Jakarta: Pesta kemenangan sudah usai, kini giliran menyodorkan tagihan. Setelah hampir pasti Yudhoyono-Boediono memenangi pemilihan presiden, partai-partai koalisi pendukung pasangan itu mulai berbicara tentang jatah menteri yang bakal mereka dapatkan.
Partai Keadilan Sejahtera, mitra koalisi terbesar Demokrat, misalnya, minta jatah kursi kabinet lebih banyak dibanding saat ini. Adapun Partai Amanat Nasional, Partai Persatuan Pembangunan, dan Partai Kebangkitan Bangsa menyerahkannya kepada Yudhoyono.
“Jumlah anggota Fraksi PKS saat ini 45 orang, mendatang 57 orang. Logikanya, kursi kabinet juga bertambah,” kata Ketua Fraksi PKS di Dewan Perwakilan Rakyat, Mahfudz Siddiq, di Jakarta kemarin.
Saat ini PKS mendapat tiga kursi di Kabinet Indonesia Bersatu. Mahfudz menambahkan, pembicaraan pembagian kekuasaan dalam kabinet akan dilakukan setelah Komisi Pemilihan Umum mengumumkan hasil penghitungan resmi pemilihan presiden 2009.
Sedangkan Wakil Ketua Umum PPP Chozin Chumaidy mengatakan, baik di lingkup internal partai maupun partai dengan Yudhoyono belum ada pembicaraan soal menteri. Dalam kontrak politik dengan Yudhoyono, kata Chozin, PPP tak minta jatah menteri. “Yang jelas, kami telah all out memenangkan Yudhoyono. Kalau ada reward, ya, terserah Yudhoyono,” katanya.
Ketua DPP PAN Toto Daryanto mengatakan partainya hanya mengajukan sejumlah nama untuk dipertimbangkan. Salah satu nama itu adalah Hatta Rajasa, yang sekarang Menteri-Sekretaris Negara. PAN, kata Toto, tak mempermasalahkan berapa jatah menteri bagi mereka. “Mau ditambah tak apa-apa, dikurangi juga tak apa-apa,” ujarnya.
Dari Partai Kebangkitan Bangsa, Wakil Sekretaris Jenderal Hanif Dhakiri juga mengaku belum melakukan pembicaraan soal jatah menteri. Hanif mengatakan partainya punya banyak kader potensial, seperti Ketua Dewan Tanfidz Muhaimin Iskandar maupun Sekretaris Jenderal Lukman Edy, yang kini Menteri Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal.
Menanggapi mulai ramainya pembahasan kabinet ini, praktisi hukum yang juga konsultan pemberantasan korupsi Program Pembangunan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNDP), Mas Ahmad Santosa, menyatakan menteri harus memiliki konsep pembaruan, dan rekam jejaknya mendukung pemerintahan bersih. “Di bidang penegakan hukum, Jaksa Agung harus dari luar kejaksaan guna memperbarui lembaga, yang selama ini dinilai korup,” kata Ahmad.
Ihwal posisi menteri ekonomi, ekonom dari Universitas Gadjah Mada, Toni Prasetiantono, mengatakan pejabat dan menteri bidang ekonomi mesti mengalami penyegaran. “Harus diduduki orang-orang muda profesional, bukan dari partai politik,” kata Toni. Kepala Danareksa Research Institute, Purbaya Yudhi Sadewa, sependapat. “Orang partai lebih cocok di luar tim ekonomi,” kata Yudhi. (TEMPO Interaktif, 11/7/2009)
Sesungguhnya amal yang baik itu harus benar dan ikhlas. Benar sesuai tuntunan syariah dan ikhlas karena Allah ta’ala. Bagaimana amal penguasa dan aparatnya bisa disebut baik, kalau tidak menjalankan sistem pemerintahan sesuai syariah? Malah menjalankan syariat demokrasi, yang menyejajarkan manusia dengan Allah SWT sebagai pembuat hukum? Malah mengambil syariat kolonial warisan Belanda yang dulu diusir dengan jihad para pahlawan dan pejuang umat Islam, syariat hasil pendiktean IMF, Bank Dunia? Bagaimana mungkin seorang muslim bersekutu/masuk dan menjalankan sistem pemerintahan hina seperti itu?
Wahai saudaraku, RasuluLLah pernah ditawari (bukan minta jatah) jabatan yang menggiurkan pada fase mekkah. Tapi ditolak mentah2 oleh beliau. Karena Rasul sadar kekuasan yg diberikan tidak bisa untuk menerapkan hukum Alloh secara kaffah. Sebaliknya malah akan menyurutkan dakwah dan mengekalkan sistem kufur.
Saudaraku, ingatlah inilah metode dakwah yg harus kita contoh. Perjuangan menegakkan Islam bukanlah perjuangan sesaat yg sarat nuansa pragmatisme.