Untuk menjelaskan boleh dan tidaknya hal di atas, kami akan jelaskan beberapa ketentuan sebagai berikut:
1- Allah SWT meminta kita agar beribadah sebagaimana yang Dia perintahkan. Jika kita beribadah kepada-Nya bukan dengan cara yang Dia perintahkan, maka kita telah melakukan kesalahan, bahkan apa yang kita lakukan itu kita anggap baik dan benar sekalipun.
2- Allah SWT memerintahkan kita berpuasa dan berhariraya karena melihat hilal (rukyat al-hilal). Dia juga telah menjadikan rukyat sebagai sebab berpuasa dan berhari raya:
«صُوْمُوْا لِرُؤْيَتِهِ وَأَفْطِرُوْا لِرُؤْيَتِهِ»
“Berpuasalah kalian karena melihat bulan, dan berhari rayalah kalian karena melihatnya.” (HR. Muslim)
Jika kita telah melihat hilal Ramadhan, maka kita berpuasa, dan jika kita melihat hilal Syawal, maka kita pun berhari raya.
3- Jika kita tidak melihat hilal Syawal, misalnya, karena mendung benar-benar telah menyelimutinya, sekalipun hilal tersebut nyata-nyata ada, tetapi kita tidak bisa melihatnya, karena ada penghalang (mendung) yang menghalanginya, maka kenyataannya kita tidak akan berpuasa dan berhari raya karena alasan awal bulan. Sebab, haditsnya dengan tegas menyatakan:
«فَإِنْ أُغْمِيَ عَلَيْكُمْ فَأَكْمِلُوْا عِدَّةَ شَعْبَانَ»
“Jika mendung telah menghalangi kalian, maka sempurnakanlah (genapkanlah) hitungan Sya’ban.” (HR. Muslim)
4- Allah SWT tidak membebani kita untuk beribadah kepada-Nya dengan cara yang tidak Dia perintahkan. Misalnya, kalau seandainya hisab (perhitungan astronomi) menyatakan, bahwa besok secara pasti adalah bulan Ramadhan —dimana pada zaman sekarang perhitungan astronomi bisa menetapkan posisi bulan sejak bulan tersebut lahir hingga bulan purnama, kemudian menyusut, serta menghitungnya dari waktu ke waktu— tetapi faktanya kita memang benar-benar tidak bisa melihat hilal tersebut, karena mendung misalnya, maka status orang yang berpuasa —karena perhitungan tersebut— adalah dosa, meski dengan alasan bahwa Ramadhan memang benar-benar telah masuk. Dia tetap dianggap berdosa, karena hilal belum bisa dilihat, tetapi dia tetap berpuasa, padahal seharusnya dia menyempurnakan Sya’ban menjadi 30 hari. Setelah itu, baru berpuasa. Jadi, orang yang berpuasa Ramadhan dalam kondisi seperti ini pada dasarnya berdosa, karena dia telah melakukan pelanggaran. Sementara itu orang yang menyempurnakan hitungan Sya’ban juga belum berpuasa, meski hilal tadi nyata-nyata ada, tetapi tertutup awan, maka orang seperti ini tetap mendapatkan pahala karena mengikuti hadits Nabi di atas.
5- Dari sini tampak dengan jelas, bahwa kita tidak berpuasa dan berhari raya karena faktor bulannya, tetapi karena melihat hilal. Jika kita telah melihatnya, maka kita wajib berpuasa. Jika belum melihatnya, maka kita pun tidak boleh berpuasa, sekalipun bulan tersebut —menurut perhitungan astronomi— benar-benar telah masuk.
6- Jika ada sejumlah saksi, dan mereka telah memberikan kesaksian terhadap rukyat, maka mereka pun harus diperlakukan sama dengan kasus kesaksian yang lain. Jika saksinya Muslim dan tidak Fasik, maka kesaksiannya bisa diterima. Jika saksi tersebut tampaknya bulan Muslim, dan tidak adil, atau Fasik, maka kesaksiannya tidak boleh diterima.
7- Penetapan kefasikan saksi juga harus dilakukan melalui pembuktian syar’i, bukan berdasarkan perhitungan astronomi. Dengan kata lain, perhitungan tersebut tidak bisa digunakan untuk membangun hujah (argumentasi). Misalnya, Anda mengatakan, “Beberapa jam lalu, telah terjadi lahirnya anak bulan, sehingga sekarang tidak bisa dilihat…” Memang ada perbedaan pendapat di kalangan ahli astronomi tentang tenggat waktu setelah lahirnya anak bulan yang memungkinkan dilakukannya rukyat. Jadi, kesaksian yang menjadi saksi perhitungan astronomi tersebut tidak boleh dijadikan hujah, tetapi perhitungannya bisa dibahas, dan dinyatakan benar setelah melihat hilal. Dia juga boleh ditanya, di mana hilal tersebut muncul, sementara yang lain menyaksikannya secara langsung. Begitu seterusnya. Setelah itu, kesaksian rukyat tersebut diterima atau ditolak berdasarkan prinsip ini.
8- Siapa saja yang menelaah nas-nas yang menyatakan hukum puasa, pasti akan menemukan adanya perbedaan antara nas-nas yang menyatakan hukum shalat. Puasa dan hari raya telah dihubungkan dengan rukyat:
«صُوْمُوْا لِرُؤْيَتِهِ وَأَفْطِرُوْا لِرُؤْيَتِهِ»
“Berpuasalah kalian karena melihat bulan, dan berhari rayalah kalian karena melihatnya.” (HR. Muslim)
« فَمَنْ شَهِدَ مِنْكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ»
“Siapa saja di antara kalian yang menyaksikan bulan (hilal Ramadhan), maka hendaknya dia berpuasa.” (QS. Al-Baqarah [02]: 185)
Jadi, yang menentukan (puasa dan hari raya) adalah rukyat. Berbeda dengan nas-nas shalat, yang dihubungkan dengan waktu:
«أَقِمِ الصَّلاَةَ لِدُلُوْكِ الشَّمْسِ»
“Dirikanlah shalat, karena matahari telah tergelincir.” (QS. Al-Isra’ [17]: 78)
«إِذَا زَالَتِ الشَّمْسُ فَصَلَّوْا»
“Jika matahari telah tergelincir, maka shalatlah kalian.” (HR. at-Thabrani)
Jadi, praktik shalat tergantung pada waktu, dan dengan cara apapun agar waktu shalat itu bisa dibuktikan, maka shalat pun bisa dilakukan dengan cara tersebut. Jika Anda melihat matahari untuk melihat waktu zawal (tergelincirnya matahari), atau melihat bayangan agar Anda bisa melihat bayangan benda, apakah sama atau melebihinya, sebagaimana yang dinyatakan dalam hadits-hadits tentang waktu shalat; jika Anda melakukanya, dan Anda bisa membuktikan waktu tersebut, maka shalat Anda pun sah. Jika Anda tidak melakukannya, tetapi cukup dengan menghitungnya dengan perhitungan astronomi, kemudian Anda tahu bahwa waktu zawal itu jatuh jam ini, kemudian Anda melihat jam Anda, tanpa harus keluar untuk melihat matahari atau bayangan, maka shalat Anda pun sah. Dengan kata lain, waktu tersebut bisa dibuktikan dengan cara apapun. Mengapa? Karena Allah SWT telah memerintahkan Anda untuk melakukan shalat ketika waktunya masuk, dan menyerahkan kepada Anda untuk melakukan pembuktian masuknya waktu tersebut tanpa memberikan ketentuan detail, tentang bagaimana cara membuktikannya. Berbeda dengan puasa. Dia memerintahkan Anda berpuasa berdasarkan rukyat. Dia pun menentukan sebab (berpuasa dan berhari raya) untuk Anda. Lebih dari itu, Dia menyatakan kepada Anda: “Jika mendung menghalangi rukyat, sehingga tidak terlihat, maka janganlah Anda berpuasa, meskipun hilal tersebut ada di balik mendung, dimana Anda yakin hilal tersebut ada melalui perhitungan astronomi.”
9- Allah SWT adalah pencipta alam ini. Dialah yang mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya. Pengetahuan tentang pergerakan bintang dan rinciannya adalah anugerah dari Allah kepada umat manusia. Tetapi, Allah SWT tidak memerintahkan kita untuk beribadah dengan berpijak kepada perhitungan astronomi, tetapi memerintahkan kita untuk melakukan rukyat, sehingga kita pun beribadah kepada-Nya sebagaimana yang diperintahkan, dan tidak beribadah kepada-Nya dengan apa yang tidak diperintahkan.
Dengan demikian, hanya rukyat-lah satu-satunya penentu dalam berpuasa dan berhariraya, bukan perhitungan astronomi. Berangkat dari
2 Syawal 1424 H
25 September 2003
Selamet menunaiken shiyam daripada Ramadhan tahun ini. Semoga nutug (=sampe tamat).
Mohon ma’af kalo ada kata yg salah, atawa ada yg ‘tersenggol’.
Selamet berdjoeang!
(…lagi semangat gara2 pawai tarhib…)
afwan ustadz masih baru ngaji di HTI, ada beberapa yang saya masih bingung dalam masalah Ru’yah:
1. Kalo ru’yah itu satu-satunya dasar dalam penentuan awal romadhon, kenapa hisab disetujui pada masa imam empat?
2. Kalo orang dalam kondisi tidak bisa mengakses informasi dan ru’yah, tapi ia tahu secara hisab bahwa tanggal a adalah romadhon menurut hisab, apakah ia berdosa karena berpuasa bukan karena ru’yah?
3. Awal romadhon itu digunakan sebagai pedoman untuk menentukan awal bulan, apakan bulan2 yang lain juga penentuan awal bulannya harus dengan ru’yah?
trima kasih atas bantuannya jazakalloh alaina
Marhaban Ya Ramadhan…
selamat menanti hari2 yang menguntungkan
semoga amal ibadah qita diterima disisiNya
semoga ramadhan ini yang terakhir kita lewati tampa syariah dan khilafah. ALLAHU AKBAR
Mohon maaf atas segala salah & Khilaf
saya masih awam dalam hal penentuan awal ramadhan dan hari raya, selama ini saya mengikuti awal ramadhan dan hari raya berdasarkan hisab dan kadang2 ru’yah karena saya termasuk dangkal dalam ilmu tersebut dan belum paham betul dasar2nya dalam hal ini hadistnya, untuk itu saya mau bertanya :
1. Kalo ru’yah itu satu-satunya dasar dalam penentuan awal romadhon, kenapa hisab disetujui pada masa imam empat?
2. Kalo orang dalam kondisi tidak bisa mengakses informasi dan ru’yah, tapi ia tahu secara hisab bahwa tanggal a adalah romadhon menurut hisab, apakah ia berdosa karena berpuasa bukan karena ru’yah?
3. Awal romadhon itu digunakan sebagai pedoman untuk menentukan awal bulan, apakan bulan2 yang lain juga penentuan awal bulannya harus dengan ru’yah?
Afwan saya ingin bertanya :
1.Bagaimana seandainya / bolehkah Hisab (Astronomi) dijadikan saja patokan untuk merukyat (supaya tidak salah) melihat posisi hilal ?
2.Kalau Rukyat yang dijadikan patokan seharusnya/normalnya (menurut sepengetahuan saya) malah yang menganut Rukyat Global akan sering berpuasa/berhari raya lebih telat sehari bukan lebih duluan. benarkah ? karena katanya merukyatt bulan yang tingginya dibawah 8 derajat saja sulit, apalagi yang cuma 2-5 derajat ?
bila memang benar bahwa tanggal A sudah masuk (secara astronomi) ramadhan namun disebabkan kita tidak bisa melihat (dengan mata telanjang) hilal (misal terhalang mendung) dan kita menggenapkan sya’ban menjadi 30 hari (menurut artikel di atas adalah dosa bila kita ‘nekad’ berpuasa pada hari itu), efek selanjutnya adalah bagaimana kiranya kita dapat ‘menyambut’ lailatul qadr .. karena kawatir perhitungan malam ganjil kita berbeda dengan perhitungan malaikat pembawa turun ‘kebaikan’ itu (yang pasti malaikat tahu betul kapan awal ramadhan tanpa terhalang mendung untuk sekedar melihat hilal) ?!
Ketika kita berselisih, maka kembalikan pada Allah dan Rasul-Nya.
Hisab, bagi saya adalah produk akhir dari rukyat yang terus-menerus sehingga dapat diketahui dengan tepat pergerakan benda-benda langit (pergerakan benda-benda langit teratur dan tidak ada penyimpangan).
Dengan mata telanjang maupun teropong adalah melihat.
Ketika ada perselisihan perbedaan hisab, maka kita kembalikan ke rukyat (mata telanjang ataupun pakai teropong) berdasarkan perhitungan yang berselisih, mana yang lebih tepat.
Terlihatnya hilal tidak ditentukan oleh tempat dan waktu. Ketika kita mendapatkan informasi terlihatnya hilal di ufuk barat, dimanapun di belahan bumi ini, di darat maupun di laut, siang (Nabi Muhammad SAW memperoleh informasi terlihatnya hilal pada siang hari dari kafilah, kemudian Nabi Muhammad SAW mengumumkan besok berpuasa) ataupun malam, maka besoknya kita berpuasa/berbuka.
Tambahan:
Melihat hilal di ufuk barat tidak ditentukan tempatnya. Boleh dilakukan dibelahan bumi manapun, di darat ataupun di laut.
Bulan baru adalah ketika posisi bulan berada antara matahari dan bumi. (kalau posisi bulan tepat menghalangi matahari, itulah yang namanya gerhana matahari, dan itu merupakan contoh gampang mengetahui bulan baru).
Ketika ada perbedaan penentuan bulan baru, saya yakin hanya satu yang benar dan yang lainnya salah (bisa jadi karena politik ataupun tekanan)
Assalamu alikum wr wb.
sbelumnya ana ucapkan `Ramadhan Kariem` wat semua teman2 (jawabannya biasanya `Allahu akram`), marilah kita bersama2 menjadikan ramdahan sebagai moment untuk menuai pahala, mari kita saling memaafkan jika pernah terjadi kekhilafan dan memperbanyak amal ibadah kita di sisiNya.
wat ikhwah semuanya.
– mengenai perhitungan bulan hijriyah (qamariah: bulan) itu, bedadengan perhitungan bulan2 masehi (syamsiyah; matahari), untuk menentukan awal dan akhirnya bulan hijriyah tentu mengikuti peredaran bulan, jadi untuk menentukan awal bulan qamariyah harus tahu perhitungan bulan, kenapa bulan ramadhan saja yang selalu hangat menjadi perbincangan awal munculnya hilal, karena bulan ramadahan itu terkait dengan hukum syara` yaitu puasa, zakat dan shalat `ied,yang mana jika salah2 dalam penentuan akan mengakibatkan kesalahan dalam beribadah, contoh kita kita berpuasa dengana niat ramadhan ttp belum masuk bulan ramadhan atau sebaliknya. ataukah kita masih puasa pada tanggal satu syawal ,kan hari itu kita diharamkan puasa, begitu juga zkat fitrah kan dikeluarkan pada bbulan ramadhan, kalo dah lewat ramadahnnya baru dikeluarkan gimana?
-maaf yah buat akhi,saya gak bermaksud menggurui, ini ana rasa bukan persoalan kita di HT ato bukan, karena ini persoalan hukum syara`, ana ingin tanya dari buku mana dijelaskan bhwa hisab disetujuioleh 4 imam mazhab, sependek pengetahuan saya justru mereka mengatakan sebaliknya.
ulama hanafiah “tidak boleh berpegang kepada apa yang di informasikan oleh ahli perbintangan, perhitungan (astronomi) dan ahli miqat, karena bertentangan dengan syariat Nabi kita Muhammad SAW, sekalipun peritungan ahali hisab (astronomi)akan tetapi dalam penentua awalramadhan kita tidak dibebankan hukum kecuali dengan rukyah adiyah (melihat dengan mata telanjang)
ulama malikiyah “tidak boleh menetapkan hilal bedasarkan perkataan ahli perbintangan, menggunakan ilmu falak sekalipun hitungannya benar itu tidak dibolehkan dan tidak dituntut secara syar`i”
ulama hanabilah “tidakwajib puasa dengan perhitungan dan perbintangansekalipun perhitungannya benar krn tidak bersandarkan syara`”
ulama syafi`iyyah pun berkata demikian,
-oleh karena itu dimana pun kita selamabelummendapatkan info yang syar`i yaitu dengan penmetapan hilal berdasatkan rukyat adiayah, maka kita belum boleh berpuasa,meskipun secara astronomi telah kita ketahui.
-ilmu astronomi itu kita gunakan untuk lebih memudahkan kita menjalankan hukum syara`, krn denganya kita bisa mengetahui kanapn dan dimana kita bisa merukyat hilal.
sekian dulu,maaf kalo lum puas…
ana mau siap2 ke masjid dulu
selamat berjuang….
allahu akbar
Nambah lagi:
Mengetahui pergerakan bulan dan matahari adalah sangat penting bagi umat Islam. Karena waktu-waktu ibadah ditentukan oleh pergerakan 2 benda langit itu. (seperti : sholat wajib, sholat sunat, ibadah haji, dan puasa)
Saya yakin para ahli hisab (jangan anggap mereka buta [tidak rukyat]) ketika ada perbedaan perhitungan, maka ahli yang satunya benar dan yang satunya menyembunyikan kebenaran.
Ini soal mudah yang tak perlu dibikin susah, bila ada khilafah.
Bila belum ada, tolong kita jaga ukhuwah agar tak berpecah belah karena persoalan mudah
Mudah2an atuh cepet tegak yah………
assalamu alaikum.
saya tertarik dengan gerakan partai ini (HT). tapi bagmn aya bisa ikut gabung??? saya tinggal di Manado, dan setelah saya telusuri, gerakan ini kayaknya belum ada di Manado?? bagmn e….
kami pelaut sebagai orang awam akan mengikuti orang2 yang berilmu aja untuk penentuan awal puasa.
Selamat menunaikan ibadah puasa
Memang hanya Khilafah sajalah yang akan mempersatukan Ummat Islam dalam kehidupan ini, termasuk masalah perbedaan penentuan 1 Ramadhan dan 1 Syawwal ini, kalau kondisi masih seperti saat ini, tentu perbedaan itu pasti akan terjadi terus, karena saat ini tidak ada yang mentabanni satu pendapat yang harus diambil oleh seluruh Ummat Islam yang tidak lain pendapat itu ditabanni oleh satu Khalifah, dan kita tinggal Sami’na wa Wa-‘atha’na.
Maka, memang sudah Saatnya Khilafah Memimpin Dunia dengan Syariah Islam, Dunia akan menjadi berkah!!! Insya Allah!
Allahu Akbar!!!
MARHABAN YA RAMADHAN
jalin ukhuah
dibulan yang berkah
tuk son-song khilafah
ALLAHU AKBAR………………!
Bulan ramadhan
Bulan kebersamaan
tuk gapai impian
Assalamu’alaikum,
Mohon dicantumkan terus menerus tulisan tentang “Penentuan Awal-Akhir Ramadhan” agar teman teman muslim yg beum faham mengenai penentuan awal puasa biar lekas ngerti…
Terima kasih banyak atas tulisannya
Wasalaamu’alaikum
Abrisam
Aremania
assalamualaikum wr wb
kalau saya lebih sreg dengan rukyah. siapa tahu ada kejadian alam luar biasa misalnya bulan dan matahari melambat revolusinya ( tentu dengan seizin dan kehendak Allah SWT )sehingga membuat satu hari menjadi mulur waktunya. kalau hal ini benar-benar terjadi, hisab jadi tidak akurat lagi.
lagipula sekarang zamannya sudah maju. kalau mendung kan bisa menggunakan teropong bintang atau alat lain yang lebih canggih.
wassalam.
Assalamu ‘alaikum wr. wb.
Mohon diupdate terus agar kita semua bisa mendapatkan info penentuan awal & akhir ramadhan ASAP. Juga mohon disertai info tempat2 pelaksanaan shalat ‘ied di masing2 daerah.
Jazakallahu khairan katsira.
Wassalam.
assalamualaikum ww
minal aidin wal faidzin, maaf atas sgala khilaf yang ada.
tujannya satu yaitu mencari ridho allah swt, bukan mencari laknat allah swt.
dari penjelasannya semuanya udah ketahuan mana yang sesuai syariat khan.
wassalamualaikum wr wb
wis idul fitri. Taqoballahu minna wa minkum, sepurane sing akeh yo dulur-dulurku sesama muslim,smoga ikatan Aqidah inilah yang slalu menjadikan hati kita tetap dekat meski jauh di mato. dzikroh, nanik, mbak yuni kenangan manis pas kuliah, ngaji, and PPL nang kediri kan slalu ku kenang. mohon maaf lahir & batin. ttp smangat fisabilillah
DIMANA KEADILANMU WAHAI PARA PEMIMPIN! ALLAH AKAN MENGHISAB APA YANG ANDA PIMPIN. BERTAUBATLAH SEKARANG JUGA DENGAN KEMBALI PADA SYARIATNYA. INGATLAH ITU WAHAI KITA SEMUA!!! ALLAHU AKBAR
Ass…
Pada para pembaca mohon informasikan ke email saya kapan jatuhnya satu saywal dan negara mana yang terlebih dahulu melihat hilal? syukron atas infonya..
Semoga Allah selalu membimbing kita menuju kejalan yang benar………amiiiin