Benarkah AS Keluar dari Resesi?

Ucapan Gubernur bank sentral AS Ben Bernanke bahwa ekonomi AS telah keluar dari resesi mengangkat sentimen positif pasar. Namun, beberapa pihak masih mempertanyakan kebenaran pernyataan ini.

“Ekonomi memang biasa berujar telah mencapai akhir resesi, jauh sebelum masyarakat mulai berpikir masa sulit telah berlalu. Misalnya resesi 1990 yang usai setahun berikutnya, tapi masyarakat baru mengatakan usai pada 1993,” papar direktur jajak pendapat CNN/Opinion Research, Keating Holland, Jumat (18/9).

Gubernur The Fed Ben Bernanke awal pekan ini menyatakan, secara teknis resesi di AS sudah selesai. Namun, pemulihan akan berjalan lambat dan butuh waktu untuk menciptakan lapangan kerja baru. Ia berjanji bahwa tantangan tersebut akan dapat diatasi dengan kerja sama antar lembaga pemerintah melalu pembuatan kebijakan yang tepat.

Menyusul ucapan Bernanke bahwa resesi telah usai, 86% responden jajak pendapat CNN menyatakan AS belum keluar dari resesi. Hanya 13% responden mempercayai ucapan gubernur bank sentral itu. Hal ini berdasarkan kenyataan, bahwa kondisi keuangan mereka belum pulih.

Holland menuturkan, kondisi ekonomi AS faktanya belum bisa dikatakan pulih. Terlihat dari tingkat pengangguran yang masih tinggi. Level kredit masih tinggi serta properti komersial yang bermasalah. “Pertumbuhan ekonomi AS juga masih lambat, kas negara menipis, dan belum ada ruang bagi perekonomian untuk bermanuver,” paparnya.

Pada Juni lalu tingkat pengangguran di AS diprediksi cenderung bertahan pada level 9% hingga akhir 2009. Tingginya tingkat pengangguran ini imbas dihentikannya paket stimulus ekonomi, seiring kekhawatiran bahwa ekspansi neraca Fed sebesar US$ 2,1 triliun akan memicu inflasi tinggi, saat ekonomi sudah benar-benar pulih.

The Fed memprediksikan tingkat pengangguran mencapai level 10% sebelum akhirnya turun. Tingkat pengangguran paling tinggi pasca PD II terjadi pada 1982 lalu di level 10,8%. Namun, para ekonom memperkirakan bahwa untuk kembali ke level 5%-an, dibutuhkan waktu empat tahun.

Sementara itu, mantan pimpinan The Fed Alan Greenspan menuturkan, ekonomi AS sebenarnya masih akan menghadapi kemungkinan buruk, terkait ancaman tingginya inflasi dan merosotnya kekuatan dolar AS.

Menurutnya jika inflasi kembali muncul, proses pemulihan ekonomi terhambat dan keseimbangan pasar jangka panjang terganggu. “Ini akan menjadi ancaman serius bagi ekonomi AS,” katanya.

Greenspan mengakui, dalam waktu dekat masih akan terjadi penurunan tingkat harga. Hingga awal 2010 nanti, inflasi tahunan diperkirakan berada di bawah 1%. Sampai sejauh ini harga di tingkat konsumen AS turun 1,7% dibanding tahun lalu. “Namun, setelah itu akan terjadi kenaikan,” ujarnya.

Di sisi lain, ancaman terhadap dolar mencuat seiring meningkatnya utang pemerintah AS, Kenaikan penerbitan surat utang pemerintah oleh Treasury untuk menutup utang, menambah tekanan terhadap depresiasi nilai dolar AS. Apalagi total utang pemerintah AS terpantau terus bertambah tiap tahunnya.

Laporan Congressional Budget Office AS pun memprediksikan utang AS dapat mencapai 68% dari PDB pada 2019 mendatang. “Ini berarti, dalam jangka menengah potensi melemahnya dolar AS cukup besar,” pungkasnya.

Meski demikian, sejumlah media di AS melaporkan ada beberapa pertanda perkataan Bernanke mungkin benar. Seperti pasar saham yang terus bullish. Indeks S&P telah naik 58% sejak menginjak titik terendah pada 9 Maret lalu.

“Pasar berada pada titik median terendah selama lima tahun belakangan sebelum resesi berakhir. Artinya, kita memang berada di akhir resesi,” papar Chief Investment Strategies S&P New York, Sam Stovall.

Stovall menambahkan, angka pengangguran yang mencapai 674 ribu orang per 28 Maret lalu, kini mencapai 550 ribu. Tingkat pengangguran ini merupakan salah satu indikator berakhirnya resesi. “Indikator lainnya adalah aktivitas manufaktur meningkat terlihat dari jumlah produksinya,” katanya.

Seperti diketahui, data produksi sektor industri di AS Agustus yang naik 0,8% dibandingkan Juli. Demikian pula data produksi sektor utiliti naik 1,9% dan produksi kendaraan bermotor naik 5,5%. Kenaikan produksi sektor industri ini menunjukkan membaiknya siklus ekonomi.

Selain itu, suplai bahan bakar juga meningkat tiga bulan belakangan ini meski naiknya konsumsi itu lebih disebabkan oleh harga minyak yang turun. Indikator terakhir, meningkatnya permintaan transportasi masif seperti kereta, truk, waterway, kargo udara, dan banyak lagi.

Dorongan lain juga diperoleh dari data penjualan ritel yang dilaporkan melesat 2,7% pada Agustus, melampaui ekspektasi, dan merupakan penguatan terbesar dalam 3,5 tahun terakhir. Solidnya penjualan ritel dipacu program `Cash for Clunkers’ dan tingginya harga bahan bakar. (Inilah.com, 18/9/2009)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*