silaturahmi harus terus dilakukan. ’’Kalau ada perbedaan dan perselisihan, kembali kepada Al Qur’an dan Sunnah,’’ katanya.
Ryanmizard pun menanggapi pertanyaan peserta tentang adanya Islam radikal di Indonesia. Menurutnya, tidak ada Islam yang radikal. ’’Kita saja yang dipojok-pojokkan,’’ tandasnya seraya menambahkan bahwa Islam radikal adalah kelompok yang keluar dari ketentuan Qur’an dan Sunnah.
Khusus mengenai separatisme, menurutnya, hal ini tidak lepas dari upaya manajemen konflik yang dilakukan pihak-pihak tertentu. Ia tidak setuju separatisme dihadapi dengan diplomasi, tapi harus diperangi setelah tiga kali diperingatkan tidak mau kembali. ’’Separatisme adalah bughat,’’ tegasnya. Makanya, ia berharap pemerintah segera menangkap Alex Manuputty yang kini lenggang kangkung di AS. ’’Kalau gak begitu, ya bukan tentara namanya,’’ kata Ryanmizard.
Pemerintahan Berantakan
Sementara itu, anggota Komisi I DPR Ali Muchtar Ngabalin menilai munculnya berbagai gerakan separatisme di Indonesia menunjukkan bahwa pemerintah telah berantakan. ’’Tidak ada pemimpin di negeri ini. Kita tidak punya pemimpin sekarang,’’ katanya.
Buktinya, lanjut Ali Muhtar, kenapa justru saat ini masyarakat yang harus memikirkan adanya separatisme. ’’Kita sampai panas dingin mikir. Pemerintah kok malah diam. Pemerintahan SBY sangat berantakan,’’ tandasnya. Menurutnya, kalau pemerintah memiliki integritas, separatisme akan ditindak dengan lebih baik.
Ia pun menyoroti anggaran pertahanan yang minim. Akibat dana yang minim ini, alusista pertahanan negara sangat lemah dan kalah dari negara lain. Kelemahan ini pula yang dimanfaatkan oleh negara lain seperti Singapura dalam perjanjian pertahanan (DCA) yang kontroversial.
Ia heran dengan pemerintahan sekarang yang tidak peduli dengan pertahanan. Padahal, bidang ini sangat penting mengingat begitu luasnya wilayah Indonesia dan kondisinya yang berpulau-pulau. ’’Kalau kita latihan perang dengan negara lain, tentara kita itu hanya nonton saja. Karena senjatanya tak bisa buat nembak. Harusnya tentara itu dalam sekali latihan diberi bekal 200 peluru, sekarang Cuma 7 peluru. Lainnya, bunyi pakai mulut…dummm,’’ katanya yang mengundang gelak tawa hadirin.
Dalam diskusi itu muncul gagasan dari peserta agar wilayah Papua dan Maluku di-syariah-kan. Alasan ini dilandasi fakta bahwa Barat tidak ingin wilayah yang ingin menerapkan syariat Islam diberi kemerdekaan. Contoh ini terjadi pada Aceh. Kalau Papua menuntut syariat, pasti Barat tidak akan mendukungnya. muji
Jenderal Ryanmizard mengatakan “Untuk menguasai Indonesia itu tidak sulit, lemahkan Islam dan lemahkan tentara,’’. Ya…betul sekali Pak Ryamizard, memang dua hal ini rakyat (umat islam) dan tentara (TNI) adalah kekuatan politik real sebuah negara. Oleh karena itu sebuah peradaban (sistem) apapun akan ditegakkan butuh dukungan dari dua hal ini, termasuk sistem Khilafah. Tapi sayang, dukungan dari kalangan militer di negeri ini, sejauh pengamatan saya kebanyakan berasal dari kalangan militer yang sudah pensiun, bukan yang masih aktif dan pegang senjata.
Bapak Ryanmizard benar tidak ada Islam radikal… Rasikal, ektrimis, pundamental adalah political word yang dihembuskan oleh orang-orang kafir munafikin yang tidak menghendaki Islam jaya dan AlQuran membumi. Al Islam ( AlQuran dan Assunah ) mengajarkan penganutnya untuk selalu mempererat persaudaraan di antara kaum muslimin dan non muslim, termasuk di dalamnya antara TNI/POLRI dan Rakyat. Mari kita manunggal membangun daulah rabbani. Aminn.