Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) KH Ma`ruf Amin mengatakan, pihaknya memikul tanggungjawab yang besar dalam melindungi mayoritas rakyat dari mengonsumsi makanan yang tidak halal namun pengawasan pemerintah terhadap kehalalan produk makanan olahan belum berjalan efektif.
Pernyataan itu disampaikan Ma`ruf Amin saat berbicara tentang peran dan tanggungjawab MUI dalam acara silaturrahmi dengan puluhan anggota Perhimpunan Komunitas Muslim Indonesia di Brisbane (IISB) di kampus Universitas Queensland (UQ), St.Lucia, Rabu malam.
Menurut ulama yang juga anggota Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) RI ini, kegiatan pengawasan dan penegakan hukum terhadap para pelanggar belum berjalan efektif karena sertifikasi halal bagi produk-produk makanan yang dipasarkan di Indonesia belum merupakan kewajiban.
“Sekarang ini produk-produk (makanan) olahan yang ada di pasaran ibarat `belantara`,” katanya.
Di tengah kondisi yang demikian itu, peranan Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-Obatan dan Kosmetika (LPPOM) MUI sangat penting karena berbagai bahan yang dipakai diaudit oleh para ahlinya dan kemudian Lembaga Fatwa MUI memastikan hasil audit tersebut bebas dari hal-hal yang mengharamkan, katanya.
“Jadi makanan yang sudah bersertifikasi halal dijamin kehalalannya. Hanya saja di Indonesia, ada persoalan pemberian label halal. Banyak yang tidak bersertifikat halal, tapi diberi saja label halal,” katanya.
Pemberian logo halal itu bukan otoritas MUI melainkan kewenangan pemerintah, kata ketua Komisi Fatwa MUI Pusat (2000-2007) ini.
Selain melindungi umat Islam Indonesia dari mengonsumsi produk-produk makanan, obat-obatan dan kosmetika tidak halal yang dipasarkan di Tanah Air, MUI juga melindungi mereka dari lembaga-lembaga sertifikasi halal yang ada di luar negeri, katanya.
Dalam hal ini, MUI memberikan persetujuan hanya kepada lembaga-lembaga sertifikasi halal luar negeri yang memenuhi persyaratan dan standardisasi MUI. “Kalau mereka tidak memenuhi, ya kita diskualifikasi,” kata mantan ketua Lembaga Dakwah Nahdlatul Ulama (NU) itu.
Kunjungan Ma`ruf Amin selama sepekan ke Melbourne, Sydney, dan Brisbane, sejak 20 Juni bersama sejumlah pengurus MUI lainnya itu juga berkaitan dengan tugas MUI melindungi para konsumen Muslim Indonesia yang mengonsumsi daging impor dari Australia.
Sebelumnya, Sekretaris Umum MUI, H.M. Ichwan Sam, mengatakan, misi delegasi MUI ke beberapa kota di Australia itu berkaitan dengan masalah produk daging halal karena pihaknya ingin memastikan bahwa produk daging asal Australia yang diekspor ke Indonesia telah benar-benar memenuhi standardisasi MUI.
Untuk itu, pihaknya bertemu dengan pengelola rumah potong hewan, lembaga sertifikasi halal, dan otoritas Karantina dan Pelayanan Inspeksi Australia (AQIS), katanya.
Pihaknya memberikan setidaknya tujuh syarat kepada lembaga-lembaga sertifikasi halal di Australia sebelum mereka mendapatkan rekomendasi MUI. Salah satunya adalah bahwa lembaga tersebut haruslah profesional dan terorganisir dengan baik, katanya.
Ichwan mengatakan, pihaknya pernah menemui sebuah lembaga sertifikasi halal yang dikelola “secara sambilan” di Perth, Australia Barat.
Selain Ma`ruf Amin dan Ichwan Sam, termasuk dalam sekitar sepuluh anggota delegasi MUI ke Australia itu adalah KH Amidhan, Ir.Lukmanul Hakim, MSi, dan Dr.Anwar Ibrahim. Dalam pertemuan dengan anggota masyarakat Indonesia di UQ, mereka antara lain didampingi Direktur Australian Halal Food Services, Dr.Mohammed Lotfi. (ANTARA News)
Allahu Akbar… MUI yah.. hhm.. menurut sy knp MUI ga bikin label yg haram jg dismua produk yg memang setelah diteliti mengandung unsur haram (bahan) yg akan di konsumsi/digunakan, jd jelas warnanya! jgn kya skr… abu2(grey)… bikin label halal aj repot aplg MUI disuru bikin label haram!… tp yg dinilai prosesnya bkn hasil akhirnya yah..