PARIS — Satu kolam renang di Paris telah menolak untuk mengizinkan masuk seorang Muslimah yang memakai “burqini”, pakaian renang yang menutup hampir seluruh tubuh, kata beberapa pejabat, Rabu.Larangan kolam renang tersebut terjadi saat anggota parlemen melakukan dengar pendapat mengenai apakah akan melarang “burqa” setelah Presiden Nicolas Sarkozy mengatakan pakaian menutup tubuh dari ujung kepala sampai ujung kaki tak disambut di Prancis, yang sekuler.
Para pejabat di pinggir kota Paris, Emerainville, mengatakan mereka mengizinkan perempuan tersebut berenang pada Juli, dengan memakai “burqini” –yang dirancang buat kaum Muslimah yang ingin berenang tanpa memamerkan bagian tubuh mereka.Namun ketika perempuan itu kembali pada Agustus, mereka memutuskan untuk “menerapkan peraturan kesehatan” dan memberitahu dia bahwa ia tak dapat berenang kalau perempuan tersebut ngotot untuk mengenakan pakaian renang itu, yang pakaian dengan penutup kepala.
Staf kolam renang “mengingatkan perempuan tersebut mengenai peraturan yang diterapkan di semua kolam renang (umum) yang melarang orang berenang dengan mengenakan pakaian”, kata Daniel Guillaume, pejabat di organisasi yang mengelola kolam renang di daerah itu. Harian Le Parisien melaporkan perempuan itu, yang hanya diidentifikasi dengan menggunakan nama depannya, Carole, adalah orang Prancis yang telah memeluk agama Islam dan ia bertekad untuk membawa kasus tersebut ke pengadilan untuk menantang keputusan itu.
“Sangat sederhana, ini adalah pemisahan,” kata perempuan tersebut sebagaimana dikutip surat kabar itu. “Saya akan berjuang dalam upaya mengubah keadaan. Dan jika saya melihat perjuangan ini kalah, saya tak dapat mengesampingkan untuk meninggalkan Prancis.”
Wakil kota setempat Alain Kelyor mengatakan, “Semua ini tak memiliki kaitan dengan agama Islam.” Ditambahkannya “burqini bukan pakaian renang Islam, jenis pakaian itu tak ada di dalam Al-Quran”, kitab suci umat Muslim.Prancis, tempat tinggal orang Muslim terbesar –yang menjadi minoritas di Eropa, telah membentuk panel khusus yang terdiri atas 32 anggota parlemen guna mempertimbangkan apakah peraturan mesti diberlakukan untuk melarang perempuan Muslimah memakai pakaian yang sepenuhnya menutup tubuh mereka, yang dikenal sebagai “burqa” atau “niqab”.
Negara itu telah menghadapi perdebatan panjang mengenai seberapa jauh negara tersebut bersedia menampung Islam tanpa merusak tradisi pemisahan gereja dan negara, yang diabadikan di dalam peraturan 1905. (Republika online, 12/8/2009)