HTI Press–Ketua MUI Kota Depok,Ust. Farid Hadjiri menyatakan seratus persen setuju dengan manifesto yang dipublikasikan Hizbut Tahrir Indonesia ini. Bahkan untuk menegaskan kesetujuannya, beliau mengatakan, “Bahkan lebih dari seratus persen saya setuju”. Itulah pernyataan salah satu pembahas dalam acara Bedah Manifesto Hizbut Tahrir Indonesia pada Ahad (28/6) malam di Aula Utama Gedung Majelis Ulama Indonesia Kota Depok .
Acara yang diselenggarakan oleh HTI Depok ini menghadirkan 2 orang narasumber dari DPP HTI, yaitu Ust. Farid Wadjdi, SIP dan Ust. Ir. Abu Zaid. Bertindak sebagai Pembahas antara lain: Drs. Farid Hadjiri, MM sebagai Ketua Majelis Ulama Indonesia Kota Depok dan Drs. Masdun Pranoto sebagai salah seorang Penasihat Majelis Ulama Indonesia Kota Depok. Perwakilan dari akademisi kampus, yaitu Prof. Dr. Eko Prasodjo (Guru Besar FISIP UI) yang sedianya diundang panitia tidak dapat hadir karena ada acara yang tidak bisa ditinggalkan. Acara ini dimoderatori oleh Ust. Mahyudin HTI Kota Depok.
Ust. Farid Wadjdi sebagai pembicara pertama menyampaikan bahwa latar belakang diluncurkannya manifesto ini adalah untuk lebih mengakarkan lagi pemikiran-pemikiran yang diadopsi Hizbut Tahrir dalam upaya melanjutkan kembali kehidupan Islam. Manifesto juga merupakan pengemasan pemikiran-pemikiran Hizbut Tahrir dalam bentuk yang lebih mudah dipahami berbagai kalangan. Dalam kesempatan ini beliau memaparkan kondisi Indonesia sebagai negeri kaum Muslim yang memiliki potensi besar untuk menjadi titik tolak berdirinya Khilafah ‘ala minhajin Nubuwwah. Mengingat Indonesia adalah negara dengan jumlah penduduk Muslim terbesar di dunia, segenap talenta SDM yang dimiliki, serta SDA yang melimpah tidak hanya di darat, namun juga di laut.
Ust. Farid Wadjdi juga memaparkan perbandingan antara sistem pemerintahan Islam dan Demokrasi. Menurut beliau perbedaan mendasar antara keduanya terletak pada dimana kedaulatan berasal. Dalam Islam kedaulatan berdasarkan hukum syara, sedangkan dalam Demokrasi kedaulatan ada di tangan rakyat. Demokrasi juga identik dengan korupsi politik karena sistem ini memiliki dua pendukung utama, yaitu elit politik dan elit pengusaha. Keduanya memiliki hubungan simbiosis mutualisme yang cenderung mengakibatkan kerugian pada negara dan rakyat, sebagaimana adagium politik yang menyatakan “power tends to corrupt”.
Pada kesempatan kedua, Ust. Abu Zaid menyoroti sistem pendidikan dan sistem sosial dalam Islam. Dalam Islam penyelenggaraan pendidikan untuk warga negara didasari kenyataan pada perintah wajibnya kaum Muslimin dalam menuntut ilmu. Dari sinilah kemudian pemerintah wajib untuk memberikan sarana dan prasarana yang berkualitas bagi warganya. Sistem pendidikan dalam Islam memiliki tujuan untuk menciptakan generasi yang memiliki kepribadian Islam. Hal ini tidak sulit dilakukan karena tsaqafah Islam diberikan di setiap jenjang pendidikan dalam waktu yang sangat memadai. Tak jarang dalam pemerintahan Islam dihasilkan generasi-generasi yang tidak hanya ahli dalam bidang ilmu dunia (kedokteran, astronomi, matematika, fisika, dsb) sementara di saat yang sama mereka juga faqih fiddiin. Dalam bidang sosial, Ust. Abu Zaid menyoroti tentang kekhasan ideologi Islam dibandingkan ideologi lain. Menurut beliau, hanya Islamlah yang memiliki perangkat aturan yang jelas dan rinci mengenai aturan interaksi antara pria dan wanita. Islam juga memandang bahwa tidak ada perbedaan kemuliaan antara pria dan wanita, dimana hanya ketaqwaan di antara merekalah yang menjadi tolok ukur.
Sementara itu, Ust. Farid Hadjiri menyatakan seratus persen setuju dengan manifesto yang dipublikasikan Hizbut Tahrir Indonesia ini. Bahkan untuk menegaskan kesetujuannya, beliau mengatakan, “Bahkan lebih dari seratus persen saya setuju”. Di sisi lain beliau juga menyampaikan kritik teknis publikasi manifesto ini yang beliau lihat masih perlu lebih masif lagi. Beliau juga secara khusus membuat dua buah makalah, yaitu mengenai sistem pemerintahan Islam yang diformulasikan Syaikh Taqiyuddin an Nabhani dan keagungan sistem ekonomi Islam.
Adapun Ust. Masdun Pranoto menyampaikan bahwa adalah aneh jika orang mengaku Islam tapi tidak setuju dengan konsep penegakan syariah yang saat ini diperjuangkan HTI. Hanya saja menurut beliau amal-amal praktis Islami yang bisa dilakukan kaum Muslimin hari ini harus mulai segera mewarnai kehidupan mereka sehari-hari. Hal ini dimaksudkan agar ide penegakan dan implementasi syariah dalam kehidupan bernegara tidak hanya terstruktur secara kelembagaan, tetapi juga dari aspek kultural kemasyarakatan.
Akhirnya semoga Allah SWT melindungi, merahmati dan memberikan hidayah taufiqiyah kepada kita semua, khususnya para ulama yang lurus, dalam memperjuangkan tegaknya risalah Islam serta para Mujahid yang telah berjuang membela agama dan tanah air kaum Muslimin. []- A. Khalil-
Setuju saja tidak cukup, mari kita terapkan untuk kemaslahatan seluruh ummat manusia!!