Bertahun-tahun setelah serangan AS di Irak, orang-orang di negara Teluk Persia merasakan penderitaan akibat kontaminasi radioaktif yang disebabkan oleh penggunaan senjata ber-uranium.
Menteri Lingkungan Irak, Narmin Othman Hasan, mengatakan pada hari Senin (24/8) bahwa senjata Depleted Uranium (DU) yang digunakan oleh pasukan pimpinan Amerika terhadap Irak selama Perang Teluk Persia tahun 1991 dan invasi tahun 2003 masih merusak negeri ini.
Othman Hasan mengatakan bahwa penggunaan senjata oleh pasukan pimpinan Amerika memiliki dampak pada bangsa dan telah menjadi tantangan yang serius bagi lingkungan karena telah mengkontaminasi di beberapa bagian negara.
Senjata pertahanan yang terbuat dari uranium pertama kali digunakan dalam peperangan oleh pasukan pimpinan AS selama Perang Teluk Persia pada 1991 dan selama invasi tahun 2003, mengubah banyak wilayah Irak menjadi wilayah pembuangan sampah radioaktif.
Depleted uranium – logam radioaktif yang dua kali lebih padat – menjadi penyebab sejumlah masalah kesehatan, mulai dari kanker hingga cacat sejak lahir. DU menyisakan radioaktif selama sekitar 4,5 miliar tahun.
According to the Iraqi minister only a fraction of tanks and other wartime vehicles contaminated with depleted uranium — which are radiating nuclear energy– have been successfully treated and disposed of.
Menurut menteri Irak hanya sebagian kecil dari tank dan kendaraan perang lainnya yang terkontaminasi depleted uranium telah berhasil dibersihkan dan dibuang.
Setelah invasi Amerika tahun 2003, lebih dari 140.000 kasus kanker telah dilaporkan di Irak, yang diyakini disebabkan oleh senjata beracun yang digunakan oleh pasukan pendudukan. Hal ini menunjukkan bahwa 2.000 ton (DU) telah digunakan selama invasi Irak.
Several Human rights groups have called the US use of the toxic weapons against the people of Iraq as crimes against humanity since they are causing grievous harm and suffering to civilians in contaminated areas.
Beberapa kelompok HAM telah menuntut AS yang telah menggunakan senjata beracun terhadap rakyat Irak sebagai kejahatan terhadap kemanusiaan karena mereka menyebabkan kerugian dan penderitaan untuk warga sipil di daerah-daerah yang terkontaminasi.
Mereka juga menuduh pasukan AS menutup-nutupi dan menyangkal efek buruk DU terhadap kesehatan dan menyalahkan mereka karena menolak untuk memeberikan informasi tentang jumlah, jenis dan lokasi dari senjata-senjata ini di Irak.
Menteri Lingkungan Irak juga memperingatkan tentang bahaya yang ditimbulkan oleh puluhan juta ranjau darat yang berserakan di seluruh negeri.
“Untuk satu orang kita memiliki satu ranjau darat. Saat ini terdapat 25 juta ranjau di Irak – seperempat dari ranjau di dunia,” katanya. (mediaumat.com)