Kewarganegaraan Tanpa Diskriminasi
Allah SWT. berfirman dalam al-Quran:
“Dan tiadalah Kami mengutus kamu (Muhammad), melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam.” (Qs. al-Anbiya [21]: 107)
Islam diturunkan oleh Allah SWT sebagai rahmat bagi alam semesta. Kerahmatan itu diwujudkan dengan menciptakan kebaikan untuk semua melalui kemampuan syariah Islam dalam memecahkan seluruh persoalan hidup manusia di dunia tanpa membeda-bedakan agama, mazhab, bangsa, ras, maupun jenis kelamin. Karena itu, di dalam Daulah Khilafah seluruh warga negara akan mendapatkan perlindungan atas jiwa, harta dan kehormatan tanpa diskriminasi.
Di bawah naungan sistem Islam, umat Islam dan non Muslim bisa hidup bersama secara harmonis selama berabad-abad. Masing-masing warga negara, baik Muslim maupun non-Muslim, dapat mengemukakan pendapatnya tentang penyimpangan pelaksanaan syariah Islam atau tindak kedzaliman yang dilakukan penguasa atas diri mereka. Ketika Khalifah Umar bin Khaththab ra menyampaikan kepada orang-orang Kristen bahwa pasukan Muslim tidak mampu melindungi mereka dari serangan pasukan Romawi, dan karenanya jizyah akan dikembalikan, maka orang-orang Kristen Syam meminta agar jizyah tidak perlu dikemballikan, dan mereka akan berdoa untuk kemenangan umat Islam atas pasukan Romawi yang juga beragama Kristen.
Pada abad kelima belas, orang-orang Yahudi Spanyol yang saat itu terusir akibat politik inkuisisi pasukan Kristen di sana, dipersilakan untuk mendirikan tempat tinggal, beribadah di Sinagog dan mendapatkan ajaran Yahudi di wilayah Daulah Khilafah. Dalam bidang kedokteran, dokter-dokter Yahudi dari sekolah kedokteran Salanca dipekerjakan oleh Khalifah di rumah sakit negara. Dalam bidang industri, banyak perusahaan kaca dan kerajinan logam yang didominasi oleh orang-orang Yahudi. Sedangkan dalam bidang perdagangan, para pedagang Yahudi, karena pengetahuan mereka yang luas tentang bahasa-bahasa asing, telah membuat Khilafah sebagai kompetitor yang sangat diperhitungkan oleh para pedagang dari Venesia. Demikianlah, Khilafah telah menjadi contoh yang sangat baik tentang bagaimana menciptakan kehidupan dalam masyarakat heterogen yang aman, damai, adil, dan sejahtera.
***
Khilafah Membolehkan Adanya Perbedaan Mazhab dan Tidak Akan Mengistimewakan Satu Mazhab Tertentu
Perbedaan pendapat dalam persoalan hukum (fiqh) di antara mazhab-mazhab yang ada di tengah umat, seperti mazhab Hanafi, Syafi’iy, Hambali, Maliki serta Ja’fari tidak akan dipersoalkan karena merupakan sebuah realitas ijtihad. Ketika seorang qadhi (hakim) berusaha sekuat tenaga untuk memahami dalil-dalil syariah dengan hanif, maka dia mungkin saja berhasil mendapatkan kesimpulan hukum yang berbeda dengan kesimpulan qadhi atau hakim yang lain. Ini tidak menjadi persoalan, karena Rasulullah saw. bersabda:
«إِذَ حَكَمَ الْحَاكِمُ فَاجْتَهَدَ ثُمَّ أَصَابَ فَلَهُ أَجْرَانِ وَإِذَ حَكَمَ فَاجْتَهَدَ ثُمَّ أَخْطَأَ فَلَهُ أَجْرٌ»
“Bila seorang hakim berijtihad, kemudian ijtihadnya itu benar, maka ia memperoleh dua pahala. Dan apabila ia berijtihad, kemudian ijtihanya itu keliru, maka ia mendapatkan satu pahala.” (Hr. al-Bukhari)
Meskipun Khalifah tidak mengadopsi hukum tertentu yang terkait dengan ibadah fardiyah (individu), seperti shalat dan puasa, tetapi Khalifah berhak mengadopsi syariah tertentu yang terkait dengan masalah negara berdasarkan kekuatan dalil. Praktik di masa Khulafa ar-Rasyidin menunjukkan hal ini. Abu Bakar ra dan Umar bin Khathtab ra pernah berbeda pendapat terkait dengan masalah perceraian. Ketika Abu Bakar ra menjadi Khalifah, beliau menerapkan hukum sesuai pendapatnya, dan Umar bin Khaththab ra diperintahkan menerapkan hukum tersebut dan meninggalkan pendapatnya. Kaidah fikih mengatakan:
]أَمْرُ الإِمَامِ يَرْفَعُ الْخِلاَف[
“Perintah Khalifah menghilangkan perbedaan.”
***
Daulah Khilafah Bukan Negara Polisi
Keberadaan polisi sangat penting untuk menjaga keamanan dan ketertiban di dalam negeri. Tetapi, dalam sistem yang berlaku saat ini, polisi dan “budaya penjara” telah berubah menjadi sebuah beban tersendiri bagi masyarakat. Bukan karena keberadaan anggota kepolisian itu sendiri, tapi sistem kepolisian yang diwariskan oleh penjajah itulah yang menimbulkan beban buat masyarakat. Kenyataan sekarang, Polisi dirasakan tidak memberikan rasa aman tapi justru menjadi ancaman yang menimbulkan kegelisahan pada masyarakat. Ada ungkapan, “kalau Anda melapor kehilangan kambing kepada polisi, maka bersiaplah Anda akan kehilangan sapi”. Maksudnya, berurusan dengan polisi bukan menyelesaikan masalah tapi malah akan menambah masalah. Pada masa Orde Baru, polisi malah bertindak mematai-matai rakyat. Siapa saja yang berpikiran dan bertindak yang bertentangan dengan kehendak penguasa ketika itu pasti akan segera ditangkap.
Mengingat tugasnya yang demikian penting untuk menjaga keamanan rakyat dan melindungi kehormatan, harta dan jiwa seluruh warga negara, bukan untuk memata-matai dan menimbulkan rasa takut, maka Khilafah akan menempatkan kepolisian dengan tepat. Khilafah tidak hanya akan memberikan perlengkapan dan pelatihan secara memadai, tapi juga akan memberi gaji yang layak, sehingga anggota kepolisian akan merasa tenang dalam bertugas serta tidak perlu melakukan tindakan tercela untuk sekadar menambah penghasilan. Dengan suasana hidup Islami, polisi akan bekerja bukan karena sekadar mendapat gaji, tapi lebih dari itu, semata-mata karena mengharap keridhaan Allah SWT.
***
Kapitalisme Merangsang Terjadinya Kriminalitas, Sistem Islam Menghilangkan Kriminalitas
Angka kriminalitas yang terus naik pesat adalah salah satu persoalan yang tidak bisa diselesaikan oleh Kapitalisme, tidak saja di Indonesia tetapi juga di negara-negara Barat. Pada hakikatnya, nilai-nilai dasar Kapitalisme memang mendorong manusia melakukan tindak kriminal. Kapitalisme menyediakan berbagai faktor utama yang menyebabkan terjadinya tindak kriminal, yaitu:
(a) Paham sekularisme, yakni pemisahan agama dari kehidupan yang menjadi pemikiran dasar (akidah) dari ideologi Kapitalisme membuat manusia tidak merasa takut kepada Allah SWT dan tidak menghormati batas-batas yang ditetapkan Allah.
(b) Paham kebebasan mendorong orang bertindak semaunya dengan alasan kebebasan
(c) Dorongan materialistik yang sangat besar membuat orang cenderung akan menempuh segala cara untuk mendapatkan uang guna memuaskan kebutuhan materialnya.
Sebuah masyarakat yang dibangun di atas dasar paham seperti itu tidak akan mampu menciptakan rasa aman dan menekan angka kriminalitas meski berbagai teknologi mutakhir, seperti CCTV dan label elektronik untuk memindai pelaku kriminal, dimanfaatkan. Selain itu, sistem peradilan yang tidak efektif dan lembaga kepolisian yang korup serta tidak adanya rasa takwa pada diri masyarakat semakin mendorong terjadinya tindak kriminal.
Sementara itu, Daulah Khilafah tidak akan membangun masyarakat atas dasar paham kapitalisme yang rusak sebagaimana disebutkan di atas, tapi atas dasar akidah Islam dengan inti takwa kepada Allah. Masyarakat seperti ini akan senantiasa diliputi nuansa ketaatan pada syariah Islam dalam seluruh aspek kehidupan, termasuk dalam soal menghindari tindak kriminalitas. Di samping itu, karena Khilafah mempunyai kewajiban menjamin terpenuhinya kebutuhan pokok bagi setiap warga negara, maka dorongan untuk melakukan tindakan kriminal juga berkurang dengan sendirinya. Catatan pengadilan yang berumur ratusan tahun, yang mendokumentasikan prestasi sistem sanksi syariah Islam sejak zaman Khilafah hingga saat ini di Timur Tengah, menunjukkan betapa rendahnya tingkat kriminalitas. Selama ratusan tahun syariah diterapkan, tercatat hanya beberapa ratus pencuri yang diberi hukuman potong tangan. Sementara itu dalam masyarakat Kapitalis sekarang ini, tindak pencurian dan bentuk kejahatan lain bisa terjadi tiap beberapa menit.
***
Penyatuan Negeri-negeri Islam
Khilafah adalah sebuah sistem negara kesatuan, yang akan menyatukan kembali negeri-negeri Muslim yang membentang dari wilayah Maroko, yang berada di sebelah Barat, hingga Merauke di Indonesia yang berada di Timur. Insya Allah, Daulah Khilafah akan menjadi sebuah negara yang paling besar dan paling kaya sumberdaya di dunia. Tentang kewajiban untuk mewujudkan kesatuan negeri-negeri Muslim, tampak dari perintah Rasulullah saw. untuk hanya berbai’at kepada seorang Khalifah dalam satu waktu:
«كَانَتْ بَنُو إِسْرَائِيلَ تَسُوسُهُمُ اْلأَنْبِيَاءُ، كُلَّمَا هَلَكَ نَبِيٌّ خَلَفَهُ نَبِيٌّ، وَإِنَّهُ لاَ نَبِيَّ بَعْدِي، وَسَتَكُونُ خُلَفَاءُ فَتَكْثُرُ، قَالُوا فَمَا تَأْمُرُنَا؟ قَالَ: فُوا بِبَيْعَةِ اْلأَوَّلِ فَاْلأَوَّلِ، وَأَعْطُوهُمْ حَقَّهُمْ، فَإِنَّ اللهَ سَائِلُهُمْ عَمَّا اسْتَرْعَاهُمْ»
“Dahulu, Bani Israil selalu dipimpin dan dipelihara urusannya oleh para Nabi. Setiap kali seorang nabi meninggal, digantikan oleh Nabi yang lain. Sesungguhnya tidak akan ada Nabi setelahku, (tetapi) nanti akan ada banyak khalifah. Para sahabat bertanya: ‘Apa yang engkau perintahkan kepada kami?’ Beliau menjawab: Penuhilah baiat yang pertama, lalu yang pertama. Berikanlah kepada mereka hak mereka, karena Allah nanti akan meminta pertanggungjawaban mereka atas apa saja yang telah diserahkan kepada mereka untuk mengurusnya”. (Hr. Muslim dari Abu Hurairah).
Begitu seorang Khalifah dibai’at untuk memimpin sebuah negeri atau gabungan sejumlah negeri yang kuat, Khilafah akan segera merencanakan program unifikasi atau penyatuan kembali negeri-negeri Muslim menjadi satu negara. Umat yang bersatu di bawah satu negara akan mempunyai sumberdaya alam, jumlah penduduk, luas wilayah, serta jumlah tentara yang jauh lebih besar daripada negara lain manapun yang ada di dunia.
***
Pembebasan Negeri-negeri Muslim
Rasulullah saw. menggambarkan Khalifah sebagai perisai bagi umat Islam melalui sabdanya:
« إِنَّمَا اْلإِمَامُ جُنَّةٌ، يُقَاتَلُ مِنْ وَرَائِهِ وَيُتَّقَى بِهِ»
“Sesungguhnya seorang imam (khalifah) adalah (seperti) perisai; orang-orang berperang di belakangnya dan berlindung kepadanya.” (Hr. Muslim)
Penggambaran seperti itu menunjukkan berbagai manfaat dari adanya Khalifah. Bukan hanya itu, hadits tersebut juga menunjukkan bahwa ketiadaan khalifah akan menyebabkan terjadinya kemudharatan bagi umat Islam. Maka, Daulah Khilafah akan berusaha untuk membebaskan negeri-negeri Muslim yang terjajah seperti Palestina, Kashmir, Irak, dan Afghanistan. Daulah Khilafah juga akan menggagalkan berbagai upaya, baik yang dilakukan agen-agen asing di dalam negeri maupun rekayasa negara-negara Kafir, untuk menciptakan konflik di negeri-negari Muslim dan upaya memecah belah umat Islam.
Selama berabad-abad, Khilafah telah berhasil melindungi wilayah umat Islam yang terbentang demikian luas itu. Di bawah Khalifah Umar bin Khaththab ra, Daulah Khilafah menegakkan pemerintahan Islam di wilayah Syam, memberikan keamanan dan kedamaian bagi seluruh penduduknya, baik Muslim maupun non-Muslim. Pasukan Salib yang selama beberapa waktu sempat menduduki wilayah tersebut, akhirnya bisa diusir oleh pasukan Khilafah di bawah komando panglima hebat Shalahuddin al-Ayyubi. Pasukan Tartar juga berhasil ditaklukkan oleh Khilafah melalui tangan para wali (kepala daerah) yang berjuang mempertahankan negeri-negeri Muslim.
Penguasa-penguasa yang dikenal dzalim pun dipaksa untuk mengabdikan dirinya demi kepentingan Islam karena Khilafah telah mengikat mereka untuk menerapkan syariah Islam. Ketika Raja Dahir (raja Hindu) menganiaya umat Islam yang tinggal di anak benua India, maka Hajaj bin Yusuf mengirim Muhammad bin Qasim bersama pasukannya untuk merespon penganiayaan tersebut. Perjuangan pasukan Muhammad bin Qasim itulah yang mengawali proses futuhat (pembebasan) ke seluruh anak benua India.
Bahkan, ketika sedang berada dalam masa-masa kemundurannya, Khalifah masih mampu tampil tegas, lebih tegas daripada apa yang ditampilkan para anggota Organisasi Konferensi Islam (OKI) saat ini. Pada tahun 1901, Theodore Hertzl memimpin delegasi kaum Zionis untuk menawarkan bantuan kepada Khalifah, pada saat Khilafah mengalami kesulitan keuangan, dan sebagai gantinya mereka menuntut Khalifah mengizinkan orang-orang Yahudi membangun pemukiman di Palestina. Tapi Khalifah Abdul Hamid II tegas menolak menemui delegasi tersebut seraya menyatakan:
“Aku tidak dapat menyerahkan, walau hanya sejengkal, tanah Palestina. Karena, tanah itu bukan milikku, tetapi milik umat Islam. Umatku telah berjuang demi tanah ini, dan menyiraminya dengan darah mereka. Maka biarlah Yahudi menyimpan harta mereka. Akan tetapi, jika suatu saat nanti Khilafah dihancurkan, mereka boleh mengambil Palestina tanpa membayar harganya.”
Memang itulah yang kemudian terjadi. Negara Zionis berhasil didirikan setelah Khilafah hancur pada tanggal 28 Rajab 1342 H, 88 tahun (hijriyah) yang lalu.