Presiden rezim Mesir bertemu dengan perdana menteri negara musuh, negara Yahudi di sebuah tempat pertemuan para pejabat di Sharm el-Sheikh. Pertemuan itu berlangsung setelah pemerintahan musuh memutuskan untuk membangun 455 unit perumahan baru di pemukiman Tepi Barat yang diduduki.
Pada saat perdana menteri negara musuh, Benjamin Netanyahu tetap dengan pendiriannya untuk membangun pemukiman, dan bahkan ia menolak meski hanya sekedar menundanya saja; dan pada saat Menteri Luar Negeri, Avigdor Lieberman dengan tegas mengancam untuk menghancurkan bendungan yang tinggi dan mengancam akan menenggelamkan Mesir, dan bahkan ia sedang mengunjungi tiga negara sumber sungai Nil, lalu menawarkan kepada mereka pembangunan bendungan untuk menutup air sungai Nil dari Mesir; anehnya di saat yang sama itu pula Husni Mubarak menyambut Netanyahu dengan begitu hormatnya, sehingga tampak sikap tidak pedulinya dengan apa yang direncanakan entitas Yahudi terhadap Mesir dan terhadap umat Islam.
Jadi, bukannya negara Mesir mengambil sikap tegas terhadap konspirasi Yahudi terhadap Mesir, justru penguasa Mesir menyambut penguasa pemerintahan negara Yahudi, dan bahkan ia menghamparkan karpet merah untuk musuh umat Islam itu.
Sungguh, tindakan Husni Mubarak ini begitu memalukan. Ia telah rela menukar kehormatan Mesir dan kewibawaan Islam dengan kehinaan dan ketidakberdayaan. Sehingga dengan tindakannya ia pantas untuk ditendang dengan segera dari kursi kekuasaan. Untuk itu, hendaknya tentara dan rakyat Mesir mengembalikan kembali kekuasaan yang dirampas kepada umat. Kemudian umat memilih pemimpin yang adil, yang akan memimpim Mesir dan semua negeri-negeri kaum Muslim berdasarkan Kitabullah dan Sunnah Rasul-Nya, untuk mengambil kembali kehendak (kekuasaan) yang dirampas dari kendali Mubarak sang perampas kekuasaan, yang sangat setia kepada Amerika dan negara Yahudi. (hizb ut-tahrir.info, 15/9/2009)