Sekretaris Jenderal PBB, Ban Ki-moon mengatakan dalam pembukaan pertemuan Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa, yang berlangsung selama tiga hari, tentang krisis keuangan global dan dampaknya pada negara-negara berkembang. Dia berkata: “Lembaga-lembaga internasional yang sudah lama berdiri, harus lebih serius menata diri, lebih bertanggung jawab, dan lebih proaktif”.
Dia berkata: “Saya benar-benar menyayangkan bahwa proses reformasi lembaga keuangan dibagi (dibedakan) di antara negara-negara anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa.”
Sungguh ada keraguan dalam upaya mereformasi IMF, Bank Dunia, dan lembaga-lembaga keuangan internasional lainnya. Ini adalah keraguan yang dihadapi oleh dua puluh enam negara-negara peserta pertemuan terkait krisis keuangan, dan kesulitan untuk membuat kesepakatan selama berbulan-bulan berdiskusi tentang penyusunan berbagai rancangan untuk mereformasi sistem keuangan internasional.
Dalam draft yang terdiri dari lima belas halaman yang diperoleh oleh kantor berita Reuters, dikatakan di dalamnya bahwa negara-negara “harus menganggap sebagai suatu yang penting dan prioritas dalam melakukan reformasi yang komprehensif, dan tindak lanjut yang cepat terhadap reformasi Dana Moneter Internasional IMF) demi meningkatkan kredibilitasnya, legitimasinya, dan efektivitasnya.”
Bagaimanapun juga, sangat besar kemungkinan kegagalan Perserikatan Bangsa-Bangsa dalam merancang langkah-langkah konkret untuk reformasi krisis keuangan. Hal ini karena negara-negara kaya lebih mementingkan pemeliharaan sistem keuangannya sendiri, dan sebaliknya mengabaikan kepentingan dunia ketiga (negara-negara miskin).
Ban menekankan satu hal dengan mengatakan: “Jika dunia mampu mengumpulkan delapan belas triliun dolar untuk menjaga sektor keuangan, maka pasti dunia pun mampu mempertahankan komitmennya untuk Afrika dengan nilai lebih dari delapan belas miliar dolar.” (kantor berita HT, 27/06/2009)