Pertanyaan:
Sebuah perusahaan perdagangan produk kesehatan melakukan muamalah dengan pelanggannya sebagai berikut: Apabila pelanggannya membeli produk kesehatan darinya, maka pelanggan itu memiliki hak untuk mendapatkan umûlah (komisi) dari dua orang pembeli yang dia ajak kepada perusahaan. Berikutnya, kedua orang yang diajak itu –dengan sekadar membeli produk kesehatan dari perusahaan– masing-masing juga memiliki hak untuk mengajak dua orang lagi dan berhak mendapatkan komisi dari dua orang yang diajak.
Karena digabungkan kepada hak pembeli pertama, maka dia pun mendapatkan komisi jaringan (umûlah mukhfadhah) dari empat orang yang diajak oleh dua orang; yang keduanya itu diajak oleh pembeli pertama. Demikian seterusnya. Apakah hal itu boleh?
Jawaban:
Sesungguhnya akad-akad dalam Islam itu jelas dan mudah, tidak samar di dalamnya. Secara keseluruhan, muamalah itu harus diketahui sisi fakta dan apek perjanjiannya, kemudian dipelajari dan dikaji nash-nash yang berkaitan dengannya, dan digali hukumnya dengan ijtihad yang shahih. Dengan mengkaji fakta yang diajukan dan nash-nash yang berkaitan, jelaslah bahwa:
a. Pembelian Anda terhadap produk kesehatan dari perusahaan itu tidak masalah. Hal itu termasuk dalam cakupan al-bay’ atau jual beli. Allah Swt berfirman: Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba (QS al-Baqarah [2]: 275).Oleh karena itu sah. Demikian pula anda mendapatkan sejumlah uang atau bonus dari perusahaan karena mengajak dua orang untuk membeli produk kesehatan itu. Hal itu termasuk dalam cakupan samsarah yang diperbolehkan berdasarkan taqrîr Rasulullah saw pada samsarah yang telah dikenal. Yaitu suatu akad di antara dua pihak, yakni: perusahaan (di sini) satu pihak, dan dua orang pembeli yang diajak sebagai pihak lain. Dan yang di sini itu adalah pembeli pertama; imbalan upah dibayarkan kepada pembeli pertama (yang menjadi simsar atau makelar).
Masing-masing akad itu diperbolehkan. Yakni pembelian dari perusahaan; dan aktivitas mengajak dua orang pelanggan bagi perusahaan untuk membeli produk darinya. Kemudian pembeli pertama (yang mengajak dua orang pembeli) itu mendapatkan sejumlah uang dari perusahaan sebagai komisi dari mengajak dua orang pelanggan itu (samsarah). Namun demikian, semuanya harus memenuhi dua syarat berikut:
- Harga barang perusahaan itu tidak terkatagori ghabn fâhisy, yakni tidak ada penambahan harga yang keterlaluan dari harga pasar. Misal, harganya tidak boleh seribu atau dua ribu, sementara harga di pasar hanya lima ratus saja. Yang râjih (lebih tepat), dalam perdagangan ini telah terjadi ghabn fâhisy. Kendati demikian, pembeli bersedia membeli dengan harga berapa pun karena berharap akan memperoleh sejumlah uang dari hasil mengajak dua orang pembeli ke perusahaan. Begitu seterusnya. Atas dasar itu, ghabn fâhisy itu haram kecuali pembeli mengetahui harga pasar, pada saat yang sama pembeli sepakat utuk membelinya dengan harga mahal dari perusahaan. Berarti syarat ini telah terpenuhi. Sebab, pembeli mengetahui harga pasar, namun pada saat yag sama dia mau membeli dengan harga yang tinggi dari perusahan karena dia berharap akan mendapatkan uang setelah itu.
- Pembelian tidak boleh dijadikan sebagai syarat bagi samsarah. Yakni tidak boleh ada dua akad yang satu sama lain menjadi syarat. Akad pembelian dan akad mengajak dua orang pelanggan untuk mendapatkan komisi itu telah menjadi persyaratan bagi satu sama lain, sehingga seperti satu akad. Dalam hal ini tidak sah karena termasuk dalam shafqatayn fî shafqah wâhidah (dua akad dalam satu akad). Rasulullah saw telah melarang shafqatayn fî shafqah wâhidah. Seperti saya berkata kepada Anda: Jika kamu menjual kepadaku, aku akan menyewa dari Anda atau aku mengangkatmu menjadi makelar, atau saya membeli dari Anda..dst. Dan hal itu telah tampak terjadi dalam muamalah ini (sesuai dengan pertanyaan). Jual-beli dan samsarah itu dalam satu akad. Yakni, Anda membeli dari perusahaan dan mengajak orang kepadanya.
Apabila pembelian itu terbebas dari dua hal tersebut, yakni:
(1) jika pembeliannya tidak ghabn fâhisy atau terjadi ghabn fâhisy namun dengan sepengetahuan pembeli terhadap harga pasar dan dia ridha dengannya; dan
(2) apabila samsarah tidak disyaratkan harus membeli. Yakni, jual beli itu terpisah dengan samsarah. Dalam samsarah, jika pembeli itu dapat mengajak para pelanggan dan perusahaan sepakat memberikan komisi, maka perusahaan itu harus memberikannya. Dan jika pembeli itu tidak bisa mengajak orang atau perusahaan tidak sepakat untuk memberikan komisi, maka perusahaan itu tidak harus memberikannya.
Dengan kata lain, terjadi pemisahan total antara pembelian dengan samsarah. Apabila muamalahnya demikian, maka dua perkara itu diperbolehkan, yakni: pembelian pertama dan pengambilan komisi sebagai samsarah dari mengajak dua pelanggan yang dilakukan oleh pembeli pertama.
b. Kemudian sesuai dengan pertanyaan: Dua orang yang diajak oleh pembeli pertama itu mengajak empat orang lagi (masing-masing orang mengajak dua orang pelanggan), kemudian pembeli pertama itu pun mendapatkan komisi dari para pelanggan yang diajak oleh dua orang pelanggan yang diajaknya. Hal ini tidak sah. Sebab samsarah itu berada di antara penjual dan orang-orang yang diajaknya sebagai pelanggan. Ini berarti, ujrah (upah) samsarah itu berasal dari pelanggan-pelanggan yang diajaknya; dan bukan dari orang-orang yang diajak oleh orang lain. Namun demikian, boleh saja bagi pelanggan memberikan hibah (pemberian) kepada pembeli pertama dari para pelanggan yang diajak oleh orang lain. Hanya saja itu tidak boleh dalam bentuk yang mengikat (laysa ‘alâ sabîl al-ilzâm).
Kesimpulan:
- Pembelian produk kesehatan dari perusahaan itu sah jika tidak menjadi syarat bagi akad lainnya. Di samping itu juga tidak terjadi ghabn fâhisy atau pembeli ridha dengan adanya ghabn fâhisy itu. Yakni pembeli mengetahui harga pasar, lalu dia sepakat dan ridha dengan harga itu.
- Diperbolehkan bagi pembeli pertama untuk mendapatkan komisi dari perusahaan dari setiap pelanggan yang diajaknya ke perusahaan itu (dua orang yang diajak pertama kali). Namun tidak wajib baginya mendapatkan komisi dari pelanggan-pelanggan yang diajak oleh selainnya kecuali dengan jalan hibah; yakni bukan akad yang mengikad (laysa ‘aqd[an] mulzim[an]). Dan itu berlaku untuk semua pembeli; baik pembeli pertama maupun pembeli-pembeli lain yang diajak nya.
(Rokhmat S Labib /sumber : http://www.hizb-ut-tahrir.info/arabic)
melihat hal itu, tampaklah bahwa sebagian besar MLM yang kita kenal sekarang ini tidak memenuhi dua syarat tersebut. KArena kebanyakan menyatukan aqad jual-beli dengan makelar, dan menjadikan komisi sebagai suatu hal yang mengikat. Gimana, iya nggak sih? GImana para anggota MLM?
Berhati-harilah jika ada orang yang mengajar untuk bergabung dalam MLM!!!
Alhamdulillah
Luarbiasa
Allahu Akbar………….JELAS!
Ya sangat jelas. Tak satupun prusahaan MLM yang tidak melanggar dua akad dalam satu akad itu.Bagi yang tidak terlibat MLM, ringan saja mengadopsi keharaman muamalah ini. Tapi bagi mereka yang “menyandarkan” penghidupannya pada MLM, dibtuhkan kemauan kuat untuk bisa berpihak pada pendapat ini. Jika semua telah sangat jelas, belum saatnyakah kita tinggalkan muamalah batil ini. Masih teramat banyak peluang lain yang bisa kita ambil. betul tidak?
dari pengalaman sy sih yg di MLM ga pake dalil syara…
dalilnya fakta—-> misal:aa gym juga ikutan
dalilnya maslahat—-> tidak merugikan org laen(menguntungkan)
dalilnya ga lengkap—-> ga judi, ga riba
udah dililit keuntungan jadi sasa….h…
sebagian besar MLM? kasih tahu dong sebagian kecil MLM yg memenuhi syarat itu? aku sudah terlanjur sangat tertarik dg MLM. Ada yang punya ide bagaimana model MLM yg syar’i?
SETUJUUUUUUUUUUUU… tp agak telat jg loading nya ni barusan… mesti baca pelan2. rumit ya?
ana sangat tertarik dengan kesimpulan tulisan diatas, terutama poin 2. ternyata masih ada celah bisnis produk mlm asal sesuai syarat yg dituliskan ustadz. caranya jangan mencari anggota/member. waallahualam bi’showab
sebagian kecil MLM yang syar’i? nah itu saya yang belum tahu!
Sebenarnya tulisan Fatwa Amir Hizb ini, Abu Ruytah hafidzahullah, tidak tertuju pada MLM secara langsung. Beliau hanya membahas hukum komisi saja.
Ada pun dalam MLM, ada fakta lain yang tidak diungkap di sini, yaitu adanya jenjang keanggotaan dan syarat untuk merekrut bawahan dalam ketentuan tertentu, sehingga fakta ini tidak bisa disebut makelar-makelaran biasa. Sebab, makelar dalam islam itu tidak disyaratkan harus dengan tingkat-tingkat tertentu, dimana seseorang harus menerima barang dari atasannya dan tidak boleh langsung menghubungi orang yang lebih atas lagi.
Assalamu’alaikum
Sebelumnya saya pendiri perusahaan yang memasarkan propolisdiamond dengan sistem pemasaran melalui mekanisme MLM dan saya sendiri pembuat sistem MLM tersebut. setelah keluar soal-jaab ini dan melakukan diskusi mendalam dengan ust. Hafidz Abdurrahman maka saya pun memutuskan untuk mengganti sistem pemasaran produk saya dari MLM ke keagenan yang lebih adil, halal dan besar keuntungannya. karena saya melihat sistem yang saya buat telah keliru dan membuat orang lain mendapatkan uang dengan cara yang keliru. saya pun melihat MLM di indonesia melakukan kesalahan ini. bagi aktivis MLM selamat melakukan perubahan berapapun bonus yang dimiliki demi kebaikan akhirat kita
beerasional@yahoo.co.id
Wassalamu’laikum
Alhamdulillah….
Semuanya terang….
Semakin menjamurnya MLM, tentu tidak akan membawa kesejahteraan bagi pengikutnya.
Jelas, karena tidak sesuai dengan ISLAM…
Nuhun, USTADZ!
WASSS….
afwan, saya lupa, ternyata dalam fatwa ini ada pernyataan yang menohok langsung ke MLM. Di sana disyaratkan komisinya itu didapat karena berhasil membawa pembeli. Jadi komisinya itu diberikan karena si makelar berhasil memperlancar sebuah transaksi jual-beli, bukan karena si makelar berhasil mendaftarkan orang lain sebagai anggota rantai makelar sebagaimana yang kita lihat pada MLM.
Sedangkan dalam MLM, kebanyakan (saya nggak tahu yang sedikit) memberikan komisi karena berhasil merekrut anggota, jadi bukan karena jual-belinya. Ini yang disebut memakelari makelar.
Yth Redaksi HTI….kenapa seringkali komentar saya tdk dimunculkan…apakah tata bahasanya tdk berkenan??? Perasaan saya sdh sopan lo tata bahasanya. Maaf kalau redaksi rdk berkenan.
Assalamu’alaikum…
Alhamdulillah…semua jelas. mari raih rejeki yg halal dan toyyiban. salam tuk mas rohim, dari mitra di bangka.