Kondom Tak Mampu Cegah Keganasan AIDS di Jayapura

Program penanggulangan HIV/AIDS di Indonesia melalui kondomisasi yang diadopsi dari strategi United Nation Acquired Immune Deficiency Syndrome (UNAIDS) dan Word Health Organization (WHO) ternyata tidak mampu mencegah penjangkitan maupun penyebaran penyakit berbahaya ini. Hal tersebut diungkapkan Pemerhati Masalah Sosial dan Masyarakat, Lathifah Husna, menanggapi program pencegahan dan penyebaran HIV/AIDS melalui pemakaian kondom di Jayapura, Minggu (12/7).

“Kondomisasi jelas tidak terbukti mampu mencegah penyebaran HIV/AIDS di saat budaya seks bebas semakin tumbuh subur,” ujarnya. Selain itu, lanjutnya, tingkat ketakwaan masyarakat terhadap ajaran agama yang mengharamkan kebebasan seks, kultur yang kian individualistis, kontrol masyarakat yang semakin lemah, kemiskinan yang kian menghimpit dan maraknya industri prostitusi semakin membuka celah penyebaran HIV/AIDS.

“Kehadiran kondom justru membuat sebagian masyarakat semakin berani melakukan perzinahan, apalagi dengan adanya rasa aman semu yang ditanamkan dengan penggunaan kondom ini,” katanya. Selanjutnya, dia menjelaskan rasa aman semua ini disebabkan karena, selain seks bebas bertentangan dengan ajaran agama dan norma kesusilaan, ternyata kondom terbukti tidak mampu mencegah transmisi HIV.

Hal ini karena kondom terbuat dari bahan dasar karet atau lateks, yakni senyawa hidrokarbon dengan polimerisasi yang berarti mempunyai serat dan berpori-pori. Dengan menggunakan mikroskop elektron, terlihat tiap pori berukuran 70 mikron, yaitu 700 kali lebih besar dari ukuran HIV, yang hanya berdiameter 0,1 mikron.

Selain itu, para pemakai kondom semakin mudah terinfeksi atau menularkan karena selama proses pembuatan kondom terbentuk lubang-lubang. Terlebih lagi, kondom sensitif terhadap suhu panas dan dingin sehingga 36-38 persen sebenarnya tidak dapat digunakan. Kondomisasi atau 100 persen kondom sebagai salah satu butir dari strategi nasional telah ditetapkan sejak 1994 hingga sekarang.

Kampanye pengunaan kondom awalnya dipopulerkan melalui kampanye ABCD, yaitu A: abstinentia, B: be faithful, C: condom dan D: no drug.  Hingga akhir Juni 2008, data Departemen Kesehatan menunjukkan total kasus HIV/AIDS di Indonesia berjumlah 18.963 orang.

Di Papua, yang merupakan urutan ketiga jumlah kasus HIV/AIDS terbanyak di Indonesia, hingga akhir Desember 2008 ditemukan 4.548 kasus dengan rincian laki-laki 2.310 orang, perempuan 2.184 orang, dan tak dikenal 54 kasus. (Kompas.com, 12/7/2009)

4 comments

  1. Hanya dengan Syari’ah Islam semua maalah bisa selesai

  2. AKIBAT IDEOLOGI SETAN(AIDS)
    *sudah papua hasil buminya dijarah penjajah/teroris FREEPORT aids juga berkembang
    *KOTEKA=MANUSIA PURBA,ITU BUKAN ADAT TAPI PEMBODOHAN.HARE GINI SUDAH MODERN MASIH PAKAI KOTEKA GA JAMAN,KATROK!
    *SAATNYA RAKYAT PAPUA SADAR, ORANG ISLAM ATAU NON ISLAM PULAU ANDA SEDANG DIJARAH DAN ANDA HARUS MELAWAN SERTA MENGUSIR PENJAJAH .ANDA CUMA KEBAGIAN SAMPAH-SAMPAH HASIL BUMI KALIAN SEDANG PARA PENJAJAH MENDAPAT HASIL BUMI ANDA YANG MELIMPA
    ORANG BOTOL(BODOH DAN TOLOL) PILIH IDEOLOGI TOLOL
    DEMOBA$I DAN SOSIALISME KUNO ,KHILAFAH NUMERO UNO

  3. pengaman yang paling kuat adalah jiwa yang diselimuti dengan iman dan taqwa

  4. kondomosasi katanya solusi???????tapi kok sampe hari AIDS nda juga terselesaikan ya????ehmmmm jd bingung solusi atau pembodohan cihhh

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*