Soal Jawab Kenaikan Harga Minyak Dunia

Pertanyaan:

Sejak beberapa bulan terakhir, harga minyak mengalami kenaikan, dan kini mendekati 70 dolar AS per barel. Kita tahu, bahwa kenaikan harga itu terjadi karena terjadinya ketidakseimbangan antara permintaan dan penawaran (suplay and demand). Maka, dengan menyelesaikan ketidakseimbangan itu, harga akan kembali turun dalam jangka waktu yang bisa diprediksi. Contohnya, saat Perang tahun 1973 melawan negara Yahudi, negara-negara penghasil minyak menghentikan pasokan minyaknya, maka harga minyak langsung naik. Tetapi sekitar dua bulan setelahnya, harga minyak kembali ke level semula. Ini juga terjadi selama Perang Teluk I, khususnya pada tahun 1985, yang kemudian harganya kembali ke level semula dalam waktu beberapa bulan kemudian.

Mengenai kenaikan harga minyak yang terjadi saat ini, meski para pejabat negara-negara OPEC menyatakan bahwa tidak ada pengurangan pasokan minyak ke pasar, namun harga minyak tetap mengalami kenaikan.

Lalu apa yang menjadi penyebab kenaikan harga tersebut? Apakah harga minyak akan bisa mencapai level 100 dolar AS per barel sebagaimana yang dinyatakan berkali-kali di berbagai media massa? Apakah ada pihak non-OPEC yang menguasai sisi penawaran di pasar minyak sehingga bisa memonopoli harga? Jika ada, lalu siapa?


Jawaban:

Memang, penawaran dan permintaan (suplay and demand) sama-sama mempengaruhi harga. Tetapi, itu terjadi jika faktor-faktor lain berhasil dibendung. Namun dunia saat ini telah didominasi oleh politik negara-negara Kapitalis besar dan kerakusan perusahaan-perusahaan mereka. Dua faktor ini juga mempengaruhi harga, bahkan dalam beberapa kondisi pengaruhnya jauh lebih kuat dibanding faktor penawaran dan permintaan (suplay and demand). Maka, bukan kebetulan jika ketiga faktor itu bertemu, lalu mempengaruhi terjadinya krisis minyak saat ini. Ketiga faktor itu secara simultan berhasil menekan terjadinya lonjakan harga minyak saat ini. Masing-masing faktor itu kemudian mengendalikan hal-hal sebagai berikut:

Faktor Pertama, ketidakseimbangan antara penawaran dan permintaan (suplay and demand). Ketidakseimbangan ini dipengaruhi oleh beberapa hal:

1.   Permintaan Minyak tingkat Dunia

Badan Energi Dunia (IEA) menyatakan, bahwa kebutuhan minyak dunia pada kuartal pertama tahun 2006 sekitar 85,4 juta barel per hari. Pada saat yang sama (kuartal pertama) tahun 2001, kebutuhan minyak dunia sekitar 75 juta barel perhari. Dalam jangka waktu lima tahun terakhir, kebutuhan minyak dunia mengalami kenaikan sebesar 13,9%. Konsumsi terbesar datang dari pertumbuhan ekonomi Cina, India, Jepang dan belakangan dari perekonomian Amerika Serikat yang mengalami peningkatan. Cina sendiri bertanggungjawab atas 4% (dari 13,9 %) kenaikan permintaan minyak dunia. Setelah menetapkan angka kebutuhan minyak saat ini sebagai dasar perkiraan, IEA menyatakan bahwa permintaan minyak dunia pada tahun 2025 akan menjadi 119 juta barel perhari. Semuanya itu membuktikan, bahwa permintaan minyak dunia terus mengalami peningkatan yang menyebabkan harga minyak juga terus naik.

2.  Kurangnya Suplay Minyak

Kurangnya penawaran (suplay) ini disebabkan beberapa faktor. Tingkat penawaran (suplay) minyak mentah dunia ternyata tidak mampu mengimbangi permintaan (demand). Berikut ini adalah beberapa faktor utama yang menyebabkan mandegnya pertambahan suplay minyak:

a.  Bencana Alam

Badai Katrina telah menyebabkan lumpuhnya produksi minyak Amerika Serikat. Sebagaimana pernyataan pemerintah AS, badai Katrina mampu meng-cover 92% produksi minyak teluk (teluk Meksiko) dan 83% produksi gas alamnya. Kenyataan itu memaksa Bush untuk mengeluarkan 30 juta barel dari cadangan minyak mentah strategis AS. Hanya saja jumlah itu belum cukup untuk menurunkan harga minyak mentah di pasar dunia. Dengan semakin dekatnya musim badai, maka prediksi terjadinya krisis baru yang menimpa produksi minyak di pantai teluk (teluk Meksiko) merupakan sesuatu yang sangat mungkin terjadi. Itu juga akan menyebabkan terjadinya lonjakan harga minyak mentah. Verleger, penasehat energi dan orang yang mempunyai posisi strategis di lembaga-lembaga perekonomian dunia mengatakan, “Jika terjadi musim badai yang parah, maka prediksi bahwa kita akan menyaksikan siklus kerugian lain dari produksi minyak, seperti yang telah kita saksikan pada tahun lalu”.

b.  Cepatnya Perubahan yang terjadi di Timur Tengah

Sebelum Perang Irak tahun 2003 sebagian analis menyatakan bakal terjadi aliran 4 juta barel per hari minyak mentah Irak ke pasar dunia, dan bahwa harga minyak mentah dunia akan turun 10%. Namun, faktanya harga minyak tetap saja tinggi, meski AS telah membelanjakan 2 juta dolar AS untuk membangun infrastruktur minyak Irak. Irak terus memompa kira-kira 200 ribu barel per hari, lebih rendah dari jumlah yang dipompa pada awal tahun 2003, sebelum invasi AS untuk menggulingkan Sadam Husein. Gerakan perlawanan rakyat Irak telah menyebabkan kebocoran minyak. Sebagaimana peledakan pipa minyak yang hampir setiap hari terjadi juga mengurangi produksi minyak di wilayah utara Irak, Kirkuk dan menghalangi upaya perbaikan di wilayah selatan yang lebih besar.

Harga minyak juga dipengaruhi oleh ketakutan dan semakin rumitnya krisis nuklir di Iran. Juga oleh kemungkinan terjadinya gangguan pengangkutan minyak sampai 15 juta barel perhari yang diangkut melalui selat Hormuz. Semuanya itu menyebabkan kekacauan di pasaran minyak.

c.  Tekanan berbagai Kondisi Politik yang lain

Adanya kekhawatiran terhadap kondisi politik Nigeria yang merupakan produsen minyak ketujuh terbesar dunia dan produsen terbesar kelima minyak yang diimpor oleh AS. Itu menyebabkan pasar minyak sampai pada kondisi yang sangat sensitif. Di dalam negeri Nigeria -–negara yang kaya minyak-– mengalami pergolakan dari waktu ke waktu: Perusakan jalur minyak secara sengaja, penculikan dan pembunuhan pekerja asing, serta peperangan antar gerakan yang menyerukan kemerdekaan Delta Nigeria (MEND) dengan kekuatan pemerintah. Semuanya itu menghalangi kemungkinan produksi minyak di Nigeria secara maksimal. Beberapa prediksi mengatakan sekitar 25% kekuatan produksi minyak mentah di Nigeria telah berhenti secara total.

Kemudian wilayah Amerika Latin, termasuk kawasan persaingan lain bagi pasar minyak. Negara-negara seperti Venezuela dan Bolivia telah berhasil menasionalisasi sebagian industri minyak dan gas mereka. Semuanya itu juga akan mempengaruhi harga minyak.

d.  Berkurangnya Cadangan Suplay Minyak Dunia

Minyak sebagaimana sumber energi lain, seperti hidrogen, misalnya, merupakan sumber energi yang terbatas. Manusia telah mengeksploitasi sumber energi minyak ini lebih dari seratus tahun. Sejumlah kajian yang dilakukan oleh para ahli telah menunjukkan, bahwa cadangan minyak dunia nyaris sampai pada titik resesi kira-kira lima belas tahun sejak sekarang. Resesi minyak itu artinya, bahwa total produksi minyak dunia dan total cadangan minyak yang sudah ditemukan tidak lagi cukup untuk memenuhi permintaan minyak dunia. Dengan kata lain, keberadaan minyak akan semakin kecil dan biaya pengeborannya akan menjadi lebih besar. Pada tahun 1970 produksi minyak di Amerika Serikat mengalami resesi. Akhirnya AS terpaksa mengimor minyak mentah untuk memenuhi permintaan di dalam negerinya. Sedangkan minyak Inggris di Laut Utara telah mengalami resesi tahun 1999 dan terus menurun 11% per tahun. Sejumlah kajian juga menyatakan, bahwa sejumlah kawasan eksplorasi utama yang ditemukan belakangan di seluruh dunia telah mencapai titik nadir. Itu terjadi untuk pertama kali pada tahun 2003. Pemerintah negara-negara Barat sejak lama telah mengetahui akan terjadi resesi minyak dan pengaruhnya terhadap perekonomian dunia. Namun mereka sengaja tetap membiarkan rakyatnya berada dalam kegelapan (tidak mengetahuinya). Maret 2001, pada pertemuan puncak energi nasional, Abraham Isbenser, sekretaris energi presiden Bush, mengatakan, “Amerika akan menghadapi krisis yang sesungguhnya dalam cadangan energi selama dua dekade mendatang. Sesungguhnya kegagalan menghadapi tantangan ini akan mengancam kemakmuran perekonomian dan akan mempengaruhi keamanan nasional. Juga akan merubah metode kehidupan kita.” Analisis ini bertentangan dengan pidato Dick Cheney di depan Organisasi Perminyakan Internasional di London akhir tahun 1999, dimana dia mengatakan, “Pada tahun-tahun mendatang akan terjadi kenaikan produksi minyak dunia yang mencapai 2% per tahun. Ditambah (dan dengan hati-hati) 3% penuruan secara alamiah cadangan saat ini. Ini artinya, ketika memasuki tahun 2010 kita akan memerlukan tambahan 50 juta barel minyak per hari”. Jumlah itu setara enam kali lipat lebih dari kemampuan produksi Arab Saudi saat ini.

Pada bulan September 2001, Pusat Analisis Penapisan (Depletion Analysis Centre) mengeluarkan memo yang menyebutkan, “Dunia sedang menghadapi masalah serius dalam cadangan hidrokarbon. Suplay minyak dunia saat ini akan menghadapi instabilitas politik. Jika investasi baru secara massif dalam produksi minyak Timur Tengah tidak berlangsung dengan baik, maka akan menyebabkan kenaikan jumlah produksi, namun itu hanya dalam jumlah terbatas, pengecualian satu-satunya adalah Irak…”. Memo itu juga menyatakan akan terjadinya resesi suplay minyak. Memo itu menyatakan, “Prediksi ideal terjadinya resesi minyak itu diperkirakan lima sampai sepuluh tahun dari sekarang”. Prediksi tersebut juga menyatakan terjadinya resesi gas alam setelah 20 tahun dari sekarang. Pada bulan Mei 2003 selama berlangsungnya Konferensi seputar Masalah Resesi Minyak, Matew Simons, ahli energi Amerika sekaligus penasehat Bush dan Cheney, yang ikut hadir dalam konferensi tersebut menyatakan, “Apa yang dimaksud dengan resesi dan kapan?” Dia menjawab pertanyaan itu dengan mengatakan, “Sesuatu yang mencemaskan adalah ketika resesi itu tinggal dalam jangkauan tangan, bukan dalam hitungan bertahun-tahun dari sekarang.”

Faktor Kedua, faktor pertama yaitu ketidakseimbangan penawaran telah menyebabkan terjadinya faktor kedua; dimana negara-negara Barat telah berpikir keras untuk mencari energi alternatif yang bisa diperdagangkan. Agar energi alternatif tersebut bisa dipasarkan, maka harga minyak yang rendah, rasionya harus dinaikkan sebanding dengan biaya energi alternatif yang tinggi, agar pencarian energi alternatif itu bisa diterima.

Pemikiran untuk mencari bahan bakar alternatif itu telah dimulai sejak terputusnya minyak Arab saat Perang tahun 1973. Tetapi pemikiran itu hanya berlangsung sambil lalu, karena negara-negara besar, khususnya Amerika sendiri mempunyai rencana penyelesaian dan nyatanya berhasil menyelesaikan masalah tersebut dengan mengadakan Perjanjian Camp David, dan berhasil menundukkan negara-negara Arab, mengembalikan masalah seperti sedia kala, kemudian berhasil mengalirkan kembali minyak dengan harga murah.

Namun, Amerika mulai serius (mencari sumber energi alternati) sejak pidato Bush guna mewujudkan persatuan pada tanggal 1 Pebruari 2006, dimana Bush menginginkan ketersediaan sumber-sumber energi alternatif, karena Amerika tidak mungkin bersandar sepenuhnya kepada minyak impor. Sehingga kalau nanti terjadi kondisi yang tidak diharapkan oleh Amerika, atau terjadi kondisi yang tidak stabil di negeri-negeri penghasil minyak, atau muncul negara-negara yang menentang Amerika di wilayah-wilayah penghasil minyak  dan seterusnya, maka Amerika mempunyai sumber lain yang kalau ditambah dengan cadangan minyak strategis yang dimilikinya, Amerika akan bisa menjalankan roda kehidupannya dengan normal, tanpa harus menghadapi ancaman karena berkurangnya impor minyak.

Amerika Serikat memahami, bahwa dirinya tidak sepenuhnya bisa melepaskan diri dari impor minyak. Karena sumber-sumber energi alternatif ternyata tidak mencukupi, baik dalam bentuk pengeboran baru di wilayah AS ataupun menggunakan produk energi lain non-migas. Keputusan Amerika sendiri membuktikannya:

1.   Penghitungan statistik yang dikeluarkan oleh Departemen Energi AS pada bulan Januari lalu menyatakan, bahwa negara-negara sumber minyak utama yang diimpor ke AS secara berurutan adalah Kanada, Meksiko, Saudi Arabia, Nigeria dan Venezuela. Lima negara tersebut menguasai 67% impor minyak AS. Namun prediksi Kantor Informasi Energi AS menunjukkan, bahwa dua barel dari setiap empat barel minyak yang dihasilkan di dunia pada tahun 2025 mendatang akan datang dari Timur Tengah. Itulah yang membuat Amerika sulit untuk menjauhkan impornya dari kawasan itu. Hanya saja, Amerika menghendaki adanya sumber alternatif, supaya sumber impor minyaknya bukan hanya dari satu kawasan.

2.   Dalam pidatonya, Bush mengatakan, “Sesungguhnya AS tergantung kepada minyak.” Ia menyerukan untuk melepaskan diri dari tiga perempat minyak Timur Tengah yang diimpor selama dua puluh tahun. Bush mengatakan tentang sesuatu yang mengaitkan antara tujuan strategis AS di dunia dengan minyak, “Kita akan menghadapi masalah yang pelik, AS tergantung kepada minyak yang diimpor dari wilayah yang tidak stabil.” Dia menambahkan, “Cara yang paling baik untuk melepaskan diri dari ketergantungan itu adalah teknologi.” Atas dasar itulah, Bush menyatakan harapannya, kalau dia melakukan hal itu, maka AS akan mampu “Melepaskan diri dari kira-kira 75% impor minyak dari Timur Tengah setelah tahun 2025.” Bush menyatakan, bahwa selama lima tahun lalu, AS telah membelanjakan 10 juta dolar AS untuk mengembangkan energi alternatif yang bersih dan murah, yang bisa dijadikan sebagai sandaran. Dia juga mengumumkan tekadnya untuk melanjutkan upaya tersebut. Dia menyebut rencana itu sebagai “Prakarsa Energi Berkembang” sebagai tambahan atas prakarsa energi alternatif (yang dibanggakan oleh Departemen Energi) dengan rasio 22%. Dari pernyataan Bush itu jelas, bahwa Bush menetapkan rasio maksimal yang mungkin dikurangi dari impor minyak Timur Tengah adalah 75% pada tahun 2025.

Bush juga menjanjikan kepada rakyat Amerika, bahwa rencana tersebut dan juga rencana lain, “Rencana itu akan menjadikan kita bisa melepaskan ketergantungan kita secara permanen kepada minyak Timur Tengah.” Setelah pidato Bush itu, Gedung Putih mengeluarkan keputusan detail yang menjelaskan “Prakarsa Energi Berkembang” itu mencakup beberapa prakarsa cabang, misalnya:

a.  Prakarsa Eksplorasi (pencarian) Batubara. Untuk prakarsa ini, Bush akan menyediakan 2 milyar dolar AS untuk sepuluh tahun ke depan guna mengembangkan pemanfaatan batubara. Cadangan batubara Amerika memasok lebih dari setengah kebutuhan listrik rakyat Amerika. Cadangan batubara Amerika akan cukup untuk dua ratus tahun lebih.

b.  Prakarsa Generasi Yang Akan Datang. Bush akan menyediakan lima puluh juta dolar dalam APBN tahun depan. Prakarsa ini ditujukan untuk mengikutsertakan sektor publik dan sektor khusus secara bersama.

c.  Prakarsa Energi Matahari Amerika. Bush akan menyediakan 150 juta dolar AS dalam APBN tahun depan untuk mengembangkan sel surya yang akan memasok energi di wilayah-wilayah pedesaan dan akan menjadi bagian dari bahan pembangunan rumah “Agar setiap rumah bisa memproduksi energi lebih besar dari tingkat kebutuhannya.”

d.  Prakarsa Energi Kendaraan. Prakarsa ini mencakup beberapa prakarsa cabang, antara lain: industri mobil hemat energi, mengurangi penggunaan mobil berbahan bakar minyak, dan pengembangan hidrogen sebagai bahan bakar kendaraan.

Peringatan Bush tentang ketergantungan minyak itu sama dengan keputusan Institut Perminyakan Amerika (American Oil Institute) di Washington yang mengajukan masalah “Strategi Energi nasional” dan implementasinya. Keputusan itu mengatakan, bahwa tujuan strategi itu harus bisa “Menjamin pemanasan rumah-rumah kita di musim dingin, pendingin rumah-rumah kita di musim panas, melaksanakan pekerjaan kita, menggerakkan pabrik kita, perjalanan kita ke tempat yang kita inginkan, dan menyediakan energi bagi pasukan dan aparat keamanan kita.”

Bush telah mengatakan dalam pidatonya, “Kondisi Persatuan” yaitu “Metode ideal untuk menghentikan ketergantungan kita adalah teknologi. Kita telah membelanjakan sekitar 10 milyar dolar AS selama sepuluh tahun untuk mengembangkan sumber energi yang lebih bersih, harganya lebih murah dan lebih aman. Kita sudah di ambang pintu kemajuan yang luar biasa”. Kemudian dia menguraikan intisari pidatonya ketika mengatakan, “Untuk menjaga kemampuan bersaing (Amerika) membutuhkan energi yang harganya murah”. Bagaimana sumber energi alternatif itu harganya bisa menjadi murah jika harga minyak sangat tinggi?

Demikianlah, penggunaan sumber-sumber energi alternatif non-migas atau pemompaan minyak berbiaya tinggi di wilayah Amerika, semua itu tidak akan memiliki nilai ekonomi penting jika harga minyak tetap murah. Yaitu seperti harga minyak sebelum krisis sekitar 10,75 dolar AS per barel pada tahun 1998, lalu sedikit naik menjadi kira-kira 20 dolar AS pada tahun 2002 dan sekitar tahun itu hingga akhirnya terjadilah lonjakan harga.

Faktor Ketiga, Rencana Bush untuk mengembangkan sumber-sumber alternatif dan menurunkan impor minyak telah mengarahkan terjadinya kenaikan harga minyak yang murah hingga sampai pada level harga mahal, sehingga relevan dengan pemasaran sumber alternatif.

Di sinilah peranan perusahaan-perusahaan minyak, khususnya perusahaan-perusahaan Amerika. Perusahaan-perusahaan itu mulai melakukan spekulasi harga dan membuat berbagai manuver untuk merekayasa permintaan (supaya) terus meningkat, tanpa meperhitungkan kebutuhan konsumsi riil. Di samping perusahaan-perusahaan itu juga melakukan penimbunan, sehingga harga minyak mengalami lonjakan beruntun sampai melampaui 75 dolar AS per barel.

Ada yang bertanya, bagaimana perusahaan minyak itu bisa sejalan dengan rencana Bush? Jawabnya adalah bahwa sejarah telah memberi kesaksian tentang saling kait-mengait antara kepentingan pemerintahan dengan grup minyak Amerika. Itu seperti yang ditunjukkan oleh pemerintahan George W. Bush sekarang ini, khususnya pada masa pemerintahan pertama. Dan itu bukanlah hal yang baru. Karena Bush sendiri merupakan orang minyak. Sebelum maraih kursi pemerintahan, dia bekerja di bidang pengeboran minyak di wilayah Texas. Bush sendiri berhasil meraih kursi presiden atas dukungan perusahaan-perusahaan minyak dan persenjataan yang menguasai kekuatan konservatif kanan di Partai Republik. Karenanya, tidak mengherankan jika dalam kabinet Bush yang pertama sekitar enam anggota kabinetnya berasal dari kolega kerjanya dahulu sebelum dia memegang jabatan publik, yaitu ketika berkerja dengan mereka di salah satu perusahaan minyak besar di Texas. Sebagai contoh, Dick Cheney, wakil presiden sekarang, termasuk salah seorang yang menonjol, ternyata berasal dari sektor perminyakan; dia memimpin perusahaan Haliburton Energi hingga tahun 2000. Berkat hubungan politisnya, dia berhasil memperoleh keuntungan mencapai sekira 45 juta dolar AS.

Begitu juga menteri luar negeri sekarang, Condoleeza Rice, merupakan salah seorang CEO perusahaan Chevron Texas. Menhan AS sekarang, Donald Rumsfeld, pernah menjabat wakil pemimpin perusahaan Western Oil. Dia juga merupakan partner Bush di perusahaan Enron Energy. Perusahaan ini menjadi perusahaan pertama Amerika dalam rangkaian ambruknya perusahaan-perusahaan Amerika setelah kejahatan keuangan yang menenggelamkannya pada akhir tahun 2001. Lebih dari itu, sesuai penjelasan Pusat Keamanan Publik, sekitar 100 orang pejabat di pemerintahan Bush yang pertama, mereka menanamkan investasinya yang mencapai 144,6 juta dolar AS di sektor migas. Ini tentu saja mendorong mereka untuk memberikan tekanan demi suksesnya perusahaan-perusahaan energi Amerika supaya mendapat bagian terbesar dari minyak Irak demi melindungi investasi mereka.

Meskipun Cheney, Rumsfeld dan Bush telah keluar dari jabatan-jabatan di sektor migas, namun hubungan mereka dengan grup perminyakan Amerika tidak terputus, bahkan menjadi lebih kuat. Itulah yang mencerminkan adanya berbagai kemudahan yang diperoleh perusahaan-perusahaan mereka. Baik dalam traksaksi rekonstruksi Irak dan Afghanistan atau dukungan mereka untuk menghapus peraturan-peraturan yang berkaitan dengan lingkungan hidup yang bertentangan dengan kepentingan perusahaan mereka.

Masalah ini bisa dilihat dan dirasakan, khususnya oleh kaum Demokrat. Senator partai Demokrat dari New York, Charles Syomar, memberi komentar terhadap pidato Bush dengan mengatakan, “Presiden mengatakan kemarin sore bahwa rakyat amerika banyak bergantung kepada minyak. Tetapi pemerintahan inilah yang memiliki ketergantungan besar kepada perusahaan-perusahaan minyak dan kita tidak akan pernah meraih kebebasan kita di bidang energi selama pemerintah belum menghancurkan ketergantungannya itu.”

Demikian, sesungguhnya perusahaan-perusahaan itu telah kait-mengait dengan rencana Bush. Spekulasi perusahaan minyak itu menyebabkan naiknya harga minyak. Tetapi sebagai perusahaan Kapitalis, tentu manfaat tetap merupakan perhatian utamanya. Karena itu perusahaan-perusahaan itu telah berhasil mengeruk keuntungan besar di balik semuanya tadi.

Contohnya, keuntungan Exxon Mobile sebesar 8 milyar dolar AS pada kuartal pertama tahun ini. Keuntungan CONOCO PHILLIPSE sebesar 3,3 milyar dolar AS, keuntungan Anglo Dutch Shell setara 6,09 milyar dolar AS dan keuntungan BP (British Petroleum) sebesar 5,82 milyar dolar AS, dan seterusnya.

Dengan begitu faktor kedua yaitu “Pencarian Sumber-sumber Alternatif” telah menyebabkan terjadinya spekulasi perusahaan dan naiknya harga. Demikianlah ketiga faktor itu secara simultan menyebabkan terjadinya lonjakan harga minyak.

Adapun tingkat harga yang bisa dicapai pada tahap akhir: atau kelanjutan tren kenaikan harga, sebenarnya yang lebih kuat adalah bahwa kenaikan harga akan berhenti dan trennya akan menurun. Itu karena kerakusan perusahaan-perusahaan minyak telah menjadikan perusahaan itu tidak bisa memperluas investasinya dalam industri perminyakan khususnya kilang penyulingan minyak mentah untuk menghasilkan produk derivat minyak, seperti bensin, dan lain-lain. Hal itu disebabkan karena adanya spekulasi harga, tekanan terhadap permintaan palsu, penyebaran berita akan kekhawatiran terjadinya krisis nuklir Iran, dan peristiwa-peristiwa di Nigeria dan Irak. Semua itu menjadikan aliran yang lebih besar bagi keuntungan (di banding investasi bidang kilang penyulingan). Karena perusahaan minyak besar menguasai impor dan distribusi minyak untuk sektor yang berbeda-beda, maka naiknya harga justru akan menambah keuntungan perusahaan-perusahaan itu. Itu karena kebanyakan minyak, jika tidak bisa dikatakan seluruhnya, yang dikelola perusahaan-perusahaan itulah yang dipasarkan oleh berbagai perusahaan.

Akibat tidak adanya investasi modal berbagai perusahaan itu di bidang penyulingan, harga produk derivat minyak akan naik tidak terkendali. Itu akan mempengaruhi konsumen Amerika, seperti yang dikatakan Bush, akibat ketergantungan pada Minyak. Amerika mengkonsumsi 21 juta barel AS per hari dari total konsumsi dunia sebesar 81 juta barel AS per hari. Akibatnya, pengguna jalan rakyat Amerika akan ribut, ketika politik Bush bersama perusahaan-perusahaan itu untuk menaikkan harga telah melampaui apa yang direncanakan dan menciptakan beban besar bagi konsumen Amerika. Tetapi yang mengejutkan, Bush tidak menekan perusahaan-perusahaan minyak untuk berinvestasi di kilang penyulingan, sebaliknya malah menekan Saudi untuk menginvestasikan 3,5 milyar dolar AS untuk membangun kilang penyulingan di Amerika dengan perantara perusahaan “Pengilangan Saudi” yang dimiliki oleh Aramco Saudi.

Perusahaan-perusahaan (di Amerika) beralasan dengan undang-undang ekologi seperti yang terjadi pada Kansas Star pada 11 Mei 2006 mengutip dari Exxon Mobile, dimana undang-undang ekologi untuk Organisasi Keselamatan Penghijauan tidak menghalangi dibangunnya kilang penyulingan yang baru. Tetapi organisasi itu telah digunakan untuk membenarkan tidak adanya investasi penyulingan. Padahal, perusahaan-perusahaan itu sengaja tidak melakukan investasi dalam pembangunan kilang penyulingan semata untuk meraup keuntungan dengan mudah melalui spekulasi. Perusahaan-perusahaan itu bersandar kepada perlindungan yang diberikan pemerintahan Bush kepada mereka melalui tekanan yang akan membahayakannya. Sampai ketika Kongress berupaya mewajibkan pajak atas keuntungan perusahaan-perusahaan itu, Ketua Institut Perminyakan yang merepresentasikan kepentingan 400 perusahaan minyak Amerika menutup-nutupi pertumbuhan industri migas Amerika dengan seluruh tahapannya. Dia memperingatkan Komite Energi dan Perdagangan Kongress pada acara dengar pendapat yang digelar pada 16 Mei 2006, terhadap beban pajak atas keuntungan perusahaan-perusahaan tersebut. Dia beralasan, bahwa itu akan membatasi kemampuan industri minyak untuk melakukan investasi di bidang eksplorasi dan produksi minyak di Amerika. Dia menunjukkan tekadnya untuk meletakkan batas masalah kilang penyulingan Amerika yang dianggap sebagai salah satu faktor terpenting naiknya harga, jika tidak diwajibkan pajak yang baru. Ketua Institut Perminyakan, Reid Kafeyney, menjelaskan bahwa kondisi  “naiknya harga minyak akhir-akhir ini akan mendorong pertambahan produksi dari area pegeboran Amerika yang sedang beroperasi, yang kini sedang stand-by, dan sumber-sumber energi yang diharapkan”. Dengan asumsi, bahwa bertambahnya produksi akan menurunkan harga dalam jangka panjang. Suara “Industri Minyak” menyatu dengan pemerintahan Presiden Bush untuk meyakinkan Kongres, “Bahwa Amerika yang konsumsi energinya akan meningkat lebih dari 40% pada tahun 2030, ternyata tidak memperhitungkan kemampuan untuk  meng-cover wilayah-wilayah yang begitu luas dari Amerika, yang sebagian besarnya merupakan kawasan yang dimiliki oleh pemerintah federal untuk kepentingan perusahaan-perusahaan minyak.”

Demikianlah, tidak adanya investasi baru untuk memperluas jaringan kilang penyulingan telah melipatgandakan kenaikan harga produk derivat minyak; sesuatu yang justru melahirkan tekanan bagi pemerintahan Bush dan perusahaan-perusahaan yang terkait. Karenanya, tren kenaikan harga minyak kemungkinan akan berhenti.

Negara-negara penghasil minyak, OPEC dan non-OPEC: Negara-negara produsen minyak itu terdiri dari negara-negara OPEC, non-OPEC dan negara-negara lain. Juga terdapat negara produsen, seperti Rusia, Amerika dan Inggris…

Untuk memberikan pandangan mengenai besarnya produksi, statistik yang dikeluarkan oleh Badan Energi Internsional (IEA-International Energy Asociation) menunjukkan, bahwa produksi minyak dunia pada kuartal petama tahun 2006 lebih dari 85,4 juta barel per hari. Dari total produksi dunia itu, produksi OPEC sebesar 28 juta barel per hari. Total produksi negara-negara non-OPEC sekira 57 juta barel per hari.

Ringkasnya, kenaikan harga minyak seperti yang terjadi saat ini bukan hanya disebabkan oleh faktor permintaan dan penawaran (suplay and demand). Bahkan, beberapa pejabat perminyakan menjelaskan hal tersebut secara gamblang. Menteri Energi Emirat Arab, Muhammad al-Hamily, pada 6 Mei 2006 dalam pertemuannya dengan Yaso Fukoda, Ketua Liga Keterbukaan Jepang, menyatakan, “Bahwa kenaikan harga minyak saat ini secara dominan kembali pada perkembangan geopolitik di beberapa wilayah produksi minyak dan adanya kekhawatiran terjadinya pengurangan produksi. Sesuatu yang kemudian memicu perang spekulasi harga di pasar.” Menteri perminyakan Saudi, an-Nu’aimy juga menyatakan hal senada dalam diskusi yang diselenggrakan pada tanggal 3 Mei 2006 dalam penutupan Konferensi Tahunan Dialog Saudi Amerika yang diadakan oleh Pusat Kajian Strategis dan Internasional (CSIS) yang bermarkas di Washington.

Penawaran dan permintaan dalam krisis sekarang ini bukanlah faktor fundamental. Tetapi yang menjadi faktor mendasar adalah pencarian sumber-sumber alternatif secara serius, khususnya setelah pidato Bush yang telah disebutkan di atas. Hal itu memiliki pengaruh yang besar. Bahkan Eropa telah mulai membahas masalah ini bertolak dari apa yang diisyaratkan oleh masalah suplay gas Rusia ke Ukrania, lalu berikutnya ke Eropa. Sesuatu yang membuat Uni Eropa berpikir untuk mencari sumber-sumber alternatif. Masalah ini merupakan mainstream dalam pembicaraan para pemimpin negara dan pemerintahan Uni Eropa yang diselenggarakan di Wina pada 23 Maret yang lalu. Sekretariat Eropa mengeluarkan buku yang disebut “Green Book” untuk mendorong sumber-sumber alternatif.

Atas dasar itu, penyebab krisis harga minyak kali ini antara lain masalah penawaran dan permintaan, masalah sumber-sumber alternatif, dan spekulasi harga oleh perusahaan-perusahaan minyak khususnya perusahaan Amerika, seperti yang telah dijelaskan di atas.

Karena kenaikan harga itu telah mulai menciptakan tekanan berat kepada para penguna jalan Amerika dan akan mempengaruhi popularitas pemerintahan Amerika, maka sangat mungkin pemerintahan Amerika akan mencapai kesepahaman dengan perusahaan-perusahaan Amerika, khususnya dalam masalah pajak, karenanya tren kenaikan harga akan melemah (menurun). Itu tercermin secara internasional, karena perusahaan-perusahaan Amerika menguasai sebagian besar minyak dunia secara langsung maupun tidak langsung. Artinya, bahwa kemungkinan harga minyak akan menembus level 100 dolar per barel sejauh ini kemungkinannya sangat kecil.

 

26 Rabiul Awal 1427 H

24 Mei 2006 M

5 comments

  1. Amerika memang tidak tahu malu !!! setelah merampok minyak di negeri2 Islam, mereka juga seenaknya mempermainkan harga sedangkan kaum muslimin harus membayar mahal apa yang sebenarnya menjadi hak mereka. kondisi ini tidak akan terjadi seandainya ummat memiliki pemimpin yang mengatur urusan masyarakat dengan aturan Allah.

  2. iman ti bandung

    Minyak dalam genggaman para Kapitalis:
    Melanggar Syariah Islam = menyengsarakan Umat Manusia

  3. Penguasaan minyak dunia oleh Kapitalisme hanya menambah AS and konco2nya menjadi ‘axis of evil of the world’. Bersatulah kaum Muslim seluruh dunia dalam naungan The Super Imperium KHILAFAH… Allohu Akbar!!!
    (Salam Perjuangan dari CILACAP)

  4. tidak perlu banyak basa-basi sudah jelas kedzaliman didepan mata kita…… ayo perangi Amerika….. bakar George W. Bush (uk) dengan minyak goreng indonesia yang sudah dipake ibu2 goreng ikan, terlalu mahal kalo pake bensin. Khilafah sudah harus ditegakkan kalo begini terus kita kayak tidak berwibawa sama sekali. Ya Allah sadarkanlah para pemimpin kami… kalo kiranya Bush ada didepan saya langsung saya tonjok aja sampe mati. Saatnya Khilafah memimpin DUNIA. dan saatnya Amerika di kubur di dunia atau di bakar aja dech!!! setuju g?

  5. abu qisthi-bandung

    Betul biang keladi semua ini adalah sistem sekuler yang merupakan sistem kufur yang harus dikubur habis, hanya orang yang lebih buruk dari binatang, bagi orang yang masih mendukung sistem ini.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*