Anak-anak Inggris Dilanda Ateisme!

London – Kampanye ateisme kini marak didengungkan di Inggris. Bahkan sebuah kelompok sosial telah menggelar kegiatan perkemahan bagi anak-anak dan remaja. Anak-anak yang masih hijau itu sejak dini telah didorong untuk berpikir skeptis dan mempertanyakan eksistensi Tuhan. Waduh!

Sekilas, kegiatan perkemahan ini digelar layaknya retreat sebuah kegiatan religius. Perkemahan ini digelar di sebuah lahan hijau dan rimbun di daerah Somerset, Inggris, dengan nama Camp Quest (Kemah Pencarian). Namun, Quest sendiri merupakan kepanjangan dari Question, Understand, Explore, Search, dan Test (pertanyaan, pengertian, penelusuran, dan pengujian).

Hal ini, terungkap saat BBC menayangkan kegiatan seorang gadis bernama Samantha Stein, 23, yang memperkenalkan sebuah perkemahan musim panas bagi anak-anak. Tujuannya, mendorong anak-anak agar menolak tradisi ajaran agama.

Materi yang diterima pada saat kemah dimulai adalah dengan pengenalan ateisme, agnostisisme, humanisme, dan kebebasan berpikir. Peserta yang masih menganut pandangan supranatural didorong untuk berpikir naturalistis selama 24 jam.

Anak-anak tak melulu diajak berdiskusi, tapi juga dilibatkan dalam sejumlah permainan. Mereka bahkan diajak berarung jeram. Setiap orang tua yang ingin anaknya ikut di kemah ini dikenai biaya £275 (sekitar Rp 4,5 juta).

“Saya pikir orang mulai bosan dengan pengaruh agama dalam masyarakat. Mereka mulai mencoba memberi alternatif untuk menanamkan nilai-nilai baru yang ingin ditularkan kepada anak-anak mereka,” papar Stein mengenai ketertarikan orang tua mengirimkan anak-anak mereka ke program itu.

Konsep menonjol dari perkemahan ini, jelasnya, adalah permainan pikiran. Setiap peserta diminta untuk membayangkan bahwa perkemahan itu dikelilingi oleh unicorn, yakni kuda putih dengan satu tanduk dalam mitos bangsa Indus. Unicorn itu tidak dapat dilihat apalagi disentuh, karena mereka harus memiliki keyakinan bahwa hewan itu ada.

Mereka kemudian didorong untuk memberi penjelasan rasional untuk membuktikan bahwa unicorn itu tidak ada. Siapa yang dapat memberi penjelasan dengan argumen terbaik akan mendapat hadiah £10 (Rp 160 ribu).

“Unicorn itu tidak harus menjadi metafora Tuhan. Tapi untuk mendidik anak-anak untuk berpikir kritis. Kami tidak ingin menghujat agama, tapi mendorong orang untuk meyakini bahwa banyak hal yang hingga kini diyakini tanpa ada pembuktian,” kata Stein.

Konsep Camp Quest, jelasnya, didapatnya setelah membaca buku The God Delusion (Khayalan tentang Tuhan) yang ditulis Richard Dawkins, profesor dari Oxford University yang dikenal sebagai tokoh ateis. Buku itu sendiri dianggap sebagai ‘Kitab Suci’ kaum ateis di Inggris.

Stein sendiri memiliki latar belakang akademis studi agama dan masyarakat kontemporer hingga meraih gelar master dari King’s College, London. Lahir dan tumbuh di Buckinghamshire dari seorang ibu Protestan dan ayah Yahudi. Namun mereka tidak pernah menjalankan ritual keagamaan. “Saya tumbuh berdasarkan pemikiran sendiri,” tuturnya.

Sementara Richard Dawkins termasuk di antara para penyelenggara kegiatan itu. Dia menolak tudingan bahwa perkemahan itu ditujukan untuk mengindoktrinasi anak-anak agar meninggalkan agama dan tak percaya Tuhan. “Tujuannya untuk membangun pemikiran terbuka atas sistem keimanan yang mereka anut,” kata dia.

Camp Quest mendorong agar anak-anak memikirkan tentang diri mereka, berpikir skeptis, dan rasional. “Tidak ada indoktrinasi. Hanya mendorong mereka berpikir secara terbuka dengan cara menyenangkan,” jelas Hawkins.

Kampanye anti-Tuhan memang marak di Inggris dalam beberapa tahun terakhir. Bahkan, para pendukungnya yang tergabung dalam Asosiasi Kemanusiaan Inggris telah memasang iklan kampanye di 800 bus. Di antaraya bertuliskan: “Mungkin saja tidak ada Tuhan. Sekarang berhentilah khawatir dan nikmati hidup Anda.”

Kampanye ini seperti diklaim mereka untuk menjawab iklan yang digelar kelompok Kristiani di Inggris. Iklan kampanye ateis ini juga terlihat di transportasi kota bawah tanah di London. Setidaknya, iklan yang ditempel ini menghabiskan lebih dari £140 ribu (lebih dari Rp 200 miliar) yang berasal dari donasi masyarakat.

Sekitar 100 ribu warga Inggris sendiri dikabarkan telah mengunduh sertifikat pembatalan baptis (de-baptism) alias menyatakan diri keluar dari agama Kristen melalui internet. Inisiatif tersebut muncul dari kelompok yang menamakan dirinya National Secular Society (NSS).

Inikah fenomena kekecewaan masyarakat akan peran agama? Pakar teologi Durham University, Paul Murray, tidak sepakat. Sebab, pengalaman itu tidak dialaminya saat ini. Namun dia mengakui adanya perubahan terhadap keimanan warga Inggris.

“Kita hidup di suatu masa di mana Katolikisme dan kepercayaan lainnya diperdebatkan publik secara sejajar dengan para penganut pluralis dan sekularis,” kata dia. (inilah.com, 30/7/2009)

4 comments

  1. dananghammam

    sekularisme membawa kepada Atheisme. cepat atau lambat.

  2. Yakinlah ateisme hanya hadir dalam kondisi masyarakat yang sudah tidak yakin dan percaya lagi dengan sistem sekuler demokratis. Tapi dalam sistem Khilafah, dahaga rohani dan cacat pemikiran yang kaya akan penyimpangan tidak akan pernah terjadi, sekalipun ada sang KHALIFAH pasti akan menindaknya.
    Maka segera mungkin KHILAFAH kita tegakkan agar aqidah ummat dapat terselamatkan dari hal-hal yang dibenci oleh Allah SWT.
    Allaaaaaahu Akbar……………!

  3. allahakbar dasar orang tidak beriman. ini ulah orang-orang yahudi cara untuk menghancurkan dunia.

  4. yah beginilah hidup dialam jahiliyah. Kalau tidak ada kehidupan jahiliyah ini mungkin kita tidak bisa mendapatkan peluang untuk kebaikan.Berjuang dan berjuang. allahu akbar.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*