JAKARTA–Penurunan rasio utang yang dijanjikan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dalam pidato nota keuangan dan RAPBN 2010, dianggap percuma. Apalagi jika dikaitkan dengan kedaulatan ekonomi Indonesia.
Hal ini diungkapkan oleh Revrison Baswir, Pengamat Ekonomi UGM. Menurutnya, jika dilihat dari volume utang baik dalam dan luar negeri tidak ada perubahan apa-apa.
”Nilai nominalnya tetap, yang berkurang itu PDB nya. Jika PDB diproyeksikan turun, sebenarnya nominal utangnya tetap bertambah. Nominalnya untuk saat ini tak mungkin turun,” kata Revrison, Senin (3/8).
Konsekuensinya, kata Revrison, jika nominal tetap bertambah Indonesia tetap menjadi ‘good boy’ untuk negara yang memberikan pinjaman. ”Otomatis tak relevan kita bicara kedaulatan jika masih punya banyak utang,” cetusnya.
Oleh karena itu, ujar Revrison, harga yang dibayar dari utang adalah menjadikan pihak yang meminjamkan sebagai nomor satu di atas se! galanya termasuk kedaulatan republik Indonesia.
Senin (3/8), dalam pidatonya SBY berjanji akan mengurangi ketergantungan pada utang, khususnya utang luar negeri untuk membiayai anggaran Indonesia. SBY menekankan bahwa kebijakan pemerintah sama sekali tidak akan mengorbankan kedaulatan ekonomi dan politik Indonesia.
SBY kemudian memaparkan bahwa pengurangan ketergantungan pada utang untuk membiayai defisit anggaran Indonesia yang jumlahnya Rp 98 triliun atau 1,6 persen Produk Domestik Bruto (PDB). Meskipun demikian, pemerintah akan mengambil kebijakan pinjaman lunak dan biaya murah. ”Pemerintah akan memanfaatkan pendanaan siaga yang lebih bermartabat,” imbuhnya.
Pada 2010, SBY memperkirakan rasio utang akan turun hingga 30 persen dibandingkan posisi 2004 yang mencapai 54 persen. Menurut SBY, itu adalah rasio utang terendah sejak era reformasi.(Republika online,3/8/2009)